Tak banyak perbedaan antara anak down syndome dengan anak reguler lainnya. Mereka hanya memiliki keterbatasan dan keterlambatan dalam hal intelektual selebihnya sama. Down syndrome bukan penyakit dan bukan juga akibat keturunan.
Demikian menurut anggota Persatuan Orang Tua dengan Anak Down Syndrome (POTADS) Kota Bandung Rina Niawati di Media Lounge Balai Kota Bandung, Selasa (6/3).
Dijelaskan, down syndrome adalah kelainan genetik pada kromosom 21 yang menyebabkan perbedaan fisik maupun kemampuan intelektual pada manusia. Perbedaan ini dapat dideteksi sejak usia 2,5 bulan di dalam kandungan.
"Secara fisik anak down syndrome memang berbeda, wajahnya hampir sama, maka banyak disebut dengan anak seribu wajah," ucap Rina.
Secara intelektual, anak down syndrome pun memiliki keterlambatan. Tapi mereka memiliki kemampuan lain yang juga tak kalah dengan anak reguler lainnya.
"Secara fisik mereka kuat. Kalau olahraga atau kesenian mereka bagus, karena mereka sangat teliti. Bagusnya disitu. Tak heran, banyak anak down syndrome yang memiliki bakat di dalam olahraga atau berkesenian,â€Â kata Rina.
Hanya saja, Rina masih memiliki kekhawatiran ketika anak-anak down syndrome diberi stigma negatif oleh masyarakat. Rina menuturkan, banyak orang yang merasa takut berdekatan dengan anaknya.
"Orang mengira takut galak, takut gigit, dan semacamnya. Padahal tidak. Mereka lucu kok, mereka baik," ujarnya.
Oleh karena itu, ia bersama komunitas POTADS Kota Bandung akan menggelar acara untuk memberikan kesadaran, informasi, dan sosialisasi kepada masyarakat tentang down syndrome. Kegiatan peringatan Hari Down Syndrome Sedunia itu akan dilaksanakan pada 25 Maret 2018 di Parkir Barat Gedung Sate, Jalan Diponegoro Kota Bandung.
Di sana, komunitas yang berdiri sejak 2012 itu akan menghadirkan 650 anak Down Syndrome se-Jawa Barat untuk menghilangkan stigma negatif masyarakat terhadap down syndrome. Akan hadir pula para praktisi kesehatan, terapis, dokter, dan masyarakat umum.
"Perlu ditekankan, down syndrome itu bukan penyakit, bukan pula akibat keturunan. Ini bisa terjadi pada siapa saja yang Tuhan kehendaki," ungkapnya.
Semenjak lahir, anak down syndrome harus diberi penanganan secara intensif. Pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh harus dilakukan untuk mendeteksi apakah ada kelainan pada organ lainnya, terutama jantung. Sebab, 30% penyandang down syndrome memiliki gangguan pada jantungnya.
"Jadi ketika lahir, hal pertama yang harus dilakukan adalah ke dokter anak, lebih bagus kalau ke spesialis tumbuh kembang anak. Setelah itu, mereka diberi terapi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing," jelasnya.
Bagi para orang tua, Rina menyarankan agar bergabung dengan komunitas para orang tua dengan anak down syndrome. Di sana, setiap saat para anggota bisa saling berbagi pengalaman, informasi, dan saling menguatkan satu sama lain.
Komunitas ini juga menyediakan hotline yang bisa dihubungi selama 24 jam jika sewaktu-waktu ada situasi darurat dan membutuhkan bantuan. Hotline itu bisa diakses di 088218807018. Komunitas ini juga membuka komunikasi melalui media sosial instagram dan twitter di @pikpotadsbdg.
"Kami selalu menekankan bahwa anak down syndrome itu tidak boleh dihakimi, tapi diberi kesempatan karena mereka punya kemampuan. Mereka bisa melakukan apapun sama seperti kita, hanya memang lebih lambat saja," tutupnya.