Anda pasti mendengar mengenai kerusuhan sipil yang terjadi di London, beberapa media juga menyebutkan BBM (BlackBerry Messenger) dan Twitter turut "andil" sebagai sarana pengorganisir masa secara cepat dan berjumlah besar. Media sosial yang banyak dibicarakan ini juga ikut "andil" pada peristiwa kerusuhan di Tunisia, Mesir, dan Yaman.
Sejak kerusuhan Mesir bulan Januari lalu, wacana BIN (Badan Intelijen Negara) untuk mengawasi media sosial mulai mencuat. Kepala BIN, Sutanto, April lalu menyatakan bahwa bila ada sesuatu yang mengancam keamanan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, BIN akan mengkoordinasikannya dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo).
Namun kegiatan pengawasan ini tidak bisa dilakukan sembarangan oleh BIN. Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika, Gatot S Dewabroto, menjelaskan, proses pemantauan dan pengintaian media sosial terhadap akun seseorang tak bisa dilakukan dengan mudah karena regulasi mengatur dengan ketat.
Dasar akan hal ini tertuang pada Undang-Undang Telekomunikasi No 36/1999, pasal 40 dan 42, yang berisi melarang adanya penyadapan informasi apapun kecuali adanya permintaan dari Jaksa Agung dan Kepala Kepolisian RI, atau pihak penyidik. Serta UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), juga mengaturnya secara ketat di pasal 27-35. "Ini harus dilakukan secara rigid, hati-hati, sesuai peraturan, agar benar-benar tidak melanggar hak pribadi seseorang", jelasnya.
Gatot menambahkan, pemantauan terhadap jejaring sosial, secara teknis juga sangat sulit mengingat besarnya trafik pengakses situs jejaring sosial dari Indonesia. "Trafik jejaring sosial di sini per hari bisa mencapai 50-60 juta," ujarnya.
Oleh karena itu pengawasan bisa dilakukan bila memang sudah ada target yang jelas. Upaya itu pun dasarnya harus benar-benar kuat sehingga tidak melanggar hak asasi seseorang. Secara garis besar upaya pemerintah untuk menjaga keamanan dan keutuhan ini dilakukan disertai dengan upaya untuk tidak mengganggu kebebasan masyarakat.
Saat ini undang-undang yang mengatur hal ini, UU Intelijen, masih menghadapi pro dan kontra serta menemui jalan buntu, dan masih berbentuk RUU (Rencana Undang-Undang). Apakah Anda pro atau kontra terhadap UU Intelijeni? Pilihan Paseban limpahkan ke tangan Anda.
Two things for sure dari sudut pandang penggunaan media sosial, satu, memang dari sononya data dan hak akses sudah dimiliki oleh "penguasa", seperti Google dan Apple bisa dengan mudah mengakses akun penggunanya dengan atau tanpa persetujuan mereka, jadi terlalu naif jika menjerit-jerit tidak mengizinkan, padahal sesungguhnya hak akses itu memang ada dan dapat dipergunakan meskipun tidak tertera dalam UU atau peraturan yang memperbolehkan hal tersebut Dua, kenapa kita menjadi paranoid apabila kita menggunakan media sosial bukan untuk tujuan negatif? RY