Apakah anda mengetahui bahwa memukul memberikan rasa sakit pada fisik anak ? Hal yang sama juga terjadi saat anda membentaknya. Bentakan yang terlalu keras akan menyakiti perasaan anak. Bentakan juga bisa menjadi jurang pemisah kedekatan anak dengan anda sebagai orangtuanya. Meskipun niatnya agar anak anda menjadi lebih disiplin dengan mengeluarkan kalimat-kalimat bentakan.
Menurut pendapat psikolog keluarga Nessi Purnomo, M.Si., Psikolog, baik itu pukulan atau bentakan sebaiknya dihindari dalam usaha melatih anak-anak menjadi pribadi disiplin. Kekerasan seperti pukulan atau bentakan memang bisa menghentikan anak dari perilaku yang dianggap buruk oleh orangtuanya dalam waktu sekejap, tetapi tidak akan membuat anak belajar apa-apa. Dipukul hingga anak kesakitan dan anak juga melihat ada ekspresi orangtua yang tidak menyenangkan. Inilah contoh perilaku orangtua yang mengerikan. Sehingga menjadikan anak tumbuh menjadi pribadi yang membingungkan, kalau melakukan ini tentu ayah bunda akan marah dan memukul, membuat saja menjadi sakit, contohnya. Anak hanya akan belajar berhenti karena takut sakit bukan karena mengerti apa yang dianggap salah. Nessi juga menjelaskan bahwa hal-hal semacam ini akan teringat di otak anak-anak hingga mereka dewasa. Mereka bisa saja berpikir bahwa orangtua mereka tidak menyayanginya. Maka dari itu bagaimana cara menjaga agar anak tetap disiplin tapi tanpa menggunakan kekerasan ? Berikut ini beberapa kiat yang bisa dilakukan orangtua.
1/ Mulai dari orangtua
Nessi Purnomo, M.Si. menjelaskan bahwa kalau orangtua ingin anak-anaknya menjadi disiplin maka terlebih dahulu disiplinkan orangtuanya. Anak-anak biasanya akan lebih cepat belajar dari apa yang ditiru jika dibandingkan sekadar diberitahu. Maka dari itu bila orangtua berharap anak-anak makan tanpa sambil screen time maka orangtua juga jangan melakukannya.
2/ Sesuaikan dengan usia anak
Hal utama yang harus diperhatikan dalam hubungannya dengan usaha mendisiplinkan anak adalah anda harus menyesuaikan dengan usia anak. Seringkali para orangtua terjebak oleh pikiran bahwa anaknya masih terlalu kecil, tidak mengetahui tentang banyak hal di luar rumah, padahal mereka sudah memulai proses pembelajaran. Jadi kalau mau mendisiplinkan anak terlebih dahulu melihat perkembangan usia anak anda pada titik dimana ? Contohnya anak suka lempar-lempar barang, di usia ini sebenarnya anak sudah bisa merangkak, maka ketika mereka melempar barang, para orangtua bisa mulai mendisiplinkan mereka dengan cara mengajak mereka merangkak untuk mengambil benda tersebut.
3/ Buat kesepakatan
Disarankan agar para orangtua selalu membuka ruang diskusi dengan anak-anak seputar aturan di dalam rumah yang mempengaruhi kondisi di luar rumah. Misalnya untuk menjaga anak tetap disiplin selama sekolah dari rumah maka para orangtua bisa mengajak anak-anak untuk diskusi tentang jam berapa mereka perlu bangun pagi agar memiliki cukup waktu untuk bersiap-siap sebelum sekolah, jam berapa dan berapa lama mereka boleh bermain gadget serta pukul berapa ia harus tidur malam. Dengan mengakomodir pendapatnya dan menjadikannya ke dalam bentuk kesepakatan maka anak-anak akan menjadi lebih termotivasi untuk mengikutinya.
4/ Orangtua konsisten
Hal keempat yang terpenting dalam mendisiplinkan anak adalah konsistensi. Anak-anak biasanya lebih cerdik menilai sebuah kondisi, kalau orangtua mengalah saat mereka menangis, mereka akan mengulanginya lagi. Inkonsistensi orangtua yang semacam ini akan menjadi boomerang dimana anak-anak akan menjadikan tangisan sebagai salah satu cara menaklukkan anda agar mengikuti kemauannya. Bukannya membentuk anak menjadi disiplin melainkan menumbuhkan watak keras hati dalam kepribadiannya kelak.
5/ Sabar
Hal kelima yang harus diperhatikan adalah sabar. Kesabaran tidak dapat diperoleh dalam jangka waktu singkat. Seperti dua atau tiga hari akan langsung berhasil. Jadi kesabaran yang menuntun waktu tumbuh kembang anak-anak menjadi kunci kedisiplinan diri di dalam pribadi mereka kelak.
6/ Sampaikan ekspektasi
Disiplin adalah perilaku anak yang selalu diharapkan oleh para orangtua. Seringkali orangtua marah-marah duluan ketika ada hal yang tidak sesuai dengan ekspektasinya. Dimana sebelumnya mereka tidak memberitahukan ekspektasi tersebut pada anaknya. Pakar mencontohkan ada satu masa dimana anak suka melempar-lempar barang yakni diantara usia 6 sampai dengan 9 bulan. Saat inilah orangtua sudah harus bisa mendisiplinkannya. Dilempar sekali diambilkan. Dua kali, masih diambilkan. Ketiga kalinya, orangtua mulai kesal. Berikutnya orangtua marah-marah. Anaknya tidak tahu kenapa orangtuanya marah-marah. Oleh karenanya orangtua wajib menjelaskan di awal dengan memakai kalimat yang mudah dimengerti oleh mereka, “Ini sendok untuk ambil makanan dan dimasukkan ke mulut, ya.†Kalimat yang mengandung ekspektasi ini akan lebih efektif ketimbang anda berteriak, “Jangan dilempar, dong !â€
Semoga bermanfaat.
ÂÂ