BANDUNG,- 11-10-2018Â Tim Investigasi KPKGS bersama pakar arkeologi Dr.Lutfy Lutfi Yondri dan Prof. Nina Herlina Lubis, Prof. Jakoeb Sumadjo Deddy Effendie Tjajapernama gardenia asy syifa , Dr. Cahya Hedi, Antropologi budayaÂ
Â
Diambil dari Lampiran Tesis Ani Suhartini UPIÂ
Catatan Dr.Lutfy Lutfi Yondri 2015
Â
TIM INVESTIGASI: KPKGS ( Kmunitas Pecinta Kabuyutan Gunung Sanghyang)
Â
Gunung Sangiang adalah hamparan batuan sedimen dengan volume sangat besar yang membentuk bukit yang menghampar dengan orientasi punggungan utara selatan. Pada sisi sebelah selatan punggungan menyempit sehingga membentuk dinding yang cukup curam. Secara astronomi, puncak Gunung Sangiang berada pada koordinat 06°59'24" LS dan 107°57'56" BT dengan ketinggian 896 MdPL. Secara administratif Gunung Sangiang termasuk dalam Kampung Cileunca, Desa Ciwangi, Kecamatan Balubur Limbangan, Kabupaten Garut. Pada bagian atas Gunung Sangiang terdapat berbagai tanaman perdu dan pohon-pohon kayu, sedangkan dasar Gunung Sangiang terdiri dari batuan sedimen.Â
  Â
Â
Lansekap Gunung Sangiang dan sekitarnya
Penamaan Gunung Sangiang sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara ilmiah. Namun, menurut sumber tradisi, kata Sangiang berasal dari kata Sang Hyang.Dalam salah satu versi dikatakan bahwa Gunung Sangiang erat kaitannya dengan kisah Prabu Siliwangi. Tempat ini diyakini sebagai tempat beristirahat ketika beliau sedang melakukan perjalanan jauh. Dalam versi lainnya dikatakan bahwa konon, tempat ini merupakan pertapaan dan pemujaan siluman ular, sehingga muncul kepercayaan bahwa Gunung Sangiang, khususnya sisi sebelah belakang serupakan sebuah kerajaan ular, dan bagi orang yang memuja ke tempat ini diyakini bisa mendapatkankan kekayaan berlimpah. Cerita ini dikaitkan dengan keberadaan dua bongkahan batu yang disebut Batu Belah, yang berada di sisi sebelah selatan pada bagian datar Gunung Sangiang. Batu belah ini merupakan tempat bertapa bagi orang-orang yang melakukan ritual pesugihan.Oleh karena itu, lokasi tersebut sebagian orang masih mengkeramatkannya dan juga sering diziarahi. (Wawancara dengan Juhria, 80 tahun, Kuncen Batu Goong pada tanggal 7 Juni 2015).
Sebelum menuju puncak Gunung Sangiang, terdapat aliran sungai Ciherang. Menurut sumber tradisi, airnya berkhasiat untuk menjadikan seseorang awet muda dan mencapai berbagai keinginan jika digunakan untuk mandi dan meminumnya. Aliran sungai Ciherang ini terus mengalir ke kampung Poronggol, tempat Batu Goong, dan mengalir juga ke Curug Wangi, sebuah tempat yang dipercaya sebagai tempat pemandian para raja atau para mahluk halus (Wawancara dengan Ani, pada tanggal 7 Juni 2015).
Untuk mencapai puncak Gunung Sangiang, dari Kampung Cileunca hanya dapat ditempuh dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan ini tidak ditemukan adanya tinggalan artefaktual. Namun, sebelum mencapai puncak Gunung Sangiang, pada sebuah tebing terdapat celah batu (monolit) yang disebut pertapaan oleh masyarakat setempat.
Selain itu, pada bagian puncak Gunung Sangiang terdapat dua kelompok tinggalan yang terbuat dari susunan bongkahan batu andesit, yang kemudian dalam pemerian ini disebut Sangiang 1 dan 2.
Sangiang 1, berbentuk susunan batu yang terletak di puncak Gunung Sangiang, terdiri dari dua bongkahan batu andesit yang saling berdampingan. Batu pertama berbentuk agak persegi, berukuran panjang 55 cm, lebar 40 cm, dan tebal 30 cm. Sementara itu, batu kedua berukuran panjang 40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 33 cm. Dari bentuk dan susunan keletakan kedua batu itu, agak sulit untuk dinyatakan sebagai bentuk makam. Akan tetapi penyebutakan makam untuk kedua batu tersebut bisa saja terjadi karena makam kadang tidak selalu dibuat
 dalam satu susunan yang lengkap yang terdiri dari jirat dan nisan.
Formasi Batu Sangiang 1 dan Batu Sangiang 2
Â
Sangiang 2 terletak lebih kurang 10 m dari fitur makam yang pertama. Dari segi bentuk dan susunan batuan pembentuk fitur makam, pada struktur yang kedua lebih terlihat dengan jelas. Fitur makam kedua terdiri dari beberapa bongkahan batu andesit berbentuk persegi panjang, dengan panjang struktur 1 m, lebar 65 cm, berorientasi barat laut–tenggara. Batu dengan ukuran yang lebih besar yang berfungsi sebagai nisan berada pada sisi tenggara.Â
Â
Dok Foto: Ani Suhartini/ Deudeuh Art