Mengawali catatan pendek nan sederhana, tidak terlalu penting ini saya ingin mengucapkan salam pandawa 5 (lima). Ya, pandawa lima sebutan yang sedikit elegan barangkali untuk persahabatan kami. Pertama, izinkan saya mengulas kepiawaian sosok Riyan Hidayat. Orang seperti dia ditakdirkan sebagai penyandang status jomblo naas nomor satu. Komitmennya yang menggila, akhirnya memutuskan untuk tak berpacaran hingga kini ia bergulat di bidang keagamaan (pondok pesantren).
Riyan, sapaan akrabnya. Ia memiliki pendirian yang angkuh, meski kadang bikin eneg tuh orang (peace yan). Hehe. Cuek sama perempuan, eh di belakang aktor pemicu gosip soal cewek. (cemen loe brow), kayak pemuja rahasianya Sheila on7 aje. Riyan memang orangnya selain rajin juga ulat, #eh ulet maksud saya. Orientasi yang ia kembangkan kini nyaris jarang diminati oleh anak muda kampung Cirambeng di mana saya terlahir. Begitu bangga memiliki sahabat seperti dia, aset yang berharga sebagai tonggak tradisi pesantren model kampung plosok yang satu ini. Harapan besar saya, pulanglah kau ke kampung tempat dimana kau dibesarkan sahabatku. Sekelumit peradaban yang tengah dipertaruhkan amat membutuhkan sosok seperti kamu, jadilah penopang kemajuan pesantren di kampung tercinta kita.
Kedua, sebelum beranjak pada sahabat yang kerap berselisih pendapat (Wahid Budiman) ini. Saya ingin memperkenalkan sosok membosankan kalau sekedar dikenal, Heri Maulana. Ia kerap melakukan hal konyol, dan mesti melibatkan saya. ataupun sebaliknya, memang saya dan Heri dua dari lima persahabatan yang paling konyol dan pembuat rusuh tapi mengasyikan sepanjang perjalanan menghitung langkah di bawah terik matahari dengan jarak tempuh hingga 12 kilo meter guna menimba ilmu di Desa Tetangga. Kami terlahir tak begitu istimewa tapi selalu ingin istimewa (nyaman di saat berjalan kaki sepanjang pinggiran sawah). Upaya yang kami lakukan ya dengan kekonyolan itulah.
Perbuatan konyol cukup mengesankan, kala itu bertepatan dengan bulan suci ramadhan. Mungkin orang akan menganggap wajar jika orang selalu mendekati hal-hal yang menggairahkan hasrat seseorang, seharian menahan dahaga. Tak sengaja, di gubuk pinggir jalan terlihat air dalam guci kecil. Bergegas kami menghampirinya, nyaris kami menegunya. Untung saja dibully ketiga pandawa. Ya itulah istimewanya, mengais ilmu juga tetap mempertahankan rutinitas tahunan.
Ketiga, Wahid Budiman. Ia sosok yang bawel, crewet, ngeyel. Paling demen selisih pendapat, meski sering mengundang emosi tapi asyik juga. Emosi yang berapi-api selalu kami luapkan dengan becandaan. Asyik sih asyik, tapi tetap aja peringkat tiga status jomblo naas boss. Bilangnya banyak gebetan, satu pun kagak berhasil noh. Hehe. Seneng juga, akhirnya, orang yang demen ngeyel kesampean juga tuh Advokat (meski masih menunggu sumpah). Sukses kawan. Kini kau punya dasar atau payung hukum jikalau suatu saat nanti ingin kau gugat seberapa banyak cewek yang menolakmu. Haha, (peace).
Keempat, bangga, rasa haru menggebu. Untuk siapa lagi kalau bukan teruntuk sahabatku Jumaeri. Ia tampak elegan, sampai ia tolak beberapa cewek yang menaruh hati sama die (semoga bukan sekedar klaim). Cukup membuktikan, satu dari kelima persahabatan kami ia menikah lebih awal. Tentu ini predikat tertinggi, ia sudah teruji dari penobatannya sebagai jomblo naas peringkat keempat.
Ingat sahabat-sahabatku. Perjuangan dan pergerakan menjadi keseharian kita. Disini kita belajar untuk hidup berkualitas. Karena hidup itu selalu dihadapkan dengan konsekuensi, maka selayaknya kita tetap belajar dari konsekuensi kita kenapa terlahir dan hidup. semoga Tuhan memberi kesempatan mengemas seberapa penting hidup kita untuk dijadikan kontribusi bagi masa depan kita dan keluarga kita nanti.
Harapan tak selalu bentuk kebebasan, tapi harapan mengandung arti perubahan personal kita. Semoga harapan itu menjadi nyata atas penghormatan, karena tekad dan keyakinan yang kuat mengakui bahwa hidup adalah sejarah.