Upacara Labuhan Parangkusumo dan Gunung Merapi di Yogyakarta

30 Jul 2021 14:30 2146 Hits 2 Comments Approved by Plimbi
Melihat prosesi upacara Labuhan Parangkusomo dan gunung Merapi yang dilakukan di Yogyakarta. Sangat menarik untuk dijadikan sebagai objek wisata.

Pada awalnya, para kerabat Kraton Yogyakarta yang rutin melakukan upacara Labuhan ini adalah sehari setelah Pangeran Mangkubumi dinobatkan menjadi Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Kemudian dengan seiring berjalannya waktu, upavara ini terus-menerus dilakukan setiap tahun guna memperingati upacara penobatan seorang Sultan.

Adapun tempat dilaksanakannya ada 3 area yaitu di pantai Parangkusumo, gunung Merapi serta gunung Lawu. Selain ketiga tempat tersebut, ada penambahan satu lokasi lagi untuk melakukan upacara adat ini yaitu di desa Dlepih, kecamatan Tirtomoyo, kabupaten Wonogiri. Alasan dilakukannya pemilihan tempat ini adalah karena pertimbangan historis. Dimana pada zaman dahulu raja-raja Mataram terutama Panembahan Senopati melakukan pertapaan dan terkoneksi dengan roh halus di sana. Selanjutnya muncul kepercayaan masing-masing raja yang berkuasa berkewajiban merawat relasi tersebut melalui persembahan sesaji. Adapun beberapa pendapat yang kemudian hari berkembang sehubungan dengan roh-roh halus tersebut berperan dalam pendirian kerajaan Mataram semisal keberadaan Rati Kidul yang berkuasa di laut selatan atau Nyai Widononggo di Dlepih, Wonogiri dan lain sebagainya. Tetapi ketika Sri Sultan Hamengkubuwono IX berkuasa maka terjadi perubahan besar. Apabila sebelumnya dilakukan satu hari sesudah ulang tahun penobatan, maka diubah menjadi satu hari setelah hari ulang tahun bersangkutan menurut penanggalan Jawa yaitu 25 Bakdo Mulud. Alasannya adalah karena beliau hendak memperingati hari penobatannya sebagai raja yang saat itu biasa dilakukan oleh imperialis Belanda.

Persiapan Yang Dilakukan Untuk Upacara Labuhan

Beragam persiapan sudah mulai dilakukan tiga hari sebelum tanggal pelaksanaan. Sedangkan rangkaian upacara itu sendiri terdiri atas empat tahap yaitu pembuatan jladren / adonan kue apam, pembuatan apam, upacara peringatan ulang tahun Sri Sultan HB di kraton Yogyakarta dan upacara Labuhan.

Para puteri kraton yang membuat adonan kue apam dimana prosesi ini disebut dengan istilah ngebluk. Apamnya terdiri atas dua jenis yaitu apam biasa dan apam Mustoko. Apam biasa dibuat sebanyak 240 buah lalu ditata di atas wadah bernama nyiru. Sedangkan apam Mustoko dicetak sebanyak 40 buah. Yang unik adalah pembuatan apam Mustoko, memiliki garis tengah sepanjang 20 cm atau satu jengkal tangan laki-laki dewasa. Dengan ketebalan sekitar 5 cm sebagai akibat ukuran yang agak panjang dan besar ini, bagian dalamnya kadang-kadang masih agak mentah. Inilah letak keunikan pembuatan apam Mustoko. Lebih menarik lagi karena para puteri kraton pembuatnya harus sudah tua (tetapi masih perawan).

Saat prosesi membuat kue apam, para puteri kraton diwajibkan mengenakan busana adat Jawa yang terdiri atas kain panjang dan selembar kemben / kain penutup dada yang disebut dengan istilah ubed.

Permaisuri Sei Sultan akan mengambil jladren pertama kali sebelum proses pembuatan apam ini dilanjutkan. Kondisi menjadi sedikit berbeda saat Sri Sultan HB IX menjadi raja dimana beliau dikenal tidak memiliki permaisuri. Tugas pengambilan jladren selanjutnya dilimpahkan kepada kerabat kraton yang silsilahnya paling tua lalu diteruskan oleh putera-puteri raja yang lainnya.

Diluar prosesi pembuatan apam, Widya Budaya menjadi bagian dari kraton yang bertanggung jawab mengurus upacara dan menyimpan naskah-naskah kuno bertugas untuk menyiapkan benda-benda Labuhan dan membagikan benda-benda tersebut menjadi tiga bagian pada tahun biasa dan empat bagian pada tahun Dal untuk selanjutnya diletakkan di Parang Kusumo, gunung Merapi, gunung Lawu, serta desa Dlepih di Wonogiri.

Peran Widya Budaya

Widya Budaya dalam hal ini memegang peranan penting guna mengumpulkan benda-benda, bunga sesaji dari pusaka keraton yang disucikan setiap Jumat dan Selasa Kliwon dengan cara dikuntugi / diberi menyan. Bunga-bunga yang sudah layu dikumpulkan pada tempat tertentu hingga hari Labuhan tiba.

Para puteri kraton yang tertinggi memiliki derajat bertugas mengumpulkan bunga-bunga tersebut dan beberapa perlengkapan lainnya seperti potongan kuku dan rambut Sri Sultan. Setelah semuanya siap, para puteri kraton tersebut akan menyerahkan perlengkapan tersebut kepada yang memiliki pangkat tertinggi yang diistilahkan dengan nama Lurah Keparak untuk diletakkan di bangsal Proboyekso atau bangsal tempat menyimpan benda-benda pusaka.

Semua benda dan properti Labuhan termasuk apam akan diletakkan di atas wadah atau ancak yang terbuat dari bagian dalam bambu, dianyam dan memiliki fungsi sebagai baki lalu ditutup mori dimana pada masing-masing ancak diberi nama tersendiri yang khusus. Juga ada bongkahan emas murni, perak, serta tembaga dimana ketiganya tidak dilabuh namun dipotong-potong menjadi bagian kecil-kecil untuk dibagikan kepada para pangeran dan bupati.

Ketika Prosesi Kraton Berlangsung

Widya Budaya sudah siap melaksanakan upacara ketika tiba tanggal 25 Bakda Mulud bertepatan dengan hari ulang tahun Sri Sultan HB IX pada pukul 10.00 WIB dimana seluruh pangulu dan kerabat kraton juga sudah siap di Tratag Bangsal Kencana bagian timur. Prosesi berlanjut, dimana sesudahnya apam, benda-benda Labuhan serta tumpeng yang berjumlah sesuai dengan usia Sri Sultan atau disebut juga dengan nama hajad dalem (yang bermakna hajad Sri Sultan ini) dikeluarkan dari bangsal Proboyekso menuju ke bangsal Kencana.

Selanjutnya para pangulu akan membacakan doa-doa dan setelah selesai maka para abdi dalem akan membawa benda-benda Labuhan ke bangsal Sri Panganti. Benda-benda tadi dimasukkan ke dalam kotak-kotak kayu yang tertutup. Setelah diinapkan semalam, esoknya benda-benda tersebut akan dibawa ke lokasi Labuhan.

Upacara Labuhan Parangkusumo

Semalam sebelum upacara Labuhan dilakukan di pantai Parangkusumo, biasanya ada beberapa anggota masyarakat yang wajib menginap di sana. Mereka akan melakukan doa-doa kepada batu-batu yang dianggap keramat di sepanjang pantai Parangkusumo. Batu-batu ini dikelilingi oleh tembok berbentuk segi empat. Mitos yang tersebar menyebutkan bahwa pada jaman dahulu batu-batu tersebut adalah bekas tempat semadi para raja Mataram serta tempat pertemuan antara raja Mataram dengan ratu Pantai Selatan.

Ketika Prosesi Upacara Labuhan Dilakukan

Saat hari pelaksanaan upacara, pada umumnya para anggota masyarakat sekitar kraton akan datang berkunjung sambil membawa bunga tabur. Ada yang percaya bahwa bunga tabur berkhasiat untuk menyembuhkan orang-orang sakit dan bisa mengabulkan cita-cita dan harapan mereka.

Juru kunci Parangkusumo atau dikenal sebagai bapak Bekel Puraksolono akan mendoakan para peziarah tersebut sambil menaburkan bunga-bunga sebanyak tiga kali. Bunga-bunga yang dibawa diletakkan di atas wadah yang disebut pedupaan. Pada pagi harinya yaitu tanggal 26 Bakda Mulud pukul 08.00 WIB, benda-benda tersebut diletakkan di sebuah wadah berbentuk rumah yang terbuat dari bambu disebut Jati Ngarang.

Para pegawai Widya Budaya akan membawa semua benda yang diperlukan untuk upacara dari pantai Parangtritis menuju ke pantai Parangkusumo. Ketika tiba di kecamatan Kretek, para pegawai kraton akan menyerahkannya kepada camat Kretek lalu dari kantor kecamatan, para abdi dalem akan membawanya sambil berjalan kaki untuk diseberangkan dengan menggunakan rakit. Kira-kira 1 km sebelum tiba di pantai Parangkusumo yaitu persisnya di bekas pesanggrahan peserta Koferensi Kolombo, benda-benda yang diletakkan di Jati Ngarang akan dikeluarkan untuk selanjutnya ditata sebelum dilabuh.

Selanjutnya para abdi dalem akan memisahkannya menjadi tiga bagian yaitu yang pertama diletakkan di sebuah usungan berbentuk segi empat berukuran 1 meter persegi. Kedua, benda-benda tersebut ditempatkan di dalam tiga buah baki yang ditutup kain merah. Ada empat orang yang bertugas mengusung baki-baki tersebut. Dimana supaya mudah tenggelam maka bakul tersebut dibebani oleh batu. Ketiga, ada baki lain yang dibawa oleh tiga orang berisikan benda-benda yang hendak ditanam antara lain potongan kuku, helaian rambut, pakaian bekas, serta songsong / payung. Juga diberi tambahan layon yaitu bunga-bunga sesaji pusaka kraton yang sudah layu dan kering.

Setelah selesai melakukan upacara penanaman, maka para abdi dalem akan membawa benda-benda tersebut ke pantai Parangkusumo guna dilabuh. Sebelum melabuh, juru kunci akan mengucapkan kalimat atau doa-doa pengantar Labuhan.

Selesai mengucapkan kalimat pengantar, juru kunci dan abdi dalem akan melabuhkan benda-benda tersebut ke tengah laut. Uniknya begitu dilabuh, para pengunjung akan menceburkan diri ke laut untuk berebut benda-benda tersebut. Sedangkan pada waktu malam hari orang-orang datang untuk mengambil benda-benda yang ditanam di sekitar pantai Parangkusumo.

Pertanyaan yang kerap muncul, kenapa benda-benda tersebut di atas diperebutkan ? Ada kepercayaan bahwa benda-benda tersebut memiliki kekuatan mistis dan bisa dijual kepada mereka yang membutuhkannya.

Demikian kami menjelaskan dengan singkat tentang artikel dengan judul ‘Upacara Labuhan Parangkusumo Dan Gunung Merapi Di Yogyakarta’ dirangkum dari sebuah sumber berita. Semoga memberikan manfaat bagi para pembaca.

 

 

Tags Wisata

About The Author

Utamii 69
Expert

Utamii

Suka membaca dan menulis
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel