Masyarakat Gunung Kidul, Yogyakarta memiliki tradisi unik khas yang hanya ditemukan di Gunung Kidul Yogyakarta yang disebut Rasulan. Petani di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta memiliki cara unik setelah panen sebagai ungkapan rasa syukur lewat tradisi Rasulan.Tradisi Rasulan juga sebagai ruwatan atau doa agar panen berikutnya lebih baik .Puncak ritual Rasulan adalah kirab budaya atau karnaval keliling kampung dengan membawa aneka gunungan hasil panen.
Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta kerap dianggap tempat yang kering ,tandus dan kekurangan air. Gunung Kidul salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Wonosari.Wilayah Gunung Kidul sebagian besar wilayahnya berupa perbukitan dan pegunungan kapur yang juga kawasan ini bagian dari pegunungan Sewu.
Gunung Kidul dikenal daerah tandus dan seringkali mengalami kekeringan saat musim kemarau datang. Gunung Kidul yang letaknya berada dikawasan pegunungan tandus dan berkapur tidak berarti wilayahnya kering budaya .Ketika berkunjung di wilayah Gunung Kidul banyak dijumpai seni dan budaya unik khas Gunung Kidul yang sampai saat ini  masih lestari dan bertahan ditengah era globalisasi salah satunya tradisi dan budaya yang disebut Rasulan.Â
Tradisi Rasulan ini tidak ada hubungan dan kegiatan yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW .Rasulan juga tidak ada kaitannya dengan memperingati Maulud Nabi Muhammad atau Isra Miraj .Rasulan merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan masyarakat Gunung Kidul  sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atau dengan istilah sederhananya disebut Syukuran.
Tradisi Rasulan sudah demikian mengakar dalam kehidupan masyarakat Gunung Kidul .Hampir semua masyarakat setempat menyakini tradisi ini tidak digelar akan mendapatkan hal yang buruk dikemudianhari.Masyarakat setempat hingga kini masih percaya berkaitan dengan hal yang ghaib atau mitos hingga muncul Tabarruk atau Ngalab Berkah.
Di Dusun Dondong, Desa Jetis, Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta sikap Tabarruk masih melekat sampai sekarang salah satunya Tabarruk pada makhluk seperti pada pohon. Masyarakat di Dusun ini percaya pohon beringin bersemayam danyang atau mbaurekso. Sejak itu masyarakat setempat memperlakukan pohon beringin tidak sembarangan supaya mbaurek tidak menggangu.Sebagai bentuk penghormatan lahirlah ritual salah satunya ritual Rasulan.Â
Tradisi Rasulan digelar oleh hampir seluruh masyarakat Gunung Kidul telah lama digelar sejak ratusan yang lalu. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan perayaan Rasulan digelar. Tradisi Rasulan biasanya digelar setelah masa panen selesai yang biasanya digelar setiap bulan Juni atau Juli setiap tahunnya. Tradisi Rasulan biasanya digelar beberapa hari yang diawali dengan kegiatan gotong royong kerja bakti bersih desa, kirab budaya sampai acara pentas seni yang digelar secara meriah.
Kegiatan tersebut erat kaitannya dengan kepercayaan kejawen yang diyakini oleh sebagian masyarakat. Sisi lain dari tradisi Rasulan sebenarnya adalah tradisi bersih desa. Kebiasaan masyarakat di Gunung Kidul membersihkan lingkungan desa mulai memperbaiki jalan, mengecat pagar pekarangan hingga membersihkan makam.
Tradisi Rasulan yang di gelar masyarakat Gunung Kidul unik dan khas yang  disemarakkan dengan kegiatan olahraga dan atraksi seni budaya disuguhkan seperti doger, jatilan, wayang kulit dan reogponorogo. Puncak kegiatan ritual Rasulan terjadi saat digelarnya kegiatan kirab. Kegiatan kirab merupakan semacam karnaval atau arak-arakan mengelilingi desa. Ketika kirab berlangsung masyarakat setempat membawa aneka sesajen mulai yang terdiri dari mulai tumpeng hingga hasil panen pertanian.
Setiap daerah Ketika berkunjung ke wilayah Gunung Kidul saat acara ritual Rasulan berlangsung masyarakat di wilayah ini melakukan kegiatan Rasulan berbeda-beda disetiap kampung dengan cirikhas dan keunikannya masing-masing. Tradisi Rasulan yang digelar masyarakat Gunung Kidul ada yang digelar satu tahun sekali dan 2 tahun sekali biasa diadakan usai panen dan saat menabur benih atau sering disebut Labuhan.
Kegiatan Rasulan di Desa Jetis dilakukan satu tahun sekali saat masyarakat menabur benih. Masyarakat Desa Jetis begitu gembira dilihat dari wajah mereka memancarkan suka cita. Mereka saling membantu menyiapkan pelbagai piranti kirab, bahkan mereka rela begadang semalam suntuk untuk menyiapkan gunungan yang digunakan kirab esok hari. Gunungan hasil yang dibuat masyarakat Gunung Kidul yang terdiri dari kacang panjang, cabai merah, tomat, padi, terung ungu, wortel dan buah-buahan masing-masing memiliki makna simbol tersendiri.Â
Seperti dikatakan kepala Dusun bernama Warigin Dondong yang mengatakan Rasulan digelar bukan untuk perayaan budaya saja, tetapi sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tradisi Rasulan bisa menjadi ajang silaturahmi antar warga. Mereka bersemangat gotong royong bekerja sama menggelar acara Rasulan dari pembuatan gunungan hingga piranti lainnya mereka siapkan bersama-sama.
Prosesi ritual Rasulan diawali dengan pengambilan gunungan dari semua kampung. Sementara grup kesenian dari reog ,jatilan berdandan sesuai dengan tema masing-masing. Ketika prosesi ritual Rasulan dimulai dengan barisan 3 gadis berjalan dengan membawa uborambe berisi hasil pertanian Ada juga yang membawa kuali lengkap dengan ingkung ayam di dalamnya.
Barisan selanjutnya adalah barisan prajurit keraton membawa tombak dan ada juga yang memainkan gamelan. Tidak hanya berpakaian adat masyarakat juga memakai pakaian tentara lengkap dengan senjata ,kostum koran bekas yang berlangsung meriahÂ
Barisan selanjutnya barisan yang membawa gunungan lengkap dengan reog dan hiburan lainnya. Sesampai dilokasi kirab tepatnya di lapangan Karang acara selanjutnya berdoa bersama-sama untuk meminta ketentraman dan keselamatan dan diakhiri memperebutkan gunungan hasil pertanian .
Acara memperebutkan gunungan menjadi acara yang dinantikan oleh masyarakat. Gunungan yang dibuat dari hasil pertanian dan buah-buahan ini diperebutkan oleh masyarakat secara suka cita. Keberagamaan dan Kebersamaan menyatu dalam ritual Rasulanini.Toleransi umat beragama di Gunung Kidul terlihat demikian harmonis dan mampu menjadi pengikat perbedaan yang ada dalam masyarakat.
Semua masyarakat dari pelbagai jenis agama hadir bersama merayakan Rasulan. Tradisi Rasulan yang digelar oleh masyarakat disetiap kampung di Gunung Kidul, Yogyakarta ini bisa menjadi aset budaya bangsa dalam sektor pariwisata, karena memiliki prosesi yang khas. Prosesi yang khas pada ritual Rasulan yang di gelar masyarakat Gunung Kidul mulai dari acara bersih-bersih desa .Ritual Rasulan dilanjutkan kirab budaya gunungan berakhir pentas kesenian tradisional disetiap kampung yang berlangsung hikmad dan meriah menjadi hiburan yang menarik bagi masyarakat.
Tradisi Rasulan memiliki potensi budaya dan pariwisata yang menarik dengan cirikhas dan keunikannya yaitu kebersamaan melalui semangat gotong royong masyarakat setempat sehingga bisa dijadikan aset budaya dapat mengangkat sektor pariwisata. Lewat tradisi Rasulan yang di gelar masyarakat Gunung Kidul Yogyakarta menjadi cara baru yang unik dan khas dalam melestarikan budaya gotong royong serta Kebersamaan masyarakat desa ditengah derasnya era globalisasi. Tradisi Rasulan juga sebagai penguatan nilai budi pekerti melalui tradisi Rasulan, karena lewat tradisi Rasulan ini nilai budi pekerti dilukiskan melalui serangkaian acara yang di gelar dalam tradisi Rasulan.
Â
Â