Pihak berwenang China pada hari Jumat kemarin memerintahkan Weibo, versi China-nya dari Twitter, untuk mengharuskan penggunanya melakukan registrasi dengan nama asli mereka. Perusahaan microblog tersebut hanya memiliki 3 bulan untuk mematuhinya.
Langkah ini mungkin ditujukan untuk mengontrol percakapan di jejaring social di negara tersebut, yang perkembangan dari hari ke harinya cukup luar biasa. Pada akhir Juni saja, Cina memiliki lebih dari 485 juta pengguna Internet, dan angka itu melebihi penggunaan Internet di Negara manapun. Untuk Weibo saja digunakan oleh lebih dari 250 juta orang.
Meskipun Facebook dan YouTube diblokir di Cina, dan berita dari BBC dan CNN disaring dengan sangat ketat, Weibo dan microblogs lainnya tampaknya masuk juga pada lembaga sensor Cina yang terkenal sensitive. Para pengguna Weibo juga sering melakukan perbincangan yang dianggap diluar batas politik.
Ketika para pejabat Cina pertama kali mengumumkan bahwa mereka sedang mempertimbangkan peraturan untuk Weibo pada bulan Oktober, mereka menyatakan keprihatinan kepada orang-orang yang menggunakan Internet untuk menyebarkan kebohongan dan rumor.
Hampir semua pengguna Internet diseluruh dunia telah terjebak pada kondisi seperti ini. Dan yang lebih disayangkan lagi adalah para pengguna menggunakan akunnya tanpa nama asli.
Meskipun jejaring sosial yang berasal dari Amerika seperti Facebook dan Google+ mengharuskan penggunanya untuk memberikan nama asli mereka, tapi banyak yang mengabaikannya. Namun Twitter memiliki cara yang berbeda, khusus untuk public figure yang akunnya sering menjadi sasaran kejahilan pengguna yang tidak bertangungjawab, Twitter memberikan checkmarks berwarna biru untuk menandai atau memverifikasi bahwa akun tersebut adalah benar.
Meskipun begitu, ada banyak alasan mengapa para pengguna enggan untuk mencantumkan nama asli mereka di jejaring sosial. Salah satunya adalah kebebasan untuk berpendapat tanpa rasa takut, bahkan hal ini merupakan alasan utama mereka bergabung dengan jejaring sosial. Dan hal ini pun terjadi kepada para pengguna jejaring social di Cina.
Pada bulan Juli lalu, ketika pemerintah Cina berusaha menahan berita tentang kecelakaan sebuah kereta yang menewasakan sedikitnya 40 orang, Weibo malah menjadi tempat informasi yang tak terkendali bahkan beberapa penggunanya meng-upload beberapa foto kecelakaan tersebut.
Weibo telah membangkitkan kebebasan berpendapat yang dianggap illegal di Cina. Di kota Dalian misalnya, Weibo telah membantu mempertemukan 12.000 orang sebagai protes terhadap sebuah pabrik petrokimia.
Dan baru-baru ini, pemberontakan yang telah terjadi selama empat bulan di Wukan, provinsi Guangdong kembali memanas, polisi setempat pun mengisolasi tempat tersebut. Pada hari Jumat, kata kunci "Wukan" diblokir di search engine dan pesan yang muncul adalah "Berdasarkan peraturan dan kebijakan hukum, hasil pencarian untuk Wukan tidak dapat ditampilkan." Pengguna Weibo pun dilaporkan mengalami hal yang sama.
Aturan baru ini juga secara eksplisit melarang penggunaan microblogging untuk "menghasut pertemuan illegal." [DD]