SEBUAH bukit menjulang di kawasan Kademangan Setu Kota Tangerang Selatan. Namun jangan harap dari bukit itu tercium aroma kesegarannya layaknya bukit-bukit lain yang dilengkapi dengan aneka pepohonan hijau. Sebab, bukit yang satu ini adalah bukit sampah yang berada di Tempat Penampungan Akhir (TPA) sampah Cipeucang. Yang tercium adalah bau busuk menyengat.Â
Tinggi bukit ini mencapai 15 meter. Awalnya, kawasan ini rata tanah. Namun setiap hari, lalu lalang truk dan mobil-mobil pikap membuang sampah di TPA ini. sampah itulah yang dihasilkan warga Kota Tangerang Selatan. Dalam sehari, volume sampah yang dibuang di TPA ini mencapai 800 ton atau  sekitar 3.600 meter kubik.Â
Tak perlu menunggu waktu lama, terbentuklah bukit ini. bukit sampah. Pengelola di sana menyebutnya landfill 1. Saking sudah tingginya, kini landfill 1 ini sudah tidak difungsikan lagi. Kini bukit ini ditanami ubi jalar untuk menghijaukannya. Namun bukan berarti bau sampah hilang begitu saja.Â
Pengelola pun membagun landfill 2 yang lokasinya tak jauh dari yang pertama. Tapi menurut Ipul, salah satu pengelola, landfill 2 pun kini sudah mulai menjadi bukit sampah baru yang tingginya hampir menyamai landfill 1.Â
Munculnya bukit-bukit sampah inilah yang berulang kali diprotes warga setempat. Baunya yang menyengat kemana-mana. Apalagi jika hujan usai turun. Mereka merasa sudah tidak betah lagi tinggal di sekitar TPA Cipeucang. Beberapa warung makanan pun terpaksa ditutup karena sepi pembeli akibat bau busuk sampah.Â
Sementara, setiap hari lalu lalang truk masih terus membuang sampah di TPA seluas 5 hektare ini. Tercatat, ada 76 truk dan mobil pikap yang beroperasi. Dalam sehari, satu truk bisa membuat 4 rit sampah di TPA ini. Tingginya volume sampah inilah yang membuat truk-truk dan mobil pikap sampah tiada henti untuk mengangkut sampah setiap harinya. Bahkan, untuk sekadar membuang sampah, mereka rela antre berjam-jam menunggu giliran.Â
Namun di sisi lain, sampah TPA Cipeucang juga mendatangkan berkah bagi pemulung. Setiap hari, mereka mencari dan mengumpulkan sampah yang masih bernilai ekonomi. Saat ini, jumlah pemulung di TPA tersebut mencapai 100-an orang.Â
Dalam seminggu, satu pemulung di sini bisa mendapatkan penghasilan Rp800 ribu. Jika dikalkulasi, maka dalam sebulan mereka bisa mendapat Rp3,2 juta. Jumlah ini setara dengan UMK (upah minimum kota) Tangsel.Â
Para pemulung ini mencari sampah yang punya nilai jual seperti plastik sisa kemasan air mineral, alumunium, besi dan lainnya. Biasanya, mereka berkerumun di bawah eskavator yang mengambil sampah dari truk pengangkut sampah. Begitu sampah diturunkan di atas gunungan sampah, mereka dengan cepat memilah sampah-sampah plastik ini. Meski setiap hari mereka harus berhadapan dengan sampah-sampah yang baunya sangat menyengat dan membuat tidak nyaman, namun mereka mengaku mendapat berkah dari sampah di TPA ini.