1

Berdebat Kreatif Pada Acara Bedah Buku Tenun Biru Karya Ugi Agustono J

28 Jan 2013 19:30 2537 Hits 0 Comments Approved by Plimbi
Novel Tenun Biru kembali di bedah Pada hari Jumat 11/1/13 belum lama ini di Fakultas Bahasa dan Sastra UNAS Jakarta. Berbeda dengan bedah buku sebelumnya yang diselenggarakan PT. XL Axiata Desember lalu, kali ini novel karya Ugi Agustono J. ini dibedah pada kalangan akademisi.

Novel Tenun Biru kembali di bedah Pada hari Jumat 11/1/13 belum lama ini di Fakultas Bahasa dan Sastra UNAS Jakarta. Berbeda dengan bedah buku sebelumnya yang diselenggarakan PT. XL Axiata Desember lalu, kali ini novel karya Ugi Agustono J. ini dibedah pada kalangan akademisi. Yang hadir juga mayoritas mahasiswa Fakultas Bahasa dan Sastra Jakarta seperti FIB UI (Universitas Indonesia), UNINDRA (Universitas Indraprasta PGRI), STBA LIA dan Gunadarma. Dan yang membuat bedah buku ini semakin seru adalah pembahasnya.

Pada bedah novel kedua Tenun Biru ini, yang menjadi pembahasnya tidak tanggung-tanggung, Heryus Saputro (wartawan senior dan fotografi profesional) dan Dekan Sastra UNAS, Dr. Wahyu Wibowo. Kritikan-kritikan tajam datang dari Heryus Saputro seputar penggunaan logika bahasa pada novel Tenun Biru. Dia merasa banyak terdapat kesalahan istilah pada kalimat-kalimat yang ditulis pada novel tersebut seperti penggunaan kata ikan untuk pesut di Perairan Mahakam (biasa disebut lumba-lumba air tawar). Karena menurut Heryus lumba-lumba bukan ikan, melainkan mamalia sama seperti paus, anjing laut, singa laut dan mamalia air lainnya.

"Apakah pesut seekor ikan? Bukan! Sebagaimana lumba-lumba air asin, paus, sapi laut ataupun sea-wolf atau anjing laut, pesut adalah mamalia, hewan bertulang punggung seperti manusia.”

Menurut Heryus, ini adalah kesalahan penggunaan kata yang sudah lama terjadi mulai dari sekolah dasar. Ada juga kesalah-kaprahan karena penulis mengatakan biawak ganti kulit, Kalimantan penyumbang pemanasan global terbesar di bumi, bahasa yang "telanjang” dan berbau SARA, dan sebagainya. Namun, beberapa kritikan tersebut bisa dijelaskan oleh penulis.

Menurut penulis, Kalimantan menjadi penyumbang pemanasan global di dunia karena banyaknya lahan yang di tebang secara radikal untuk dijadikan lahan perkebunan tetapi gagal karena tanahnya merupakan tanah gambut. Inilah yang membuat Kalimantan menjadi salah satu penyumbang karbondioksida terbesar di dunia karena kebotakan hutan Kalimantan dibiarkan begitu saja hingga banyak memproduksi karbon dioksida.

"Di Kalimantan itu kebanyakan lahan gambut, dan itu juga yang dibabat buat jadi perkebunan. Ternyata perkebunannya gagal dan dibiarkan gundul seperti itu. Kita tahu, gambut itu penghasil panas, karena itu dia jadi salah satu penyumbang global warming terbesar dunia saat ini.”

Diskusi seperti ini yang dibutuhkan untuk lebih mencerdaskan masyarakat Indonesia. Diskusi yang kreatif dengan dibarengi dalil-dalil keilmuan. Kita menjadi lebih banyak mengetahui yang terkadang sama sekali tidak kita pikirkan.

"Saya senang dengan diskusi kreatif seperti ini, kita jadi lebih banyak tau mengenai hal-hal yang kurang terpikirkan oleh kita sebelumnya”. Kata Dekan Bahasa dan Sastra UNAS ketika mengawali pembahawannya.

Untuk melengkapi atmosfer budaya pada acara ini, beberapa sub dari novel tenun biru dibacakan secara Hikayat Betawi oleh budayawan Yahya Adisaputra. Ini juga sebagai upaya untuk kembali mengangkat budaya betawi di mata anak muda Indonesia. [RIC]

Tags

About The Author

Plimbi Editor 999
Administrator

Plimbi Editor

Plimbi Chief Editor
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel