Mangupura (Bali) – Hidangan olahan daging Hiu bagi sebagian masyarakat Tionghoa yang merayakan Imlek menjadi hidangan special untuk disuguhkan saat perayaan Tahun Baru China. Menyantap ikan hiu utamanya bagian sirip dianggap dapat membuat vitalitas tubuh bertambah dan membuat awet muda. Saat ini Hiu merupakan salah satu speies fauna yang masuk dalam kategori terancam hingga mendekati kepunahan. Berbeda dengan kebanyakan ikan lainnya dalam hal berkembang biak. Hiu dapat lima hingga sepuluh anak dalam rentang waktu tiga tahun. Faktanya mengkonumsi olahan daging ikan Hiu sangat tidak dianjurkan. Sebabnya daging ikan hiu diketahui mengandung kandungan merkuri tinggi.
Sebagai bentuk Edukasi ke Masyarakat luas, organisasi World Wide Fund for Nature (WWF) menggandeng komunitas #SOSharks, komunitas Marine Debries & Marine Debris Guard UNUD, dan komunitas Earth Hour Denpasar mengadakan Talk Show Cerita Konservasi. Kegiatan Talk Show Cerita Konservasi ini diadakan pada hari Sabtu (2/2/2019) di Fountain Stage, Beach Walk Shopping Centre Jalan Raya Pantai Kuta, Badung dari pukul 15.00 s.d 20.00 wita. Beberapa pembicara dihadirkan dalam agenda Talk Show kali ini diantaranya Riyanni Djangkaru (Komunitas Savesharks Indonesia0, Ranny R Yuneni ( Sharks Conservation Officer, WWF Indonesia), Dominique Diyose (Mother, Model Enviromentalist), dan Flora Christin (Indonesia Female Competitive Longboard Surfer).
Cerita Konservasi kali ini mengangkat Tema “ Hiu Di Laut, Bukan Di Menu†dengan kampanye disocial media #ImlekBebasHiu. Berbagai komunitas anak muda nampak hadir dalam agenda Talk Show Cerita Konservasi seperti dari BPSPL Denpasar, Komunitas Bring Your Tumbler, Himasila FKP UNUD, Himmaspera FKP UNUD,UKM Wushu Udayana, Mahasiswa Universitas udayana, Mahasiswa Universitas Marmadewa, dan para pegiat lingkungan.
Menurut Riyani Djangkaru, mantan Host acara petualangan di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia ini mengungkapkan bahwa untuk konservasi ikan hiu agar tidak disantap merupakan tanggung jawab bersama. Bukan hanya dirinya sebagai seorang jurnalis, namun seluruh masyarakat Indonesia perlu dilibatkan.
“Peran serta untuk melestarikan keberadaan hiu  merupakan kesadaran kolektif dan pemerintah perlu gencar mengedukasi masyarakat melalui undang-undang†ungkapnya
Beda cerita dengan Flora yang seorang atlet Surfing. Sebagai seorang professional Surfer, ia berujar bahwa ikan hiu bukanlah ancaman baginya.
“Hiu jahat hanya ada di film-film saja, hiu tidak makan daging manusia melainkan hanya memakan ikan-ikan kecil†pungkasnya.
Flora mengedukasi masyarakat agar tidak mengkonsumsi hiu melalui social media.Social media dianggap cara yang cepat untuk membuat masyarakat lebih sadar untuk tidak menagkap hiu untuk santapan.
Sementara itu Rani sebagai peneliti Hiu, membuat simulasi segitiga permintaan pasaryang terdiri dari nelayan, pengepul ikan, chef dan terakhir konsumen. Segitiga ini menjelaskan bahwa untuk menghentikan konsumsi ikan hiu dimulai dari konsumen.
“Jika nggak ada permintaan dari konsumen untuk menyantap olahan ikan hiu, hiu tidak akan ditangkap .No demans, No Supply†tegasnya.
Sedangkan Dominique Diyose yang seorang keturuna Tionghoa mengaku tidak pernah mengkonsumsi olahan daging Hiu. Ia bertutur bahwa menyantap daging hiu hanya dilakukan keluarga Tionghoa yang berkantong tebal.
“ Saat merayakan Imlek, kami tidak mengkonsumsi daging ikan hiu karena harganya yang mahal dan hanya kalangan berada saja yang bisa menyantap. Kebetulan saya bukan tergolong keluarga yang berada†pungkasnya secara jujur.
Talk Show Cerita Konservasi pun diramaikan dengan demo masak menu ramah lingkungan dari Chef Arbi, Lukis Wajah Senyum Hiu, Lomba Gambar Hiu Bebas di Lautan, dan Pameran foto potret Hiu di Indonesia.
Â