Ada yang masih ingat soal mobil listrik yang ternyata tidak lulus uji emisi dan diperkarakan?
Perkara tersebut sekarang sudah ditutup dan hasilnya, Majelis Hakim dari pengadilan Tipikor akhirnya memutuskan bahwa Dasep Ahmadi yang juga adalah direktur dari perusahaan yang bertanggung jawab dengan pembuatan mobil listrik tersebut dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman selama 7 tahun penjara dan denda sebesar 17.1 milyar rupiah. Tidak hanya itu, Dasep juga dikenai denda subsider sebesar 200 juta rupiah.
Dasep dinyatakan bersalah karena bukti-bukti yang diperlihatkan pada saat pengadilan berlangsung cukup memberatkan pihak Dasep yang terbukti melakukan tindak memperkaya diri dengan menggunakan uang negara.
Apa yang menjadi sumber perkara ini sendiri adalah permintaan kementrian BUMN yang pada waktu itu diketuai oleh Dahlan Ishkan meminta perusahaan yang dikepalai oleh Dasep Ahmadi membuat mobil bertenaga listrik sebanyak 16 unit yang ternyata hanya dapat terwujud menjadi 8 unit saja dengan banyak kekurangannya.
Hal ini menurut saya sepertinya wajar saja karena pihak kementrian sendiri hanya memberikan waktu agar perusahaan bernama PT Sarimas Ahmadi Pratama yang dikepalai Dasep dapat mewujudkan permintaan tersebut dalam kurun waktu hanya enam bulan saja.
Enam bulan berlalu, mobil tersebut berhasil dibuat.
Namun, kedelapan mobil tersebut ternyata bermasalah, mulai dari masalah overheating ketika mobil melaju di atas kecepatan 70 km/jam hingga yang terakhir tidak lulus uji emisi.
Padahal menurut Aisar Labibi Lomas, yaitu salah seorang yang waktu itu bekerja dengan Dasep menyatakan bahwa mobil tersebut sudah diuji oleh Kemenristek dan BPK tanpa adanya masalah. Kemudian berbicara tentang spesifikasi, mobil yang dibuat pun telah sesuai kesepakatan yang telah disepakati pada saat tanda tangan kontrak kerjasama.
Membuat 16 unit mobil listrik dalam kurun waktu enam bulan bukanlah hal yang mudah.
Contohnya saja adalah manufaktur Tesla yang membutuhkan waktu 3 tahun untuk dapat mewujudkan sebuah kendaraan layak pakai bernama Tesla Roadster dalam bentuk prototipe.
Sedangkan butuh waktu selama lima tahun untuk membuat mobil tersebut dapat dipasarkan dan digunakan oleh masyarakat.
Sangatlah tidak adil rasanya sebuah pembuatan prototipe yang nantinya dapat menjadi sumber penghasilan bagi negara dianggap sebagai pemborosan uang negara. Apalagi dengan nilai per-unitnya yang hanya dua milyar saja untuk sebuah teknologi yang nantinya akan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas.
Dampak dari perkara Dasep sendiri sepertinya tidak akan berhenti disini saja.
Mereka yang juga adalah orang-orang pintar dan penuh ide seperti Dasep sepertinya akan memilih untuk bungkam daripada mengeluarkan idenya karena rasa takut akan diperkarakan jika ide tersebut gagal seperti apa yang terjadi pada Dasep.
Atau dampak yang lebih buruk lagi adalah, akan banyak warga Indonesia yang lebih memilih untuk menggunakan ide-ide tersebut di negara lain yang lebih menghargai ide seseorang.
Dari sini sudah terlihat ada dimana masa depan Indonesia ketika orang-orang pandai dan cemerlang di Indonesia kabur ke luar negeri.
Â
Â
Â
Â
Â