Saya awalnya ingin membuat artikel yang isinya menuntut internet gratis dimasa Pandemi Covid-19 seperti sekarang. Gabut juga kan lama-lama #DirumahAja terus. Uda beberapa hari ini dirumah, minimal kasih diskon biaya internet ya.
Tapi niat itu berubah saat dengar kabar penolakan pemakaman jenazah pasien Covid-19 oleh sejumlah orang. Ironis sekal melihatnya.
Tentunya duduk perkaranya yang lebih paham adalah mereka yang berkepentingan ada dilokasi kejadian ya. Saya tidak dalam posisi menjelaskan disini.
Yang saya tangkap disini ialah terjadinya salah paham dan keterbatasan informasi yang dimiliki sejumlah masyarakat. Tanpa mengurangi rasa hormat, bagi saya sosialisasi dan edukasi tentang virus Corona dimasyarakat masih kurang.
Bagi sebagain orang mungkin bosen mendengar himbauan dari berbagai pihak tentang sosial distancing, dirumah aja, cuci tangang, menjaga kebersihan dan lainnya guna mencegah virus Corona. Tapi bagaimana lagi, memang itu satu-satunya yang bisa manusia lakukan saat ini untuk menghentikan virus Corona. Untuk saling mengingatkan dan menguatkan satu sama lain ditengah wabah.
Sayangnya gak semua kita mau peduli. Kerja Pak Yurianta dkk selaku jubir pemerintah urusan Covid-19 sudah sangat bagus terus menerus membagikan pencerahan pada publik tentang virus "mahkota" ini.
Disini saya ingin bilang, sosialisasi dan edukasi virus Corona pada masyarakat sudah cukup maksimal. Namun ya seperti itu faktanya, beberapa masyarakat masih belum teredukasi dengan baik.
Kita itu bangsa yang besar, jadi wajar saja untuk sosialisasi penuh satu negara ini bukan kerja mudah. Sementara mesti berjibaku melawan wabah penyakit disaat bersamaan.
Saya sendiri merasakan, bahwa dilingkungan sekitar tempat saya tinggal masih sering terjadi simpang siur. Misal itu terkait update jumlah pasien positif Covid-19, cara pencegahan, gejalanya, listrik gratis dan lain sebagainya.
Bagi sebagian orang tentu akan berpikir akan mengklik covid19.go.id maupun laman resmi lainya terkait informasi virus Corona. Jika belum dapat informasi yang dicari, minimal diam dulu.
Tapi gak semua orang begitu. Ada memang tipikal orang yang ditengah tidak tahuannya bersifat lebih ekspresif dan panik. Bungung untuk mencari informasi. Cari informasi dimedia sosial. Keluar masuk grub chat. Disinilah celah potensi terjadinya disinformasi dan salah paham. Celah kabar bohong untuk masuk. Dimana sebagian masyarakat justru mencari informasi dari sumber tidak terpercaya. Belum lagi informasi yang beredar dari mulut ke mulut yang gak terjamin kebenarannya. Gak semua orang mengerti berita yang resmi itu bagaimana, apalagi memahami apa itu media arus utama atau media mainstream.
Jadi sebenarnya tidak ada yang salah sama sosialisasi dan edukasi yang sudah dilakukan pemerintah. Sudah benar itu yang setiap hari konferensi pers.
Tapi pola komunikasi kepada masyarakatnya yang perlu ditingkatkan. Saat ini masyarakat memang sudah banyak yang miliki smartphone. Tapi belum banyak yang mampu menggunakannya untuk mencari informasi. Belum lagi mereka yang jarang menonton tv dan baca berita.
Dikondisi pandemi virus Corona seperti sekarang. Rasanya sudah gak ada waktu untuk edukasi masyarakat cara menggunakan telepon pintarnya dan mencari informasi yang baik & benar.
Mungkin ini sangat memprihatinkan. Tapi kenyataan yang saya temui disekitar tempat tempat tinggal saya mungkin juga dibeberapa daerah  lain juga sama. Hmm.. Terus terang saya bingung menjelaskannya pakai definisi apa.
Kenyataannya memang masih banyak orang yang mengalami keterbatasan informasi dan pengetahuan. Keterbatasan tersebut bukan berarti orang tidak memiliki akses informasi. Tapi lebih kepada ketidakpedulian dan tidak ada kesadaran dalam diri sendiri.
Saya gak tahu ini fenomena apa. Ketika banyak orang yang lebih suka baca berita sepotong-potong dan langsung mengambil kesimpulan. Berita dari mulut ke mulut hingga gak tahu lagi dari mulut siapa.
Kondisi saat ini ditengah masyarakat yang saya rasakan terlalu banyak kabar simpang siur terkait virus Corona. Misalnya ada yang bilang di kampung sebelah ada pasien positif. Ada juga yang bilang penambahan kasus positif sudah nambah 400 dalam sehari. Dan banyak lagi.
Disinformasi terkait virus Corona jika terus dibiarkan. Ditakutkan dampaknya tidak kalah berbahaya dibanding virusnya sendiri.
Seperti aksi penolakan jenazah korban Covid-19. Entah pemahaman atau teori apa yang digunakan oleh masyarakat disana. Rasa takut ketularan berlebihan, hingga memunculkan pemahaman bahwa jenazah korban Covid-19 masih bisa menularkan virus sekalipun sudah dikebumikan.
Padahal para ahli medis tidak pernah berkata demikian. Di kondisi saat ini seharusnya kita mendengarkan apa kata dokter dan pakar medis lainnya. Karena ini darurat kesehatan. Jadi hanya mengikuti perasaan dan kata-katanya.
Tapi kita semua tetap harus maklum. Dikondisi pandemi Covid-19 yang mana semua orang rentan terinfeksi. Keadaan yang memposisikan seseorang diantara ketularan dan kelaparan. Jadi wajar bila ada prilaku-prilaku gak wajar dari beberapa orang.
Sekalipun informasi dan himbauan untuk menangkal virus Corona sudah melimpah. Tapi bukan jaminan semua orang paham dan mau mengikutinya.
Ibarat seperti di ruang kelas sekolah. Diruangan, bangku, meja, seragam dan dengan guru yang sama. Namun bukan jaminan semua murid akan paham apa yang diterangkan oleh gurunya. Kiri-kira seperti itulah gambarannya. Kenapa masih banyak disinformasi hingga kini ditengah kita semua.
Jalan tengahnya mungkin bisa dilakukan dengan informasi door to door. Atau mengirimkan info ke nomor kontak setiap warga. Jadi masyarakat tidak harus mencari informasi sendiri. Melainkan dari otoritas yang memberi informasi secara gratis.
Gratis disini mungkin ada kaitannya dengan akses internet. Tapi lebih dari itu. Terpenting ialah agar masyarakat tidak dibiarkan kebingungan sendiri. Bagi sebagain orang sebuah informasi itu "mahal". Apalagi harus menelpon call center dan lainnya. Gak semua orang familiar dengan yang gitu-gitu.
Sebaiknya segera perbaiki komunikasi pemerintah ke masyarakat terkait informasi Covid-19. Saat ini Pemerintah Indonesia lewat Kominfo dan BNPB sudah melakukan broadcast lewat pesan singkat berupa himbauan. Tapi alangkah lebih konkret, informasi yang disebar lebih konkret dan sesuai wilayah.
Misalnya gini: (1) "saudara semua, sudah ada pasien positif dijarak 5 km dari rumah Anda. Tetap waspada dirumah aja ya".(2) "Tetap tenang saudara semua, bantuan sembako akan segera tiba". (3) "listrik akan digratiskan, begini aturannya saudara-saudar...." Dan beberapa pesan singkat lainnya.
Saya pikir warga akan lebih gampang paham, dari sekedar cuma diberi himbauan. Saya gak tahu caranya gimana, tapi saya berharap pola komunikasi Covid-19 akan dibuat seperti demikian.
Meski kita paham hal itu cukup merepotkan. Tapi inilah kenyataannya, ketika dunia lebih fokus pada kecanggihan alat informasi dan telekomunikasi. Namun manusia sebagai user tidak semuanya mampu mengimbanginya.