Beberapa waktu belakangan ini, mulai terlihat jelas bahwa pasar modal Indonesia memang sedang lesu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh ke level terendah dalam 8 bulan terakhir. Investor resah dan memilih sikap mencari aman atau istilah dalam bahasa Inggrisnya adalah wait and see.
Diantara banyaknya keputusan yang ada, keputusan untuk menunggu tentu dianggap sebagai keputusan atau pilihan yang tepat, berbeda jika justru menjadi panic selling yang bisa saja malah sangat merugikan. Bagaimana pun lesunya pasar modal perlu dimaknai sebagai kesempatan emas untuk mengoleksi saham-saham blue chip yang memang ikut tergerus.
Strategi Buy on Weakness (BoW) dan diversifikasi aset menjadi solusi di tengah loyonya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), tapi investor perlu risk off atau menghindari aset berisiko.
Apa boleh buat, pelemahan IHSG ini akibat virus corona atau virus dengan nama resmi Covid-19 yang hingga kini masih menjangkiti masyarakat dunia, terutama di kota asal mula munculnya virus tersebut yaitu di kota Wuhan, China. Mengapa strategi buy on weakness ini justru disarankan?
Kasus Corona ini sebenarnya mengingatkan pada kasus virus SARS yang terjadi pada November 2002—Juli 2003. Saat itu juga pasar saham jikut terpengaruh dan lesu seperti halnya seperti sekarang ini.
Kalau boleh berkaca pada kasus SARS waktu itu, boleh disimpulkan bahwa setelah SARS berangsur berkurang, IHSG justru bangkit pada kuartal II/2003.
Moment seperti inilah yang sebenarnya kontekstual untuk pasar saham saat ini yang sedang lesu. Buy on weakness tentu menjadi strategi untuk harapan yang cerah saat pasar saham bangkit. Dengan begitu, cuan pun bakal dikeruk.
Meski saat berkaca pada kasus setelah SARS di masa lalu terlihat cuan, di masa serangan Corona ini investor tentu perlu memiliki pendalaman yang lebih dalam dengan analisis fundamental dan teknikal untuk memilih saham yang berpotensi cuan menggunakan fitu-fitur yang biasanya dimiliki platform investasi saham semisal aplikasi IPOTGO dengan fitur komprehensifnya.
Selanjutnya, investor saat buy on weakness ini memilih saham yang memberikan dividen yield tinggi, memilih saham yang akan melakukan aksi korporasi sehingga dapat menaikkan pendapatan dan laba emiten tersebut dan memilih saham yang terpercaya dalam GCG (Good Corporate Governance) alias konkret kekiniannya tidak sedang berkasus atau tersandung kasus.
Selain itu membidik saham-saham yang tidak agresif membidik pertumbuhan pada 2020 karena realistis mempertimbangkan performa bisnis 2019 bisa menjadi alternatif, seperti memilih saham-saham dari bank menengah yang tak ekspansif, tapi sinergis dalam mendorong pertumbuhan aset dari semua sektor, baik ritel maupun wholesale.
Itulah penjelasan singkat tentang strategi Buy on Weakness. Mudah dimengerti bukan?
Â