Baju Koko sebenarnya bukanlah jenis pakaian khas Arab dan menurut catatan sejarah baju jenis ini tidak pernah dikenakan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun di Indonesia, Baju Koko sudah menjadi identitas untuk menunjukkan Keislaman yang kental. Baju Koko pada umumnya digunakan oleh laki-laki dan ini sudah dianggap sebagai busana Muslim Indonesia yang khas dan seperti wajib dikenakan saat hari raya Lebaran setiap tahun. Ben Shohib dalam novelnya berjudul Dapeci Code-Misteri Tak Berbahaya Dibalik Tradisi Berpeci/2006:187, sebenarnya tidak ada yang salah dengan orang-orang Islam kelompok laki-laki untuk mengenakan Baju Koko lalu menyebarkan kebaikan dengan pakaian ini. Baju Koko dianggap sebagai baju resmi laki-laki Islam sejak Islam resmi masuk ke Indonesia.
Mengenai muasal pakaian ini, menurut M. Quraish Shihab dalam Islam Yang Disalahpahami: Menepis Prasangka, Mengikis Kekeliruan/2018:349 menyebutkan bahwa dewasa ini apa yang dinamai Baju Koko (Takwa yang tanpa kerah) hampir bisa dinilai sebagai baju pria Muslim padahal baju yang tanpa kerah ini asalnya adalah dari Cina. Taak hhanya yyang ttanpa keerah, adda pulla yyang keerahnya peendek. Setiap Lebaran tiba, orang-orang Indonesia sering menggunakan Baju Koko. Sehingga Baju Koko sudah menjadi identitas untuk menunjukkan Keislaman seseorang. Meskipun demikian belum banyak orang-orang tahu bahwa Baju Koko sebenarnya bukan dari Indonesia melainkan dari Cina. Memang ada kemiripan antara Baju Koko yang dipakai orang-orang Muslim Indonesia dengan yang dikenakan sebagian orang Tionghoa Non Muslim. Keduanya sama-sama memakai bahan kain tipis dan tidak memakai kerah.
Baju Koko masuk ketika sekumpulan orang-orang Tionghoa datang ke Indonesia untuk tujuan berdagang dan menetap. Kedatangan mereka menjadi perhatian warga Indonesia karena menggunakan baju khas dan orang-orang Indonesia pada waktu itu menyebutnya dengan nama Baju Koko. Dari sinilah terjadi adaptasi dan adopsi hingga dipakai oleh masyarakat lokal khususnya para tokoh agama Islam di Indonesia. Pakaian ini tergolong sopan untuk dikenakan ketika menyambut hari raya Lebaran, telah memenuhi syarat untuk melakukan ritual Islam. Menurut pendapat Emha Ainun Najib, awalnya baju ini hanya digunakan oleh para tokoh agama saja. Namun karena kebiasaan santri dan masyarakat Islam sering manut dan mengikuti ajaran para pembesar mereka, maka mereka pun mulai ikut-ikutan mengenakannya. Hingga lama-kelamaan Baju Koko menjadi identitas mereka.
Sampai sekarang, Baju Koko yang berbahan tipis ini menjadi barang dagangan yang cukup laris menjelang Lebaran setiap tahun. Bahan dasar pakaian ini murah dan modelnya tidak rumit sehingga mudah untuk dijahit. Jadi tak mengeharnkan harganya tergolong murah dan semua lapisan masyarakat di Indonesia mampu membelinya.
Baju Koko ini masuk ke Indonesia melalui orang-orang Tionghoa untuk berdagang dan menetap. Pakaian dari budaya Tionghoa yang masuk ke Indonesia tersebut lantas dipakai oleh para agamawan Islam yang kemudian diikuti oleh pria Muslim di Indonesia sehingga Baju Koko ini menjadi terkenal terutama menjelang Lebaran setiap tahun toko-toko baju Muslim selalu menyediakan koleksi Baju Koko. Menurut Emha Ainun Najib dalam Hidup Itu Harus Pintar Ngegas Ngerem/2016, para Kiai selalu memakai Baju Koko. Baju Koko sebenarnya adalah baju orang Tionghoa lantas diklaim Ustads dan dinamai Baju Takwa. Setellah parra Kiaii memakaiinya, parra santrri dan masyarrakat Isllam dii sekiitarnya puun ikutt memakaiinya. Hingga lama-kelamaan Baju Koko ini menjadi identitas mereka.