"SANG DEWA"
Menyebut pemain terbaik sepanjang masa, mayoritas akan tertuju kepada 2 nama, Pele dan Diego Armando Maradona. Jika nama pertama secara konsisten tampil memukau dalam beberapa keikutsertaannya pada Piala Dunia, nama kedua hanya butuh satu Piala Dunia untuk unjuk gigi.
Sosok Maradona seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, dia adalah legenda, maestro sepakbola dengan keterampilan kelas dewa. Tuhan bagi penggemar fanatiknya. Namun, di sisi lain, Maradona adalah manusia biasa yang penuh dengan kealpaan. Perilakunya kontroversial, kehidupannuya dipenuhi obat-obatan dan pesta. Ketergantungan narkoba hingga obesitas mengisi kehidupannya setelah gantung sepatu.
Masa kecil Maradona dihabiskan di Villa Fiorito, sebuah kawasan kumuh di Buenos Aires, Argentina. Masa kecil yang memprihatinkan barangkali turut membentuk karakternya yang Bengal dan sulit diatur. Beruntung, dia mengenal sepakbola. Permainan si kulit bundar ini telah mengangkat derajat manusia kumuh menjadi seorang Hercules, manusia setengah dewa.
Perkenalan Maradona dengan sepakbola dimulai sejak usia tiga tahun. Kala itu, pamannya yang bernama Cirillo memberikannya sebuah bola kulit. Bola pemberian sang paman itu bahkan menemaninya tidur.
Pada usia 10 tahun, Maradona membentuk klub anak-anak Los Cebollitas yang tak terkalahkan di lingkungannya. Los Cebollitas dan seluruh pemainnya kemudian dibeli oleh klub Argentinos Juniors. Maradona semakin dikenal. Dia bahkan mengisi jeda siaran Liga Argentina dengan atraksi permainan freestyle.
Usia menembus tim junior Argentinos Juniors, Maradona melakoni debut profesionalnya pada akhir 1976. Kurang dari setahun kemudian, tepatnya pada 27 februari 1977, dia sudah mengenakan jersey Argentina. Debutnya berlangsung saat Tim Tango menghadapi Hungaria. Sayang, setahun kemudian dia gagagl masuk skuat Argentina pada Piala Dunia 1978. Pelatih Cesar Luis Menotti lebih memilih penyerang berpengalaman, Mario Kempes, daripada Maradona. Keputusan itu awalnya mengundang banyak pertanyaan, tetapi terbayar lunas dengan gelar juara 1978 yang diraih di negeri sendiri.
Tak masuk skuat Piala Dunia tak berarti Maradona tak bisa berkontribusi bagi negerinya. Setahun kemudian, dia menjadi bagian penting tim junior Argentina saat menjuarai Youth World Cup 1979 di Jepang. Pada babak final, Maradona mencetak satu gol yang membantu Argentina menang 3 – 1 atas Uni Soviet.
Lima tahun membela Argentinos Juniors, Maradona hengkang ke klub idaman masa kecilnya, Boca Juniors, pada tahun 1981. Dia memang hanya setahun bermain di Boca, tetapi penampilan fenomenalnya memikat hati fans. 28 gol dari 40 pertandingan yang dicetak Maradona turut membantu Boca Juniors menjuarai Liga Argentina. Gelar itu juga yang menjadi gelar Liga Argentina pertama Maradona.
KARIR DI EROPA
Pada tahun 1982, Maradona melanjutkan petualangannya ke Barcelona. Dengan nilai transfer 50 juta poundsterling, Maradona bergabung dengan pelatihnya pada Piala Dunia 1982, Cesar Ls Menotti.
Meskipun penampilannya tak buruk-buruk amat, Maradona tak bertahan lama di Barcelona. Dia divonis mengidap hepatitis dan mengalami cedera parah akibat tekel keras Andoni Goikoexeta. Hal itu diperparah dengan perlakuan rasis publik Spanyol. Maradona pun hanya 2 tahun bermain di Barcelona.
“Mereka selalu menyorakiku ‘indian, Indian!’,†tutur Maradona tentang perlakuan rasis fans di Spanyol.
Pada tahun 1984, Napoli datang membebaskan penderitaannya di Barcelona. Harga 6,9 juta poundsterling dirasa pantas untuk mendatangkan pemain yang mencetak 22 gol dari 36 pertandingan di Camp Nou. Kedatangan Maradona di Naples mendapat sambutan luar biasa. Sebanyak 75.000 pendukung Napoli memadati Stadion san Paolo pada acara perkenalan Maradona.
Bersama klub Italia Selatan itu, Maradona mencapai puncak permainannnya. Dia mengubah Napoli menjadi salah satu klub paling ditakuti di Italia. Puncaknya terjadi pada musim 1986/1987 saat dia mengantar klub Kota Naples itu meraih gelar juara (scudetto) pertama mereka dalam sejarah. Pada musim yang sama, Napoli juga meraih gelar Copa Italia.
Tak hanya gelar domestik yang diberikan Maradona. Pada kejuaraan antarklub Eropa, Napoli dibawanya memenangi Piala UEFA 1988/1989 setelah menundukkan VFB Stuttgart pada babak final. Pada tahun 1990, dia kembali membawa Napoli meraih scudetto, kali ini menyandingkannya dengan Piala Super Italia.
Saat prestasinya tengah menanjak, Maradona mulai terlibat masalah. Sebagai kapten klub, pemain kelahiran 30 Oktober 1960 ini justru tidak memberikan contoh yang baik. Kehidupannya dipenuhi pesta, obat-obatan, dan perempuan. Dia bahkan pernah didenda manajemen Napoli sebesar 70 ribu dolar akibat mangkir dari latihan dan pertandingan.
Musim 1990/1991 menjadi titik terendah dalam kisah perjalanannya di Napoli. Pada 17 Maret 1991, Maradona gagal melewati tes doping bertanding melawan Bari. Hukuman 15 bulan larangan bertanding pun harus diterima pemain bertinggi 165 cm tersebut. Larangan bermain ini mengakhiri kisahnya di Napoli dengan 81 gol dari 188 pertandingan.
Usai menjalani larangan bertanding, Maradona, yang sempat menyatakan pensiun, kembali bermain, kali ini bersama Sevilla. Mendapat sambutan luar biasa dari publik Sevilla, Maradona gaga! mengulangi kesuksesannya di Napoli. Dia tampil mengecewakan dan hanya mampu mencetak lima gol dari 26 pertandingan. Setahun kemudian, dia kembali ke Argentina memperkuat Newell's Old Boys dan Boca Juniors.
KIPRAH PADA PIALA DUNIA
Setelah gagal menembus skuat Argentina pada Piala Dunia 1978, Maradona akhirnya dipercaya menjadi motor serangan Argentina pada Piala Dunia 1982 di Spanyol. Namun, pada pertandingan pertama Crup 3, Argentina harus takluk 0-1 dari Belgia. Maradona gagal menunjukkan kelasnya kepada publik Camp Nou. Pemain yang mencetak 116 gol bagi Argentinos Juniors ini baru tampil memukau saat Argentina membantai Hungaria 4-1. Pada pertandingan tersebut, Maradona mencetak dua gol. Sayang, dua gol tersebut tak berlanjut pada pertandingan-pertandingan berikutnya.
Alih-alih mencetak gol, Maradona justru menerima kartu merah saat Argentina menghadapi musuh bebuyutan mereka, Brasil, pada putaran kedua. Pelanggaran serius kepada Joao Batista lima menit sebelum pertandingan usai membuat wasit mengusirnya dari lapangane Argentina pun takluk 1-3 dari Brasil.
Empat tahun berselang, Maradona kembali tampil pada Piala Dunia. Mengenakan ban kapten Argentina, dia menjadi figur sentral dalam permainan Argentina arahan Carlos Bilardo. Argentina yang mengandalkan disiplin dan pertahanan kukuh sangat bergantung kepada kreativitas dan sihir Maradona dalam membongkar pertahanan lawan.
Satu pertandingan pada Piala Dunia Meksiko 1986 yang mencerminkan sosok Diego adalah perempat final menghadapi Inggris. Pada pertandingan itu, Maradona mencetak dua gol yang sangat ikonik. Satu gol "Tangan Tuhan" dan satu gol solo run bertajuk "Goal of The Century".
Gol Tangan Tuhan dicetak Maradona pada menit ke-51. Memanfaatkan kesalahan bek Steve Hodge yang justru melambungkan bola ke kotak penalti Inggris, Maradona berebut bola dengan Peter Shilton. Bola mengenai tangan kirinya dan masuk ke gawang shilton yang telanjur maju. Pemain Inggris yang melihat Maradona menyentuh bola dengan tangannya langsung memprotes keputusan wasit Ali bin Nasser Yang mengesahkan gol tersebut. Namun, wasit asal Tunisia itu tak mengindahkan protes pemain Inggris.
"Sedikit menggunakan kepala Maradona dan sedikit menggunakan tangan Tuhan," komentar Maradona tentang gol kontroversialnya itu. Empat menit kemudian, Maradona mencetak gol keduanya. Menggiring bola dari daerah sendiri, Maradona melewati Glenn Hoddle, peter Beardsley, Steve Hodge, Peter Reid, dan Terry Butcher sebelum mengecoh Shilton. Gol fenomenal tersebut dinobatkan sebagai gol terbaik sepanjang sejarah. Argentina menang 2-1 dan melanjutkan perjalanan mereka hingga ke final menghadapi Jerman Barat.
Partai puncak yang berlangsung di Stadion Azteca menjadi pertandingan terburuk Maradona pada Piala Dunia 1986. Menyadari besarnya pengaruh El Pibe d'Oro, pelatih Jerman Barat, Franz Beckenbauer, menugaskan Lothar Matthaeus mengawalnya dengan ketat. Meskipun bermain buruk, Maradona tetap menjadi kunci kemenangan Argentina.
Umpan terobosan yang dilepaskannya dari tengah berhasil dimanfaatkan Jorge Burruchaga untuk menjebol gawang Harald Schumacher. Argentina pun menang 3-2 dan berhak menyandang Predikat juara. Maradona menjadi bagian terpenting pencapaian Argentina saat itu. Dari 14 gol Argentina, Maradona mencetak lima gol dan menyumbangkan lima assist.
Pada Piala Dunia 1990, Maradona datang dengan misi mempertahankan gelar juara. Namun, Argentina bermain buruk sepanjang turnamen. Sihir Maradona yang memukau pada Piala Dunia sebelumnya seolah hilang ditelan kehidupan malam sang bintang. Meskipun sempat kalah dari Kamerun pada putaran grup, Argentina tetap berhasil melaju hingga partai puncak.
Pada final yang diselenggarakan di Stadion Olimpico, Roma, Maradona kembali berhadapan dengan Jerman Barat yang diperkuat rival terberatnya, Matthaeus. Pada pertandingan itu, gitiran Maradona yang harus puas mengalungi medali runner-up. Satu gol penalti Andreas Brehme cukup untuk merebut gelar juara dari Argentina. Maradona hanya bisa meneteskan air mata menyaksikan Matthaeus, sang rival, mengangkat trofi Piala Dunia.
Piala Dunia tak hanya menjadi panggung kebesaran Maradona. Pada turnamen empat tahunan itu, Maradona juga menunjukkan Sisi kelamnya sebagai manusia.
Sempat bermasalah dengan doping, Maradona kembali memimpin Argentina pada Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. Maradona menunjukkan bahwa kariernya belum habis meskipun penampilannya menurun usai meninggalkan Napoli. Dia me-mimpin Argentina saat menang 4-0 atas Yunani dan 2-1 atas Nigeria. Maradona bahkan mencetak satu gol kala menghadapi Yunanie Namun, dua pertandingan pada putaran grup tersebut menjadi pertandingan terakhir Maradona bersama Albiceleste. FIFA memulangkannya dari Piala Dunia karena kedapatan mengonsumsi zat terlarang. Berakhir sudah kariernya di timnas Argentina dengan torehan 34 gol dari 91 pertandingan.
Kepulangan Maradona langsung memengaruhi penampilan Argentina. Tim Tango menderita dua kekalahan dari Bulgaria dan Rumania. Skuat Argentina pun menyusul sang kapten angkat koper lebih cepat.
usai gantung sepatu dan tak terlibat dalam sepakbola, Maradona kembali ke Piala Dunias Dia menjadi pelatih Argentina di Afrika Selatan pada tahun 2010. Dari pinggir lapangan, dia memimpin Argentina melaju hingga perempat final, Sayang, Maradona harus kembali takluk dari Jerman, kali ini dengan skor telak 0-4.
 Selepas menangani Argentina pada Piala Dunia 2010, Maradona menjajal peruntungan di Timur Tengah. Klub Uni Emirat Arab, Al Wasl, memakai jasanya sebagai pelatih. Namun, lagi-lagi hasil yang didapat Maradona tidak maksimal. Pada 10 Juli 2012, dia dipecat manajemen Al Wasl, hanya setahun setelah dia datang.
Bagaimanapun, Maradona tetaplah pemain besar pada masanya. Umpan, kreativitas, dan trik Olah bola yang memukau menjadikannya Playmaker/penyerang lubang terbaik pada era itu. Tubuh gempal membuatnya cukup kuat beradu fisik dengan pemain belakang lawan. Dribble-nya sangat memukau, seperti yang dipertontonkannya saat mencetak gol kedua ke gawang Inggris pada Piala Dunia 1986.
Meskipun menyandang predikat pemain terbaik dalam sejarah, Maradona tetaplah manusia biasa yang penuh kekurangan. Perilakunya di luar lapangan jauh dari kata profesional. Obatobatan, pesta, dan kehidupan malam adalah dunianya di luar lapangan. Terkait sorotan atas kehidupan hedonisnya, Maradona pernah berkata, “Aku memang berbuat salah. Namun, bukan berarti dengan serta-merta anak-anak di seluruh dunia juga melakukan hal yang sama. Mereka punya orangtua, bukan?â€
Selamat Jalan Legenda, bagi kalian yang ingin tahu seri legenda berikutnya, silahkan request dan tulis nama legenda sepakbola yang ingin kalian lihat di seri ini di kolom komentar. Terima Kasih