Ribuan massa berkumpul di Lapangan Merdeka Sukabumi pada Sabtu Pagi, 7 April 2018 . Massa yang datang dari berbagai elemen masyarakat ini membubuhkan tandatangan pada kain berukuran 15 meter sebagai bentuk dorongan pada pemerintah agar KH Ahmad Sanusi segera dianugerahi sebagai pahlawan nasional.
Tidak hanya masyarakat, sejumlah tokoh kota Sukabumi, unsur petinggi kepolisian, unsur pemerintah dan ulama juga nampak hadir digelaran yang didahului dengan pertunjukkan pencak silat dari perguruan silat pesantren Al Fath Sukabumi. Nampak juga perwakilan dari Yayasan Wiranatakusumah, Moely Wiranatakusumah dilokasi aksi ini.
"Kami datang kesini untuk memberikan dukungan tertulis agar KH Ahmad Sanusi ini segera dianugerahi gelar kepahlawanan nasional. Kemerdekaan bangsa ini juga tidak terlepas dari perjuangan para ulama seperti beliau," kata Moely.
Sementara itu, K.H Fajar Laksana, inisiator aksi ini menyebut, masyarakat dan ulama Sukabumi telah melalui proses panjang untuk memperjuangkan ulama besar K.H Ahmad Sanusi sebagai pahlawan nasional.
"Ini bukan secara tiba - tiba. Kami masyarakat dan ulama Sukabumi telah melalui proses yang sangat panjang. Sudah waktunya lah K.H Ahmad Sanusi dianugerahi gelar kepahlawanan nasional. Semua kajian dari sejarawan juga sudah membuktikan bahwa K.H Ahmad Sanusi tidak sedikit melakukan sumbangsih pada bangsa ini," tutur Fajar.
Ahmad Sanusi atau dikenal dengan sebutan Kiai Haji Ahmad Sanusi atau Ajengan Genteng (lahir 18 September 1889 di Desa Cantayan, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi – meninggal tahun 1950 di Sukabumi pada umur 61 tahun) adalah tokoh Sarekat Islam dan pendiri Al-Ittahadul Islamiyah (AII), sebuah organisasi di bidang pendidikan dan ekonomi.Â
Pada awal Pemerintahan Jepang, AII dibubarkan dan secara diam-diam ia mendirikan Persatuan Umat Islam Indonesia (PUII). Ia juga pendiri Pondok Pesantren Syamsul Ulum, Sukabumi. Selain itu, Kiai Sanusi juga pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tahun 1945.
Kiai Sanusi adalah putera dari Ajengan Haji Abdurrahim bin Yasin, pengasuh Pesantren Cantayan di Sukabumi. Sebagai putera seorang ajengan (kiai), ia telah belajar ilmu-ilmu keislaman sejak ia masih kanak-kanak, selain ia juga banyak belajar dari para Santri Senior|senior di pesantren ayahnya.
Menginjak usia dewasa, Kiai Sanusi mulai mengaji di beberapa pesantren di Jawa Barat. Pada usia 20 tahun, ia menikah dengan Siti Juwariyah binti Haji Afandi yang berasal dari Kebon Pedes, Baros, Sukabumi. Setelah menikah, ia dikirim ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu-ilmu keislaman. Ia belajar di Mekah selama tujuh tahun. Disana Kiai Sanusi mendapat gelar imam besar Masjidil Haram. ia berguru kepada ulama-ulama terkenal, khususnya dari kalangan al-Jawi (Melayu).
Pada tahun 1915, sepulang belajar dari Mekah, Kiai Sanusi kembali ke Indonesia untuk membantu ayahnya mengajar di Pesantren Cantayan. Setelah tiga tahun membantu ayahnya, ia mulai merintis pembangunan pondok pesantrennya sendiri yang terletak di Kampung Genteng, sebelah utara desa Cantayan, sehingga ia kemudian dikenal dengan sebutan Ajengan Genteng. Pesantrennya tersebut ia beri nama Pondok Pesantren Syamsul Ulum.
Ketika belajar di Mekah, Kiai Sanusi telah mengenal ide-ide pembaharuan dari Syeikh Muhammad ‘Abduh, Syeikh Muhammad Rasyid Ridla, dan Jamaluddin al-Afghani, melalui buku-buku dan majalah aliran pembaharuan di Mesir, sehingga pengaruh tersebut menjadikannya ulama pembaharu ketika pulang ke Indonesia. Namun demikian, ia tetap tidak meninggalkan mahzabnya, ia tetap mengikuti mazhab Syafi’i sebagaimana yang dilakukan kedua gurunya, Syeikh Ahmad Khatib dan Syeikh Mukhtar at-Tarid. Bahkan dalam bidang ilmu fikih yang juga merupakan keahliannya, Kiai Sanusi terkenal sangat kritis terhadap dalam menentukan hukum Islam.
Dalam bidang ilmu al-Qur’an, Kiai Sanusi berpendapat bahwa terdapat empat kategori hukum dalam al-Qur’an, yaitu Berkaitan dengan keimanan dan kebebasan beragama dalam memilih dan menjalankan ketentuan-ketentuan agama, Berkaitan dengan rumah tangga dan pergaulannya seperti pernikahan dan perceraian, keturunan dan kewarisan, Berkaitan dengan prinsip kerjasama antarsesama umat manusia seperti jual-beli, sewa-menyewa, gadai dan lain-lain dan berkaitan dengan pemeliharaan kehidupan, yaitu berupa peraturan pidana dan perdata untuk menghukum di antara sesama manusia yang melakukan kesalahan.
Kanzur ar-Rahmah wa Luth fi Tafsir Surah al-Kahfi, Tajrij Qulub al-Mu’minin fi Tafsir Surah Yasin, Kasyf as-Sa’adah fi Tafsir Surah Waqi’ah, Hidayah Qulub as Shibyan fi Fadlail Surah Tabarak al-Mulk min al-Qur’an, Kasyf adz-Dzunnun fi Tafsir Layamassuhu ilaa al-Muthahharun adalah sejumlah karya Kyai ini dibidang tafsir. Dalam Bidang ilmu fikih, K.H Ahmad Sanusi juga dengan karyanya Tahdzir al-‘Awam fi Mufiariyat Cahaya Islam, Al-Mufhamat fi Daf’I al-Khayalat, At-Tanbih al-Mahir fi al-Mukhalith dan masih banyak lagi. Sedang dibidang tasawuf Kyai sohor ini juga dikenal dengan karyanya Mathla’ul al-Anwar fi Fadhilah al-Istighfar, Al-Tamsyiyah al-Islam fi Manaqib al-Aimmah, Fakh al-Albab fi Manaqib Quthub al-Aqthabdan. Tidak hanya tafsir, tasawuf dan fiqih, karya KH Ahmad Sanusi juga dikenal dengan bidang kalam Miftah al-Jannah fi Bayan ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, Tauhid al-Muslimin wa ‘Aqaid al-Mu’minin, Alu’lu an-Nadhid dan sederet karya kalam lain.