Di dunia pasar saham dikenal strategi investasi Sell in May and Go Away. Strategi ini artinya jual di bulam Mei lalu pergi. Dengan kata lain maka strategi ini sama menganjurkan pada para investor untuk menjual kepemilikan saham pada bulan Mei.
Menjual kepemilikian saham di bulan Mei berdasarkan teori Sell in May and Go Away ini bukan tanpa alasan. Teori ini lahir dari keyakinan kalau kinerja saham pada periode November-April lebih baik dibandingkan rata-rata pertumbuhan bulan lainnya.
Oleh sebab itu, teori ini mengajarkan bahwa sebaiknya kepemilikan saham dijual di awal Mei dan tidak melampaui bulan Mei. Selanjutnya, hasil penjualan saham di awal Mei tersebut disimpan dalam bentuk kas atau dialokasikan ke instrumen investasi lain yang lebih stabil dibandingkan saham kayak di reksa dana pasar uang.
Dengan kata lain, strategi investasi Sell in May and Go Away ini menganjurkan pada para investor untuk melakukan alokasi dana yang dimiliki setiap enam bulan sesuai periode dasar teorinya. Dengan begitu, investor tidak perlu melakukan strategi buy dan hold dalam jangka panjang.
Secara teori, strategi Sell in May and Go Away ini jelas mengindikasikan kalau periode November-April adalah periode yang terbaik untuk berinvestasi saham, sementara pada Mei-Oktober adalah periode yang buruk untuk investasi saham.Â
Petanyaannya kini, akurat kah teori ini? Rudiyanto dalam bukunya Reksa Dana pun menguak kalau teori ini tidak seakurat yang diyakini para penganutnya. IHSG pada periode 1998-2018 memperlihatkan kalau tingkat keakuratan Mei-Oktober sebagai periode terburuk untuk investasi saham hanya di angka 38% (8 kali return negatifnya selama 21 tahun dan sisanya yakni 13 kali justru membukukan kinerja positif). Dengan begitu, teori Sell in May and Go Away ini boleh dikata tidak akurat.
Selanjutnya untuk periode terbaik November-April berdasarkan strategi Sell in May and Go Away ditemukan dari data IHSG selama periode 1997-2018 bahwa tingkat keakuratannya mencapai 71%. Dari 21 periode pengamatan terdapat 15 kali pembukuan kinerja positif. Sisanya justru memperlihatkan kinerja negatifnya.
So, dapat disimpulkan kalau strategi investasi saham Sell in May and Go Away ini di Indonesia tidak akurat alias tidak sempurna setelah menelisik histori IHSG. Nah, setelah tahu kelebihan dan kelemahan strategi investasi ini, tentu siapa pun perlu strategi yang lebih mumpuni dan yang terkesan tidak asal menerka atau berspekulasi.
Nah, di tengah kemudahan praktik investasi saham dengan keterjangkauan modal seperti melalui aplikasi IPOT besutan sekuritas karya anak bangsa dengan slogan #SemuaBisaInvestasi yakni Indo Premier Sekuritas, tentu strategi yang mumpuni dalam investasi saham adalah ketajaman dalam menganalisis saham-sahamnya dengan pisau analisis fundamental dan teknikal.
Dua analisis ini mampu mendatangkan keputusan yang tepat dalam investasi karena dua analisis ini jika dilakukan dengan benar akan mengerucutkan pada pilihan saham-saham yang mendatangkan cuan. Saham-saham yang terbaik akan didapatkan dengan analisis fundamental dan teknikal yang cermat. So, kunci kesuksesan investasi ini adalah kecermatan menganalisis, bukan sekadar ilmu spekulasi berdasarkan teori tertentu.