Illustrasi. (techcrunch)
Â
NEGARA Islam Irak dan Suriah  (ISIS), melalui kelompok teroris Santoso, mengakui bertanggungjawab atas serangan teror ke kawasan Sarinah, Thamrin, Kamis (14/1/2016), minggu lalu.
Sejumlah media massa internasional menyebutkan perancang Teror Thamrin yang diyakini berada di Suriah telah berkomunikasi dengan fasilitas chat Telegram.
Namun, informasi terbaru yang diperoleh, para anggota ISIS dilaporkan berkomunikasi melalui aplikasi android baru.
Pasalnya, mereka sudah ditendang dari WhatsApp, Telegram, dan aplikasi pesan instan lainnya.
Terakhir ISIS dilaporkan berkomunikasi melalui Telegram.
Adalah salah satu aplikasi chat yang diberi nama Alrawi disebut-sebut sebagai sebuah  chat yang digunakan ISIS.
Alrawi yang dibuat terenkripsi itu menjadikan pemerintah dan badan-badan keamanan lebih sulit dalam memata-matai rencana teroris.
Hal ini ditemukan oleh jaringan kontraterorisme yang dikenal sebagai Ghost Security Group.
Meskipun keamanan Alrawi tidak secanggih WhatsApp atau Telegram, aplikasi chat ini melindungi pengguna dengan mengenkripsi teks.
Selain itu, tanpa perusahaan terkemuka di belakang Alrawi, tidak ada yang melarang ISIS untuk menggunakannya.
Alrawi tidak dapat diunduh dari Google Play, melainkan harus diunduh dengan kode tertentu.
Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh platform mobile tersedia untuk memerangi terorisme.
Pemerintah mendorong untuk membuka enkripsi, namun mungkin ada cara lain untuk menjaga keamanan tanpa melanggar privasi banyak orang.
Apple dan Google dapat dengan mudah mengeluarkan aplikasi yang digunakan untuk kegiatan berbahaya di toko aplikasi resmi mereka.
Namun, akankah mereka bersedia mengkontrol lebih jauh penggunaan langsung sistem operasi mobile mereka?
Belum lama ini, ISIS mengungkap bahwa kelompok teroris itu ternyata menyediakan layanan "customer service"24 jam.
Khusus untuk membantu para anggotanya yang mengalami masalah digital.
Selain layanan bantuan 24 jam, kelompok teror yang dikenal cakap memakai jagat maya untuk komunikasi, propaganda, dan aneka keperluan lain ini turut membuat panduan khusus agar anggotanya bisa menyembunyikan diri dan jejak di internet.
Tercatat, pada Senin (23/11/2015), analis kontraterorisme yang berafiliasi dengan tentara Amerika Serikat mengatakan, bahwa tim customer service alias layanan anggota ISIS digarap dengan serius dan ditangani 6 orang senior bidang IT. (*)
Â