Setelah melewati 100 hari masa kerja Jokowi-Amin kemarin. Berbagai pihak banyak yang melontarkan kritiknya. Semacam sudah menjadi tradisi politik, dimana setiap 100 hari pertama masa jabatan publik pasti akan menjadi sorotan.
Lantas bagaimana 100 hari pertama untuk Jokowi-Amin? Mengingat ini masa jabatan atau periode terakhir menurut undang-undang, Jokowi sebagai presiden. Dan kemungkinan kecil wapres Maruf Amin untuk maju kembali di 2024. Maka gak heran mayoritas lebih mengarah pada kritik.
Mengukur keberhasilan rezim Jokowi ini nanti setelah akhir masa jabatannya. Agaknya puji-pujian saat ini tidak terlalu membantu pemerintahan ini. Mungkin mereka memang gak butuh lagi pencitraan. Justru kritik yang apa adanya lebih berguna.
Kritik yang datang juga dirasa tidak lagi terlalu dipolitisasi. Jadi dinikmati aja. Kritik dengan tujuan membangun. Dan gak ada lagi sentimen terkait elektabilitas.
Tapi bagi saya, bisa melakukan kritik pada Presiden bukanlah sebuah pencapaian yang dapat terlalu dibanggakan. Maksudnya ya janganlah terlalu merasa berbangga diri hanya karena telah mengeritik Presiden. Negara kita ini negara demokrasi. Semua orang bisa melakukan sesuatu yang sama seperti mu (kritik).
Apalagi bila kita hanya melakukan kritik demi memuaskan ego. Atau kritik terkait hutang negara, modal asing, tenaga asing, antek aseng dan lain sebagainya. Masih bagus bila kita memahami apa yang kita sampaikan. Gak lucukan kalau kita kritik seseorang tapi gak memahami betul apa yang kita ucapkan.
Namun bukan berarti ini membatasi hak seseorang untuk menyampaikan kritik, pendapat dan saran. Hanya saja pemanfaatannya yang mesti sesuai jalur.
Sejauh yang saya amati, tanpa menyampingkan kritik yang bagus. Banyak kritik yang datang pada pemerintah Jokowi. Bahkan sejak periode pertamanya. Permasalahan apapun orang langsung menyalahkan dan lapor ke pemerintah pusat. Bahkan untuk urusan administrstif di daerah, mengadunya langsung ke Presiden.
Ini bukannya mau bela-belain presiden. Di masa presiden sebelumnya juga begitu. Apapun yang terjadi di negeri ini maka presidennya yang disalahkan. Memang betul posisi presiden sebagai pemimpin maka bertanggung jawab pada seluruh negara.
Tapi lihat dulu kasus per kasusnya. Sebagian masyarakat kita tahunya hanya kritik ke presiden saja. Padahal masih ada jajaran pemerintah dibawahnya yang juga dibiayai dari uang rakyat dan boleh dikritik.
Maksudnya begini. Masih ada pemerintah daerah. Mulai dari RT-RW, Kelurahan, Kecamatan, Walikota, Guburnur dan lembaga pemerintah terkait. Jadi untuk urusan administratif seperti ktp-el, bpjs dan sebagainya. Kiranya otoritas terkait di masing-masing daerah bisa lebih bertanggung jawab.
Mungkin kita bisa keliru loh dalam menilai. Semisal didaerah kita untuk pengurusan salah satu berkas prosesnya lama. Namun bukan berarti keadaan yang sama berlaku di daerah lain. Karena walaupun sama-sama daerah Indonesia. Namun tergantung pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat di wilayahnya.
Jika boleh dibandingkan antara Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, hingga Makassar misalnya. Sama-sama kota besar, tapi kondisinya tentu beda ya.
Mungkin kita semua akan lebih suka dengan sistem pemerintahan yang selalu hadir ditengah-tengah masyarakat. Selalu siap menjawab setiap tanya yang meresakan masyarakat.
Meskipun tetap terasa istimewa bila setiap keluh kesah kita disampaikan kepada Presiden. Sama seperti kalau kita melakukan komplai pelanggan, pasti lebih puas jika jumpa atasannya langsung.
Namun sayangnya Indonesia ini luas. Rasanya gak masuk akal jika semua masalah di negeri ini harus menuntut seorang presiden yang menyelesaikan. Kenapa gak jajaran dibawahnya yang menyelesaikan.
Terserah deh apa namanya. Gubernur rasa presiden, atau walikota, bupati hingga lurah rasa presiden. Terpenting ialah masalah yang dihadapi masyarakat segera diselesaikan.Â
Tidak lagi beralasan tunggu dari pusat, belum diprogramkan, memang aturan darisananya dan lain sebagainya. Jujur saja kondisi demikian sering dijumpai di daerah-daerah.
Ya semoga kedepannya sistem pemerintahan di Indonesia ini lebih efektif. Disaat ada masalah, proses laporannya juga mudah dan segera teratasi. Masyarakat menjadi lebih gampang akses informasi terkait program pemerintah dan pengurusan berkas. Tidak perlu pakai orang dalam dan laporan langsung ke presiden.