Sejak jaman dahulu, warga Yunani asli menyebut negaranya yang sangat indah dengan istilah Hellas atau dalam bahasa modern dikenal dengan istilah Ellas. Dalam bahasa Inggris, negeri ini dijuluki Greece dan sehari – hari, turis mancanegara memanggilnya dengan nama Ellada.
Pada suatu zaman, di sebuah hutan dengan pantainya yang sangat indah bernama Graecia, terletak di sebelah utara Yunani, daerahnya dihuni oleh sekelompok peri kurcaci hutan dari jenis Graekos. Hiduplah dua sahabat yaitu seekor ayam jantan bernama Gerika dan seekor kera putih bernama Ionia. Tetapi persahabatan ini tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan oleh seluruh penghuni hutan.
Awalnya adalah kelakuan nakal si Gerika yang suka mengganggu penghuni hutan lain yang lemah dan tak berdaya seperti bangsa kelinci, bangsa burung, bangsa kucing, bangsa serangga dan mahluk air. Ia gemar berburu dan menyiksa hewan – hewan tangkapannya hingga mati ! Hal ini membuat seluruh penghuni hutan takut dan khawatir akan kelakuan brutal dari si ayam jago.
Hingga pada suatu hari, Ionia mengajak Gerika untuk berlibur ke desa tetangga yang mempunyai hutan lebih lebat dibandingkan dengan hutan Graecia. Gerika setuju.
Kayakoy, sebuah desa hantu yang berlokasi di sebelah barat daya Yunani, berdekatan dengan Turki.
Sejak tahun 1923, Kayakoy merupakan sebuah desa kosong yang terletak di pinggir hutan belantara bernama Livissi, sekitar 8 km di sebelah selatan Fethiye, area barat daya Turki, dimana pada jaman dahulu pernah hidup sebuah kerajaan kuno bangsa Anatolia, Yunani, yang bisa bertahan hidup di tengah gurun pasir yang sangat tandus hingga tahun 1922.
Desa ini memiliki beberapa bangunan kuno yang digunakan sebagai perpustakaan dan museum menyimpan benda – benda sejarah dan langka serta mengandung nilai seni cukup tinggi, dimana berjejer tak beraturan ratusan rumah penduduk dari mancanegara yang sudah mengadaptasi gaya hidup orang Yunani asli. Pada tahun 1900, populasi desa ini mencapai sekitar 2.000 orang, mayoritas penduduknya adalah orang Kristen Yunani dari ras Byzantine Levissos.
Kedua sahabat tersebut berjalan di sepanjang jalan tikus yang banyak membelah desa hingga menuju ke pusat keramaian seperti kota. Mereka menemukan beberapa penjual makanan khas negeri ini seperti Souvlaki Sandwich, Souvlaki Platter, Tzaziki, Moussaka, Frozen Yogurt, Thanasis Kebab, Crème Pie Terkenlis, seafood bakar ala Yunani, dan yang lainnya berjejer rapi di pinggir jalan dimana makanan dan minuman tersebut merupakan buatan tangan mereka sendiri yang khusus disuguhkan untuk menjamu para pengunjung desa.
Pada jaman dahulu kala, Kayakoy pernah dihuni oleh sekelompok bajak laut dari Eropa yang melarikan diri dan bersembunyi di sini hingga bertahun – tahun lamanya dan mereka beralih profesi menjadi petani, peternak, pedagang kaki lima dan nelayan ulung. Kemudian mereka mengadakan pembaharuan dimana – mana khususnya dareah – daerah di sekitar Fethiye (atau Makri) yang sempat hancur karena terkena musibah bencana alam gempa bumi yang maha dahsyat pada tahun 1856, disusul oleh kebakaran besar pada tahun 1885. Sedangkan penduduk asli desa ini sebagian besar berprofesi sebagai pengrajin benda – benda souvenir khas negeri ini.
Ketika hari sudah menjelang petang, Gerika dan Ionia mulai merasa lelah jalan – jalan keliling desa dan merasa lapar. Sayangnya, mereka tidak memiliki sepeser pun uang untuk menyewa sebuah losmen murah atau sekedar mampir ke sebuah kafe kecil untuk menikmati menu makan malam ala orang Yunani,
“ Gerika, bagaimana kalau kita mencari sebuah gudang saja untuk menumpang tidur selama satu atau dua malam, lalu kita mencari jamur liar di pinggir sungai untuk dibakar sebagai santapan makan malam kita hari ini ? “ Sang ayam jago berkokok lantang tanda setuju.
Setelah berjalan beberapa menit melewati keramaian kompleks tempat tinggal warga di desa, mereka akhirnya menemukan sebuah gubuk tua di pinggiran hutan milik para petani tradisional yang bekerja di ladang rempah – rempah tidak jauh dari desa. “ Wah, tempat ini sangat tepat dan nyaman bagi kita berdua untuk melepas penat dan istirahat selama beberapa jam hingga matahari terbit, besok. “ Terdapat tumpukan jerami kering yang cukup hangat sebagai alas mereka tidur. Beruntung sekali malam ini, karena mereka menemukan enam butir telur burung puyuh ladang di belakang gubuk dan beberapa batang jamur hutan yang bisa dimakan. Sang ayam jago dan si kera putih membuat api unggun lalu merebus telur dan memanggang jamur hingga mengeluarkan aroma harum, penggugah selera makan. Begitulah kondisi mengenaskan mereka hari ini berakhir bahagia.
Tengah malam.
Ketika dua sahabat tersebut sedang tidur dengan lelap, tiba – tiba dari kejauhan terdengar suara – suara aneh yang mengganggu kenyamanan istirahat para penghuni malam yang seharusnya tidak boleh diganggu oleh keributan sekecil apa pun.
Ternyata, di depan sebuah kapel dekat dengan kompleks tempat tinggal warga, sedang berlangsung sebuah pertikaian seru antara suku Graekos dengan suku Graecia, yang sebenarnya perseteruan ini sudah terjadi sejak dahulu ketika nenek moyang mereka masih kecil. Konflik agama dan cinta telah menyebabkan kedua suku berlainan desa tersebut menjadi tidak kondusif dan akhirnya memakan korban jiwa dalam jumlah besar.
Sang ayam jago dan si kera putih melihat kejadian tersebut dan bermaksud menolong warga yang terluka. Beberapa jam kemudian, aparat keamanan desa datang meleraikan perkelahian. Para perusuh menyerahkan diri dan senjata mereka, kemudian digiring menuju ke rumah tahanan yang terletak di pusat desa. Seorang tabib sakti mengucapkan terimakasih kepada kedua pahlawan tanpa tanda jasa tersebut, mereka memberi bintang ajaib masing – masing sebuah untuk melindungi perjalanan jauh mereka hingga tiba di negeri tetangga, Turki.
Dua hari setelahnya.
Kondisi mereka berdua semakin parah ! Kelaparan dan stres menyerang perut dan pikiran sehat mereka. Tiba – tiba Ionia mempunyai sebuah ide menarik, kenapa ia tidak mencoba membuat ayam panggang dibalur rempah – rempah alam dari hutan, hmmmmmmmm, rasanya pasti lezat dan bisa menyembuhkan rasa lapar untuk sementara waktu. Ketika malam mulai menyelimuti bumi, Ionia mulai beraksi, ia melirik sahabatnya yang sedang tertidur sangat lelap, lalu mengikat kedua kaki sang ayam dengan kencang. Dengan rasa lapar terlukis di kedua mata sang kera putih, ia mulai mencabuti bulu – bulu ayam jago tersebut. Tentu saja Gerika terkejut dengan sikap gila sahabatnya itu, ia meronta - ronta dan berteriak sekuat tenaga. “ Tolonggggggggggggg ! Lepaskan aku, ada apa dengan engkau ?! Kenapa kamu melakukan hal ini kepada sahabatmu sendiri ? Mengapa kamu ingin memakanku ! “ teriak si ayam jago. Dengan penuh perjuangan disertai bait – bait doa pujian kepada Ilahi penguasa hutan dan alam semesta, akhirnya Gerika bisa meloloskan diri. Ia pun lari dengan sekuat tenaga menuju ke pinggir sungai tidak jauh dari gubuk tua tempat mereka bermalam.
Secara tidak sengaja ia bertemu dengan si kepiting merah bernama Calypso, ia merasa iba dengan kondisi mengenaskan dari sahabat lamanya ketika mereka sama – sama tinggal di Graecia, dahulu. Si kepiting adalah teman sepermainan Gerika ketika masih kecil, ia selalu baik hati dan bersedia membantu segala kesusahannya.
Dengan tergesa – gesa mereka masuk ke dalam rumah pohon milik si kepiting. Di atas pohon yang aman, ia disambut hangat dan gembira oleh seisi rumah, ada ayah dan bunda kepiting, oma dan opa kepiting serta lima keponakan mereka yang sangat lucu. Di sinilah Gerika berkeluh – kesah dan menceritakan semua kejadian buruk yang dia alami bersama seorang teman baiknya, si kera putih, Ionia, yang tiba – tiba menghianati tali pertemanan mereka.
Calypso bersimpati terhadapnya, ia tidak bisa menerima perlakuan buruk si kera putih, lalu memberi sebuah saran, “ Kita harus memberi pelajaran berharga kepadanya yang tidak mengetahui tentang arti sebuah persahabatan dan nilai – nilai moral terkandung di dalamnya. “ Lalu mereka mulai menyusun siasat untuk mengingatkan si kera putih.
Keesokan harinya.
Calypso dan Gerika berkunjung ke gubuk tua di pinggir hutan dimana Ionia sedang duduk melamun seorang diri. Mereka berdua menghampirinya pelan – pelan,         “ Wahai sahabat lamaku, janganlah engkau marah kepada kami karena kami bermaksud mengundangmu ke desa di seberang danau dimana memiliki sebuah hutan yang dipenuhi oleh tanaman buah – buahan yang saat ini sedang ranum dan berbuah sangat lebat. “
Mereka bertiga menuju ke tepi danau dan menyewa sebuah perahu tradisional dari seorang nelayan tua yang setiap hari selalu duduk di tepi danau untuk memancing ikan salmon atau ikan – ikan danau lainnya. Beberapa jam berlalu dalam diam, tibalah perahu tradisional mereka di tengah laut, Gerika dan Calypso mulai melantunkan lagu – lagu gereja diiringi dentingan gitar dari alam yang dimainkan oleh semilir angin danau berhembus lembut membelai seisi perahu,
Twinkle twinkle little star,
How I wonder what you are.
Up above the world so high,
Like a diamond in the sky.
Twinkle twinkle little star,
How I wonder what you are.
Twinkle twinkle little star,
How I wonder what you are.
Up above the world so high,
Like a diamond in the sky.
Twinkle twinkle little star,
How I wonder what you are.Â
Si ayam jantan berkokok lantang, memberi sebuah tanda kepada si kepiting. Si kepiting menjawab dengan penuh pengertian dan sabar, “ Tunggulah hingga kita berada tepat di atas danau yang paling dalam. “
Tiba – tiba, si ayam jantan mencotok - cotok ujung perahu dengan paruhnya yang sangat tajam dan kuat. Perahu kayu mereka oleng, bocor lalu tenggelam perlahan - lahan. Si Kepiting dengan sigap menyelam ke dasar danau dan menghilang, sedangkan si ayam jago dengan mudah terbang ke daratan, tergesea – gesa ia melarikan diri ke tengah hutan dan tidak meninggalkan jejak sedikitpun.
Tinggallah sang kera putih yang sangat terkejut dengan pembalasan yang dibuat oleh kedua teman – temannya. Ia berteriak minta tolong kepada seluruh penghuni danau, ia berharap ada seorang kurcaci yang bersedia membantu sehingga bisa menyelamatkannya untuk menyeberangi danau yang sangat dalam dan berair sedingin es di kutub selatan. Karena ia adalah seekor kera biasa yang tidak bisa berenang dan tidak suka hidup di air.
***
“ Bangunlah wahai kera putih ! “ Seseorang menampar – nampar pipi kiri dan kanan sang kera dengan keras, akhirnya si kera putih membuka kedua matanya dan membiarkan sinar matahari mengusap lembut wajahnya yang pucat pasi karena kedinginan.
Ionia tinggal bersama dengan seorang gelandangan dan istrinya yang baik hati di dalam pondok kayu yang terletak di pinggir danau. Ia merasa tersanjung dan berterimakasih karena gelandangan tua ini sudah menyelamatkan hidupnya. Ia bermaksud membalas budi, “ Wahai bapak tua, aku memiliki sebuah bintang sakti, ambillah untuk anda. Bintang ini bisa mengabulkan tiga permintaan terbaik sesuai dengan harapan anda, jika selesai mengucapkan harapan – harapan tersebut, pergilah ke pinggir danau lalu buanglah bintang ini sekuat tenaga ke tengah danau hingga ia tenggelam dan menghilang. Anda akan sukses menjalani hidup di dunia ini. “
***
Sementara di tengah hutan, sang ayam jago dan si kepiting merah telah berkumpul kembali. Mereka memohon kepada bintang ajaib untuk memberikan sebuah rumah pohon yang besar serta beberapa perahu tradisional untuk menangkap ikan di tengah danau. Mereka memutuskan untuk tinggal di sini selamanya.
Itulah akhir petualangan kejahilan si ayam jago. Ia tidak lagi mengganggu kehidupan tentram yang dimiliki oleh penghuni hutan lain yang lemah dan tak berdaya seperti bangsa kelinci, bangsa burung, bangsa kucing, bangsa serangga dan mahluk air. Mereka bisa hidup berdampingan dengan damai dan bahagia.
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â
Â