Belakangan, tren Bring Your Own Device (BYOD) mulai banyak diadopsi perusahaan-perusahaan Indonesia seiring makin akrabnya Cloud Computing. Pemicunya antara lain pertumbuhan perangkat smart devices dan jaringan mobile broadband dari operator untuk akses aplikasi enterpiece dari luar kantor. Pekerja profesional yang membawa perangkat sendiri untuk bekerja dan mengakses aplikasi kantor telah mendorong tren BYOD ini sejak 2009. dalam dua tahun ke depan disinyalir satu pekerja akan lebih dari tiga perangkat yang terhubung, meningkat cukup signifikan dari rata-rata 2,8 perangkat di 2013 ini. Operator telekomunikasi dan penyedia solusi teknologi informasi tentu saja mencermati tren Bring Your Own Device (BYOD) sebagai salah satu peluang bisnis. Operator bisa memanfaatkan BYOD untuk meningkatkan penggunaan konektivitas jaringan dan menjual solusi cloud computing.
Di Indonesia, platform Android pun mulai dilirik sebagai senjata bagi pekerja profesional jika perusahaan atau korporasi mengadopsi tren BYOD. Hal itu terlihat dalam survey yang dilakukan Indonesia Cloud Forum (ICF) bersama IndoTelko di tiga propinsi Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Dari 200 responden kalangan pekerja profesional yang berhasil didata dalam tiga bulan terakhir dengan rentan usia 20-57 tahun menyatakan jika BYOD diadopsi maka mayoritas menyukai sistem operasi Android dengan presentase 62,8%. Sementara BlackBerry (11,6%) meski dari sisi pengguna lebih banyka namun cuma jadi pilihan ketika dibandingkan iOS (25,6%). Android juga tercatat menjadi pilihan utama bagi para pelanggan data operator jika ditanya soa kecepatan dan ketepatan layanan yang sesuai harapan dengan presentase 48,7%. Sementara BlackBerry hanya mendapatkan voting 28,2 dan modem data 23,1%. Dari sisi layar smartphone yang paling menunjang pekerjaan, operasional multimedia, dan yang memeberikan kenyamanan saat browsing internet, ialah ponsel dnegan layar 4-5 inci. Smartphone dengan layar tersebut dipilih 56,8% responden, lebih ideal jika dibandingkan dengan smartphone dengan layar yang lebih besar dari 5 inci yang disukai oleh 36,4% responden. Responden mengakui smartphone yang sudah memiliki prosesor yang memadai bisa menjalankan semua aplikasi, mulai dari grafis hingga keperluan multitasking untuk menunjang pekerjaan.
Untuk penyimpanan memori yang ideal dalam sebuah smartphone, mayoratas menyukai kapasitas yang lebih besar dari 32GB, baik itu memori eksternal fisik (81,9%) maupun memori berbasis cloud (55,8%). Para pekerja profesional yang juga menggunakan tablet, mayoritas bahwa harga yang paling ideal untuk perangkat tablet ini berkisar Rp 3 juta hingga 5 juta baik itu untuk Android (68,2%) , iOS (43,3%), dan Windows (57,5%). Sementara untuk harga Rp 5 juta hingga Rp 7 juta, cuma 9,1% para pekerja profesional yang rela beli tablet Android, 20% untuk tablet Windows, dan 39% yang berani membeli perangkat tablet iOS dengan kisaran harga ini. “Dari survey terlihat menjadi pertimbangan utama malah jadi urusan performa internet dan memori internal ketimbang faktor kemampuan kamera dan desain pernagkat. Pertimbangan utama lainnya adalah daya tahan baterai dan bobot fisik dibandingkan respon layar, grafis, hingga kemampuan telepon,” ungkap pendiri ICF Teguh Prasetya.
Dikatakannya, dalam survey juga diketahui hanya 44,2% pekerja yang lebih senang bekerja di kantor, mayortitas lebih namyan bekerja diluar kantor dengan presentasi terbesar lebih suka bekerja di rumah (39,5%) dan di mal atau cafe (16,3%). “Para responden profesional lebih suka bekerja dui luar kantor, perangkat BYOD yang paling dirasa paling digunakan mereka, antara lain tablet, netbook, smartphone dan laptop,” ungkapnya. Diprediksi, para pekerja menggunakan perangkat bergerak untuk sarana bekerja mencapai 1,2 miliar di tahun 2013 ini dan mempresentasikan sekitar 35% dari seluruh pekerja di seluruh dunia.
Namun, patut dicatat pula jika tren BYOD bisa berubah menjadi bring you own danger atau mendatngkan bahaya bagi korporasi. Pasalnya, tanpa dukungan sistem keamanan yang kuat, perusahaan menjadi rentan terhadap potensi kebocoran data. “Salah satu pemicu serangan ke jaringan perusahaan berasal dari tren BYOD yang menyebarkan malware ke sistem perusahaan,” ungkap Technical Consulting Manager Trend Micro Incorporated, Yudi Arijianto, di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Diungkapkannya, kebocoran data melalui BYOD masuk melalui sistem teknologi cloud computing di perusahaan tersebut. Pemicu serangan bisa datang dari smartphone, komputer tablet, dan notebook untuk BYOD. Apabila sistem operasi tidak didukung penuh oleh vendor, penggunaan BYOD akan meninggalkan celah bagi hacker untuk memasukkan virus. Dari sisi adopsi, tren BYOD di Indonesia masih relatif rendah yakni di kisaran 10 persen. Hal tersebut diungkap Enterprise Group Director HP Indonesia, Hengkie Kustono. Salah satu faktor penyebabnya antara lain sistem jaringan perusahaan di Indonesia yang masih tradisional. Infrastruktur yang ada saat ini masih menggunakan dua aplikasi jaringan dan pengelolaan berbeda untuk konektivitas wired dan wireless yang mengakibatkan munculnya kerumitan operasional. Jadi, apakah perusahaan Anda sudah mulai menerapkan tren BYOD ini? [IRW]