Jakarta – Menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 2013, Menteri Pemuda dan Olahraga Bp. KRMT Roy Suryo bersama sejumlah pengurus Purna Paskibraka Indonesia, pembina dan pelatih Paskibraka 2013 mengunjungi rumah kediaman dan makam almarhum H. Husein Mutahar pada Senin (5/8). Kunjungan ini merupakan bentuk penghormatan bangsa Indonesia terhadap jasa beliau sebagai pendiri Paskibraka di Indonesia. Dari gagasan yang dimilikinya, Paskibraka kini berkembang menjadi kebanggaan bangsa karena mencerminkan rasa cinta tanah air melalui pengibaran dan penurunan bendera merah-putih oleh remaja-remaja terbaik dari 33 provinsi setiap tanggal 17 Agustus.
H.Husein Mutahar lahir di Semarang, Jawa Tengah, 5 Agustus 1916 dan meninggal di Jakarta pada 9 Juni 2004 dalam usia 87 tahun, Beliau di makamkan di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan. Selain pendiri Paskibraka, jasa-jasa beliau yang sangat besar adalah sebagai seorang komponis musik Indonesia, terutama untuk kategori lagu kebangsaan dan anak-anak. Beberapa lagu kebangsaan yang lahir darinya antara lain himne Syukur (diperkenalkan Januari 1945) dan mars Hari Merdeka (1946). Bahkan karya terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku, menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia.
“Sesuai yang pernah diucapkan oleh Bung Karno, bangsa yang besar merupakan bangsa yang menghormati jasa pahlawannya. Dan jasa yang diberikan Pak Mutahar terhadap perkembangan Paskibraka akan hidup sepanjang masa di negeri ini,” ujar Menpora KRMT Roy Suryo. “Tidak banyak negara yang memiliki tradisi yang membanggakan dalam mewujudkan rasa cinta tanah air seperti Paskibraka pada perayaan hari kemerdekaannya. Setiap tahun setidaknya ratusan juta masyarakat menyaksikan puluhan remaja terpilih dari 33 propinsi mengibarkan dan menurunkan bendera merah-putih di hari kemerdekaan, 17 Agustus,”pungkasnya.
Paskibraka sendiri memiliki sejarah yang panjang. Presiden Soekarno memberi tugas pertama kali kepada Mayor (L) Hussein Mutahar untuk mempersiapkan dan memimpin ucapara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1946 di halaman Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta. Mayor (L) Hussein Mutahar menunjuk lima pemuda yang terdiri dari tiga putri dan dua putra. Jumlah lima orang merupakan simbol Pancasila.
Ada kejadian yang mengharukan pada tanggal 19 Desember 1948. Saat itu Belanda melancarkan agresinya yang kedua yang menyebabkan Presiden, wakil presiden dan beberapa pejabat tinggi Indonesia akhirnya ditawan Belanda. Pada situasi genting saat Istana Presiden Gedung Agung Yogyakarta dikepung Belanda, Presiden Soekarno memanggil Mayor M. Husein Mutahar untuk menyelamatkan bendera pusaka. Penyelamatan bendera pusaka ini merupakan salah satu jasa terbesar yang diberikan kepada bangsa ini.
Karir beliau berikutnya berturut-turut menjadi Direktur Jenderal Urusan Pemuda dan Pramuka (Dirjen Udaka) di Departemen Pendidikan & Kebudayaan (P&K), Duta Besar Vatikan, Direktur Jenderal Protokoler dan Konsuler dan terakhir sebagai Irjen di Departemen Luar Negeri. Mayor (L) Hussein Mutahar mewujudkan cikal bakal latihan kepemudaan dengan nama "Latihan Pandu Ibu Indonesia BerPancasila". Latihan sempat diujicoba dua kali, tahun 1966 dan 1967.
Negara memberikan Tanda Kehormatan Negara Bintang Mahaputera atas jasanya menyelamatkan Bendera Pusaka Merah Putih dan juga memiliki Bintang Gerilya atas jasanya ikut berperang gerilya pada tahun 1948 – 1949.
***
Untuk keterangan lebih lanjut silakan menghubungi:
Anna Hadiana
Media Center
0812 9098565
E-mail: anna.hadiana@yahoo.co.id