Ada satu air terjun atau curug dalam Bahasa Sunda yang tengah mendapat sorotan beberapa tahun belakangan ini. Curug tersebut terletak di kawasan cekungan Bandung, tepatnya di Kampung Manglid, Kecamatan Rongga, Kabupaten Bandung Barat. Ya, Curug Malela menjadi eksotika baru tatar Sunda, khususnya untuk kawasan Bandung. Popularitas Malela dibangun berkat sebutan "Niagara Mini" yang disematkan kepadanya. Sayang, hal tersebut tidak menambah pesona alam yang berada di sekitarnya, termasuk sarana dan prasarana di dalamnya. Air terjun yang memiliki tinggi sekitar 70 meter dan lebar 60 meter ini menjadi salah satu tujuan petualangan baru (untuk tidak menyebutnya sebagai wisata) bagi para backpacker ataupun penggiat alam bebas lainnya. Budi Brahmantyo, Koordinator Kelompok Riset Cekungan Bandung, pernah menulis opini di koran Pikiran Rakyat tahun 2009 silam, "jangan ke Curug Malela jika Anda ingin berwisata."
Hal tersebutlah yang menjadi kesan pertama tim Plimbi saat melakukan perjalanan ke Curug Malela. Tim mengawali keberangkatan dari Kota Cimahi. Ada beberapa akses yang dapat ditempuh untuk mencapai Malela, dan jalur Gunung Halu menjadi yang terdekat. Tim melalui jalur Batujajar, Cililin, Sindangkerta, Bunijaya, dan Rongga (kawasan dimana Curug Malela berada). Perjalanan sendiri ditempuh dalam waktu sekitar dua setengah jam. Bentangan alam tanah Parahyangan memberikan kesan indah yang menawan. Jalanan teraspal dengan baik sepanjang perjalanan dari Cimahi hingga Gunung Halu. Tapi, setelah melewati lanskap pertama perkebunan teh, tim mulai menemui ruas-ruas jalan yang tak terawat. Dengan intensitas hujan yang masih tinggi, tak ayal lapisan aspal jalan menjadi rusak dan berlubang. Belum lagi jumlah kendaraan yang tinggi setiap harinya pun sepertinya menyumbang kerusakan jalan.
Belum adanya transportasi langsung yang dapat ditempuh menuju curug menjadi kesulitan tersendiri. Oleh sebab itu bagi Anda yang hendak mengunjungi Curug Malela, disarankan untuk menggunakan kendaraan pribadi. Tapi, bukan berarti tidak ada opsi lain menuju ke sana. Dari Bandung, Anda bisa menumpang mini bus, atau kerap disebut "elf" oleh orang masyarakat sekitar dengan ongkos sekitar Rp 15.000 hingga Kecamatan Bunijaya. Dari sana Anda masih harus melakukan perjalanan sekitar 10 km dengan keadaan jalan yang buruk.
Untuk mencapai Malela, Anda bisa menyewa angkutan ojeg dengan kisaran harga yang cukup mahal, yakni Rp 50.000 - 80.000 sekali jalan. Tarif tersebut memang dirasa wajar karena kualitas jalan yang sangat buruk untuk sampai hingga ke gerbang Curug Malela. Tim Plimbi pun memaksakan diri untuk menggunakan kendaraan sepeda motor pribadi untuk mencapainya. Dan ada banyak kesulitan yang harus ditempuh. Jika musim hujan tiba, keadaan jalan yang berbatu dan berlumpur akan sangat melelahkan. Oleh sebab itu diperlukan stamina pengendara dan kondisi motor yang prima untuk melaluinya.
Mungkin hal itulah yang dirasakan oleh Bram Brahmatyo dan petualangan lainnya. Akses jalan yang buruk, dan fasilitas yang tidak digunakan dan terawat maksimal membuat Curug Malela tidak direkomendasikan untuk kegiatan wisata. Memang beberapa saran dan prasarana penunjang seperti pos, tempat istirahat dan toilet telah berdiri di dalam area. Namun, perawatan dan penggunaanya tidak dilakukan secara maksimal. Bahkan, ketika tim tiba bangunan-bangunan yang berdiri di dalamnya terlihat kotor dan tak terawat. Dari gerbang, tim berjalan sekitar 1 km lagi untuk tiba di bibir curug. Setengah perjalanan pertama tim disuguhkan jalur perjalanan yang telah dibuat dengan baik. Namun, setelahnya tim menemui jalanan curam dan setapak yang jika musim hujan datang akan menjadi sulit untuk dilewati. Namun, dari jauh tim dapat melihat kemegahan Niagara Kecil tersebut. Sayangnya, saat tim Plimbi datang, beberapa hari sebelumnya cuaca Bandung sedang diguyur hujan. Maka, tumpahan air dari aliran Sungai Cicurug tersebut tampak bercampur dengan lumpur.
Setelah sampai di depan bibir curug, tim langsung memeriksa jangkauan sinyal operator seluler. Sinyal Indosat bekerja dengan cukup baik. Oleh sebab itu Anda masih dapat berkomunikasi ataupun melakukan kegiatan multimedia lainnya melalui perangkat ponsel. Setelah mengabadikan beberapa momen menggunakan kamera, tim pun bergegas kembali. Karena keadaan saat itu sedang mendung, dan sisa hujan satu malam sebelumnya masih terasa, perjalanan kembali menuju gerbang terasa sangat menguras tenaga. Setelah satu tempat istirahat, tim beristirahat di peristirahatan kedua. Di sana telah berdiri warung sederhana yang menjual minuman dan makanan ringan. Selain itu ada pula fasilitas seperti toilet dan pos. Sayang, seluruh fasilitas di sana terlihat mati dan tak terawat. Sang penjaga warung pun mengatakan bahwa sejak bangunan tersebut didirikan, tak ada satupun dari bangun tersebut yang pernah digunakan. Dari warung, tim bisa menyaksikan keindahan Curug Malela. Saat ditanyakan terkait penggunaan operator seluler yang digunakan, ibu tersebut menjawab bahwa dirinya menggunakan layanan kartu As dari Telkomsel. Menurut perempuan yang tinggal di Kampung Manglid ini, sinyal Telkomsel tertangkap dengan sangat baik di kawasan tersebut.
Selain keindahan alam, dan buruknya perhatian pemerintah Bandung Barat dalam mengelola fasilitas menuju Curug Malela, kebiasaan pengunjung membuang sampah sembarangan masih menjadi paradoks sistem pengelolaan wisata pada umumnya. Sementara, jarak tempuh yang semakin berat berkat akses jalan yang buruk kerapkali menjadi penghalang pengunjung untuk kembali lagi ke Niagara Kecil ini. Ada beberapa alternatif lain yang dapat Anda tempuh untuk mengunjungi Curug Malela. Dari Jakarta, Anda dapat memilih jalur Purwakarta, Padalarang, Cililin, Gunung Halu. Atau Jakarta, Cianjur, Rajamandala, Saguling, Cicadas. Ada beragam jalur yang dapat ditempuh, termasuk melalui jalur Soreang, Kabupaten Bandung. Namun, jalur yang telah Plimbi sebutkan sebelumnya dapat mejadi opsi yang lebih efektif untuk mengurangi waktu tempuh. [MS]