1

Kuatnya Persaingan Teknologi GSM versus WiMax

15 Jun 2012 10:30 2755 Hits 0 Comments Approved by Plimbi
Dugaan kuat adanya bagi-bagi band spektrum di Indonesia tidak terlepas dari desakan global industry players, terutama kuatnya persaingan teknologi WiMax dan GSM. Yaitu, dengan masuknya pemain-pemain computer industries dari Amerika dengan membawa teknologi WiMax selaku new entrant dalam bisnis wireless communications.

Dugaan kuat adanya bagi-bagi band spektrum di Indonesia tidak terlepas dari desakan global industry players, terutama kuatnya persaingan teknologi WiMax dan GSM. Yaitu, dengan masuknya pemain-pemain computer industries dari Amerika dengan membawa teknologi WiMax selaku new entrant dalam bisnis wireless communications.

Untuk mengusai pasar di Asia, dengan strategi bisnis masing-masing, kedua kubu ini berusaha merebut band spektrum frekuensi sebanyak mungkin terutama di China, India dan Indonesia, tiga negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia (Disertasi Asmiati Rasyid, ENST Telecom ParisTech).

Berdasarkan tabel alokasi frekuensi dari Ditjen Postel, band spektrum yang sudah dibagikan kepada pemain mobile industries, 270 MHz untuk layanan berbasis GSM, 45MHz band berbasis CDMA, dan 190MHz untuk teknologi WiMax. Yang perlu dikritisi, strategi kubu WiMax selalu berusaha untuk mendapatkan spektrum di negara-negara berkembang dengan harga semurah mungkin, Hal ini berbeda dengan strategi bisnis kubu GSM yang berani bayar tinggi.

Pemain kubu WiMax selalu beragumentasi bahwa WiMax merupakan solusi teknologi murah untuk rakyat pedesaan. Coba bandingkan harga spektrum untuk 3G, pemain harus membayar up-front fee, mencapai Rp.486 miliar dan yang paling murah Rp.320miliar untuk hanya 2x5MHz. Sementara untuk WiMax, pada tahun 2008-2009, 100MHz di band 3.3GHz dibagi-bagikan tanpa tender, meskipun disebutkan mereka siap bayar nantinya (price taker).

Untuk band 2.3GHz, dilakukan tender tetapi reserve-price hanya sepersepuluh tender 3G tahun 2005. Patut dipertanyakan, mengapa pemain WiMax mendapat perlakuan istimewa demikian? Bukan saja tidak fair terhadap pemain GSM, hal ini juga dinilai sungguh telah merugikan penerimaan negara. Hal perlu dipertanyakan, apa justifikasi sehingga sekarang spektrum yang dialokasikan untuk WiMax telah mencapai 190MHz (band 2.3 GHz dan 3.3GHz).

Dikhawatirkan, spektrum yang dibagi-bagikan secara murah dan gratis tersebut bisa disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan itu. Seperti kasus 3G sebelumnya, lisensi spektrum dijual ke pihak asing melalui akuisisi dan pemilik perusahaan mengatongi ratusan juta USD. Karena harga pasar spektrum BWA di negara berkembang di level USD20 juta per MHz. Sementara di kita, 100MHz spektrum BWA pada band 3.3GHz dibagi-bagikan begitu saja. Di India, up front fee untuk lisensi spektrum BWA 20MHz (unpaired) mencapai USD2.9 miliar untuk cakupan nasional.

Lebih jauh lagi, jual beli spektrum di negara-negara berkembang telah menjadikan bisnis yang sangat menguntungkan global industry players. Di India, Qualcomm selaku pemenang tender BWA membayar USD1.1 milyar untuk empat kota (Delhi, Mumbai, Karala dan Haryana) pada Juni 2010 lalu. Namun, setelah itu Qualcomm sudah langsung merencanakan untuk menjualnya kepada pihak GSM operators untuk LTE. Artinya, meskipun dengan harga yang sudah begitu sangat mahal, Qualcomm yakin bisa menjual lebih tinggi lagi.

Apalagi, jika dibandingkan di negara kita ini, dengan murahnya harga spektrum BWA bisa-bisa Qualcomm akan borong habis semua. Perilaku bisnis global industry players perlu diwaspadai secepatnya. Strategi yang dilakukan pebisnis WiMax biasanya masuk melalui melalui pemain-pemain lokal. Diduga, pengalokasian 190MHz untuk pemain-pemain lokal WiMax di negara kita juga tidak terlepas dari grand scenario dari kubu pemain global WiMax. Liciknya, dengan alasan teknologi WiMax merupakan solusi teknologi sangat murah untuk masyarakat di daerah-daerah pedesaan, maka biasanya pemerintah didesak membagikan spektrum kepada pemain-pemain lokal baik secara gratis maupun melalui tender dengan reserve-price yang sangat murah.

Pertanyaannya, apakah permainan-permainan seperti ini akan terus dibiarkan? Sangat dikhawatirkan, sebentar lagi spektrum-spektrum tersebut akan "dijual” kepada pebisnis asing dan si pemilik spektrum akan mengantongi "fresh money” ratusan juta US. Kekhawatirkan yang sama, juga bisa dilakukan oleh pemilik spektrum 150MHz di band 2.6GHz yang dikuasai oleh MCI, MNC Group dengan lisensi penyelenggaraan jaringan tetap tertutup yang diberikan semenjak tahun 1997.

Pengusaan spektrum sebesar itu hanya dipergunakan untuk layanan TV broadcast via satelit (BSS) dan Pay-TV IndoVision. Diharapkan, pemerintah dapat melakukan refarming band 2.6 GHz ini secepatnya dan dialokasikan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan broadband services yang akan memberikan manfaat lebih besar produktif kepada masyarakat banyak. [*ct]

Tags

About The Author

Plimbi Editor 999
Administrator

Plimbi Editor

Plimbi Chief Editor
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel