Nikah siri adalah nikah secara diam-diam atau dirahasiakan. Kata siri berasal dari bahasa Arab, sirr, yang artinya rahasia atau diam-diam. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, nikah siri adalah pernikahan yang hanya disaksikan oleh seorang modin dan saksi, tidak melalui Kantor Urusan Agama (KUA. Menurut agama Islam sudah sah.
Masyarakat memahami nikah siri sebagai pernikahan yang tidak dicatat di KUA alias “nikah di bawah tangan.â€Â Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara agama, tapi tidak sah menurut hukum positif yang berlaku di Indonesia (hukum negara).
Ada juga pemahaman, nikah siri adalah nikah tanpa wali pihak istri. Jika nikah siri tanpa wali begini, maka hukumnya tidak sah baik secara agama maupun secara hukum negara.
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.†(HR. Khomsah).
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil (tidak sah); pernikahannya batil; pernikahannya batil.â€Â (HR Khomsah).
Â
Rukun Nikah: Syarat Sah
Jika nikah tanpa dicatat negara (KUA) atau secara diam-diam, namun ada wali sah, menurut syariat Islam itu sah selama memenuhirukun nikah, yaitu ada wali, dua orang saksi, ijab kabul. Dari tiga rukun nikah itu, yang sering jadi masalah adalah soal wali. Menurut Islam, nikah tanpa wali adalah batal.
“Barangsiapa di antara perempuan yang nikah dengan tanpa izin walinya, nikahnya itu batal.â€Â (HR Aisyah RA)
Adapun yang berhak menjadi wali nikah adalah ayah/bapak; kakek, yang dimaksud adalah ayahnya bapak, ke atas; saudara kandung laki-laki seayah seibu; saudara kandung laki-laki seayah; anak dari saudara kandung laki-laki (keponakan) seayah seibu; anak dari saudara kandung laki-laki seayah; paman dari jalur ayah dan ibu; paman dari jalur ayah; anaknya paman (sepupu) dari jalur ayah dan ibu; anaknya paman dari jalur ayah; pewaris-pewaris ashabah; hakim
“Sultan (hakim) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.†(HR Abu Dawud, At-Turmudzi, Ibnu Majah dan Sahih Ibnu Hibban).
Urutan di atas didasarkan pada kedekatan hubungan seseorang dengan ayah wanita yang dinikahkan. Mana yang paling dekat hubungannya dengan ayah, maka dialah yang didahulukan.
Â
Disunahkan Walimah/Resepsi untuk Publikasi
Risalah Islam mengajarkan, pernikahan harus diumumkan dan sebagai “alat bukti†(bayyinah) sudah sah sebagai pasangan suami istri sekaligus menghindari fitnah.
Rasulullah Saw mengajarkan umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing.†(HR Imam Bukhari dan Muslim).
Nikah siri banyak risikonya, seperti dalam kasus sengketa pernikahan, hak waris, dan sebagainya yang diurus oleh pengadilan agama, karena tidak ada “alat bukti†buku nikah.
Jika ada buku nikah, padahal nikah tidak di KUA, maka dipastikan buku nikahnya palsu dan ini sebuah kebohongan/penipuan yang hukumnya berdosa.
Â
Fatwa MUI Tentang Nikah Siri
Meskipun nikah siri sah secara agama, kata dia, tapi pernikahan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan tidak adanya kekuatan hukum, maka baik istri maupun anak berpotensi menderita kerugian akibat pernikahan tersebut.
Pernikahan seperti itu seringkali menimbulkan dampak negatif terhadap istri dan anak yang dilahirkan. Terkait dengan hak-hak mereka seperti nafkah ataupun hak kewarisannya.
Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut, seringkali menimbulkan sengketa. Sebab tuntutan akan sulit dipenuhi karena tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah. Untuk menghindari kemudaratan, ulama sepakat bahwa pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada instansi yang berwenang.
Pernikahan di bawah tangan atau nikah siri hukumnya sah kalau telah terpenuhi syarat dan rukun nikah.
MUI telah mengeluarkan fatwa terkait pernikahan tersebut sesuai hasil keputusan Ijtima Ulama se-Indonesia ke-2 di Pondok Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur tahun 2006.
MUI berpandangan tujuan pernikahan itu sangat luhur dan mulia untuk mengangkat harkat dan martabat manusia yang tidak sekedar memenuhi kebutuhan nafsu dasariah manusia saja yaitu hanya pemenuhan kebutuhan seks semata. MUI juga pernah mengeluarkan fatwa khusus soal nikah siri online pada 2005. Menurut fatwa MUI, praktik nikah siri online tidak dibenarkan dalam ajaran Islam dan masuk dalam kategori haram.
Keharamanya disebabkan tidak ada rangkaian upacara sakral seperti yang diajarkan dalam Islam. Nikah sirinya saja melanggar Undang-Undang, karena bisa dilaporkan ke KUHP, walaupun itu dianggap sah.