Pandemi Covid-19 berdampak langsung terhadap pendapatan masyarakat Indonesia. Tak hanya diphk, sejumlah pekerja juga harus wFH dengan gaji yang dikurangi. Survei terbaru SMRC menyebutkan bahwa sebanyak 70 persen masyarakat Indonesia merasakan adanya penurunan pendapatan.
Tak hanya menurun, tidak sedikit juga yang menjadi pengangguran karena terdampak Covid-19. Kebijakan PSBB menyebabkan pergerakan perekonomian masyarakat terhenti dan hanya bisa bekerja, belajar dan beribadah dari rumah.
Di tengah kondisi yang serba memprihatinkan secara ekonomi ada banyak yang lantas berkeyakinan bahwa dengan menghasilkan lebih banyak uang maka masalah keuangan akan terselaikan. Padahal tidak demikian dengan adanya, pada dasarnya pengelolaan arus kas adalah kuncinya.
Mereka yang mengalami masalah keuangan biasanya karena pengetahuan pengelolaan arus kasnya lemah. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan dan pengelolaan arus kas yang baik akan kelimpungan saat menghadapi krisis pendapatan bulanan.
Robert T. Kiyosaki dalam bukunya "Cashflow Quadrant" menegaskan banyak uang tidak akan menyelesaikan masalah kalau problemnya adalah pengelolaan arus kas. Menghasilkan banyak uang juga tidak akan membuat orang bertambah kaya kalau pengendalian dan pengelolaan arus kas tidak dilakukan dengan benar.
Pengelolaan arus kas yang tepat dan bijaksana biasanya terkait erat dengan alokasi kas pada prioritas alias pos-pos yang tepat. Nah, alokasi kas yang tepat salah satunya tidak mengabaikan yang namanya dana darurat.
Dana darurat adalah dana yang hanya dipergunakan sewaktu terjadi kondisi yang darurat. Dalam hidup ini ada banyak hal yang bisa menimpa siapa saja dengan tiba-tiba, meski tak seorang pun menginginkannya. Peristiwa-peristiwa darurat ini bisa mulai dari sakit, kecelakaan, kena PHK hingga tertimpa bencana alam.
Peristiwa yang tiba-tiba terjadi tentu bisa membuat siapa pun kelimpungan. Pun di saat ada serangan wabah Covid-19 yang mengacaukan perekonomian saat ini, dana darurat sangat diperlukan keberadaannya. DI saat Covid-19Â siapa pun yang benar-benar terdampak bisa menggunakan dana darurat.
Biasanya dana darurat itu minimal 3 kali pengeluaran rutin bulanan. Dengan begitu, jika setiap bulan seseorang harus mengeluarkan dana sebesar Rp.3,5 juta untuk hidup maka jumlah dana minimal yang harus ada untuk dana darurat yakni Rp.10,5 juta.
Pertanyaannya kini adalah bagaimana caranya agar dana darurat itu benar-benar ada di setiap saat? Tentu saja jawabannya adalah dengan menyiapkannya sejak jauh hari, yakni dengan menyisishkan 10%-30% dari gaji bulanan atau pendapatan.
Dana ini akan lebih baik jika tidak hanya ditabung saja alias diendapkan begitu saja tanpa pengembangan yang signifikan. Ada baiknya dana darurat ini diinvestasikan semisal di reksa dana yang saat ini sudah sangat mudah dan terjangkau.
Karena dana darurat ini untuk hal-hal atau kejadian yang sifatnya darurat maka akan lebih baik jika dana ini tidak diutak-atik alias tidak gatelan untuk menggunakannya di luar tujuan utamanya.
Nah, untuk mengamankan dan mengembangkan dana darurat ini, investasi reksa dana semisal melalui IPOTFUND bisa menjadi alternatif untuk pengembangannya. Dengan begitu, dana darurat yang dimiliki tidak diendapkan begitu saja, tetapi dikembangkan sedemikian rupa biar nilainya tidak tergerus oleh inflasi manakala dana itu dibutuhkan.
So, perlu ditekankan lagi bahwa dana darurat hanya dikeluarkan saat ada kejadian atau peristiwa tak terduga, seperti seperti sakit, kecelakaan, PHK, kematian, kebanjiran dan peristiwa lain yang sifatnya tak dikira.