Pelabuhan Muncar, sebuah pelabuhan ikan terbesar kedua di Indonesia setelah pelabuhan Bagan siapi-api ,sumatera Selatan. Pelabuhan muncar awal berdiri dikenal sebagai pelabuhan Ulupampang terletak dekat selat Bali mulai dibangun tahun 1576 M oleh Prabu Tawang Alun raja Blambangan. Ketika itu Blambangan dibawah pengaruh kerajaan Mengwi dari Bali dan pelabuhan Ulupampang dibangun Tawang Alun sebagai pengganti pelabuhan Penarukan kala itu penarukan mulai ditinggalkan pelaut Portugis.
Pelabuhan Ulupampang didirikan oleh Tawang Alun dikawasan Muncar dipandang tempatnya strategis aman dari serangan musuh dan kaya akan hasil laut mendorong pedagang Inggris membuat pusat perdagangan dikawasan Ulupampang .Pelabuhan Ulupampang semenjak dikuasai Inggris membuat Blambangan dan Muncar maju pesat menjadi pusat perdagangan yang cukup ramai menjadi tempat transaksi perdagangan rempah-rempah antar negara Indonesia dan Inggris.Â
Tak heran bila kawasan pelabuhan Ulumpampang atau Muncar ini dijadikan pusat perdagangan orang-orang Inggris dengan membangun gudang atau kongsi dagang didaerah ini, bahkan tahun 1600-an Ulupampang mampu mengeksport sarang burung walet, beras ke mancanegara. Semenjak itulah 1760 M pelabuhan Ulupampang berkembang sebagai pusat perdagangan,namun kemajuan pelabuhan Ulupampang atas Inggris membuat VOC Belanda merasa tersaingi berusaha merebut pelabuhan Ulupampang karena kawasan Ulupampang bagian wilayah VOC terlebih lagi Ulupampang kaya akan hasil bumi. Tak lama kemudian setelah perang Puputan Bayu VOC memindahkan ibukota Blambangan ke Wilayah Muncar mengingat letaknya strategis berdekatan dengan pelabuhan Ulupampang dan mengawasi kerajaan Mengwi yang berniat ingin menguasai Blambangan kembali.
Pasca VOC berhasil merebut pelabuhan Ulupampang kemudian kawasan ini dibangun pusat militer, benteng van rijcke sebagai pertahanan dari serbuan atau serangan musuh selanjutnya dipindahkannya ibukota Blambangan ke Muncar. Perpindahan ibukota Blambangan ke Muncar setelah perang puputan Bayu alasannya tempatnya strategis dekat dengan pelabuhan Ulapampang sekaligus sebagai tempat untuk mengawasi Mengwi yang ingin kembali menguasai Blambangan. kawasan Muncar dijadikan oleh VOC sebagai pusat kerajaan Blambangan dan dari sinilah kerajaan Blambangan bercorak Islam dimulai.
VOC mulai menempatkankan orang-orang Islam untuk dijadikan sebagai raja Blambangan sebagai upaya mempercepat proses islamisasi diwilayah ini.Semenjak ibukota Blambangan berpindah tempat ke Muncar Islam berkembang cepat di Blambangan sebagian pindah ke pulau Bali dan membangun pemukiman dikawasan alas purwo. Sementara pelabuhan Muncar kala itu telah menjadi pusat militer VOC abad 17-18 kemudian VOC juga mengangkat kepala pelabuhan Muncar keturunan Tionghoa dan sejak itulah pelabuhan Muncar ramai pedagang dari beberapa negara dan nusantara hingga sekitar pelabuhan berkembang menjadi beragam pemukiman baru dari berbagai etnis.
Kini ratusan sudah pelabuhan Ulupampang berdiri ,namun pelabuhan Ulupampang sekarang berganti nama menjadi pelabuhan Muncar tetap berfungsi dengan baik bahkan pelabuhan Muncar kian berkembang menjadi pelabuhan ikan terbesar di pulau jawa. Keindahan Pelabuhan ikan Muncar memang memukau dengan hamparan pasir putih dipadu dengan dermaga sebagai tempat terminal deretan ratusan perahu kayu milik nelayan yang didesain secara unik memberi kesan tersendiri bagi wisatawan. Tidak jauh dari dermaga dapat dijumpai pemukiman nelayan yang sebagian beragama Islam dan Hindu kemudian dapat melihat dari dekat kehidupan nelayan menangkap ikan dengan kapal kayu sederhana melalui tawur sebutan nelayan saat jaring ikan.
Menariknya saat menjaring ikan para awak bernyanyi bersama memberi semangat sang nelayan dan hasilnya bisa mencapai rata-rata 5 sampai 6 ton. Jumlah nelayan dikawasan pelabuhan muncar mencapai ratusan tak dipungkiri bila pelabuhan dikenal sebagai pelabuhan terbesar kedua di Indonesia setelah pelabuhan Bagansiapi api.
Kini Muncar berkembang demikian pesat terlihat daerah ini menjadi penghasil ikan terbesar di Indonesia. Muncar kini menjadi ladang emas bagi nelayan dengan sumber daya ikan yang.luarbiasa jumlahnya. Dibalik suksesnya Muncar menjadi pusat penghasil ikan, terselip sebuah rasa ironi. Bagaimana tidak dengan label penghasil ikan terbesar di Indonesia, fasilitas penunjang pelabuhan masih jauh dari kata baik. Menurut Sugiyanto, Ketua Paguyuban Nelayan Muncar, sebagai wilayah dengan hasil perikanan yang banyak, seharusnya sudah diikuti dengan peningkatan fasilitas di bidang pengolahan perikanan yang baik. “Banyak tangkapan ikan yang seharusnya berdaya jual mahal, karena dengan tidak adanya fasilitas pendingin atau cold storage menyebabkan ikan tersebut hanya diasinkan. Ya harganya jelas jauh merosot,†terang Sugiyanto, pria dulunya berprofesi sebagai nelayan.
Sebenarnya nelayan tidak tinggal diam meyikapi permasalahan tidak adanya pendingin tersebut, mengawetkan ikan menggunakan es balok menjadi solusinya. Namun hal tersebut tidak mutlak menyelesaikan permasalahan, penggunaan es balok untuk mendinginkan ikan tidak bisa lama seperti halnya menggunakan mesin pendingin atau cold storage.
Berantas illegal fishing, kesampingkan Port Fishing?
Komitmen pemerintahan era Joko Widodo untuk membangun poros kemaritiman tentu tidak diragukan lagi. Melalui Kementrian Kelautan dan Perikanan yang dipimpin oleh Susi Pujiastuti, memberikan secercah harapan bagi negara ini untuk bangkit dan menunjukkan tajinya sebagai negara maritim terbesar. Harapan muncul ketika pemberantasan illegal fishing oleh nelayan asing getol dilakukan oleh pemerintah. Tak main-main, tercatat hingga bulan Februari 2016 sudah 151 kapal nelayan asing ditenggelamkan oleh Satuan Tugas (Satgas) pemberantasan illegal fishing yang dikenal dengan Satgas 155 yang melibatkan berbagai kementerian dan instansi terkait lainnya. Tujuan utama dari Satgas 115 adalah mempertahankan dan menjaga sumber daya perikanan untuk ketahanan pangan Negara Indonesia.
Tentu komitmen inilah yang dinantikan oleh para nelayan, khususnya nelayan tradisional seperti nelayan yang ada di Muncar. Maraknya illegal fishing oleh negara lain sama seperti merenggut rejeki nelayan Indonesia. Ikan yang seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di curi habis-habisan oleh bangsa lain, ini mungkin bentuk lain penjajahan era sekarang. “Seharusnya pelanggaran seperti illegal fishing memang harus ditindak tegas. Penenggelaman kapal sebagai upaya memberi efek jera, jangan sampai bangsa ini terus di eksploitasi asing,†ujar Umar salah satu nelayan yang sudah lama mengais rejeki di Muncar.
Upaya yang saat ini dilakukan pemerintah saat ini juga bisa dibilang akan sia-sia jika hasil laut nelayan melimpah dengan minimnya illegal fishing, namun hasil laut tersebut masih belum maksimal dikelola. Jelas hal tersebut merupakan masalah yang nantinya akan timbul apabila pemerintah lambat dalam menyikapi masalah minimnya fasilitas pelabuhan ikan di Indonesia.
Jika mengacu pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.16/Men/2006 tentang pelabuhan perikanan, disebutkan bahwa Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh atau bongkar-muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra- dan antarmoda transportasi. Berdasar peraturan tersebut, apakah Muncar masih layak disebut sebagai pelabuhan ikan apabila hingga kini fasilitas yang ada sangat minim.
Jangankan untuk fasilitas pengelolaan ikan, jalan becek dan berlubang masih banyak dijumpai disekitar pelabuhan Muncar. Pembangunan infrastruktur yang belum optimal membuat kawasan ini sulit berkembang. Padahal, potensi perikanan dan pariwisata yang terdapat di balik citra negatif itu bagaikan permata yang belum terasah. “Ya kondisi disini memang tidak jauh berubah, walaupun dari segi kunjungan ke pelabuhan Muncar naik secara signifikan sejak sering digelarnya berbagai festival budaya disini,†terang Umar. Walaupun begitu, menurut Umar, tidak ada pengaruh secara langsung terhadap pendapatan para nelayan di Muncar, karena para nelayan tetap bergantung pada tangkapan ikan yang didapat setiap harinya.
Impikan pelabuhan ikan modern
Di berbagai wilayah di Eropa, kawasan pelabuhan umumnya merupakan kawasan yang maju. Jika berkiblat pelabuhan ikan yang ada di Eropa, tentu banyak pelajaran yang bisa dipetik oleh pemerintah guna mewujudkan cita-cita membangun poros maritim dunia. Sebagai contoh, salah satu pelabuhan ikan modern ada di Scheveningen, Belanda.
Salah satu pelabuhan modern dengan berbagai pusat bisnis modern skala internasional ini memiliki tempat pelelangan ikan, pasar ikan beku dengan yang didukung cold storage skala besar dan modern, serta pasar ikan segar untuk semua restoran di Den Haag. Industri pengolahan ikan yang berinteraksi langsung dengan pedagang pasar lokal dan pelaku pasar ekspor juga dibangun di sini. Ditambah dengan pemandangan pantai Laut Utara yang berpasir putih menjadikan Scheveningen sebagai salah satu tempat tujuan wisata di Den Haag dan Belanda umumnya. Hotel bintang lima dan resor modern tumbuh di sini.
Bayangkan saja apabila konsep pelabuhan modern yang ada di Belanda tersebut bisa diterapkan di berbagai wilayah Indonesia yang luas wilayah perairannya lebih luas ketimbang luas daratannya. Mungkin masih banyak pekerjaan rumah untuk para pemimpin negeri ini dalam memaksimalkan potensi alam di bidang kelautan dan perikanan.
Scheveningen juga memperlihatkan pengelolaan atau manajemen yang modern dan terintegrasi. Suatu wilayah minapolitan yang hendak diwujudkan di Indonesia tanpa memiliki sistem pengelolaan yang baik, terpadu dan modern sangat sulit. Tentu juga perlu sumber daya manusia yang terlatih,terampil, dan professional. Mengembalikan kembali kejayaan negara ini melalui sektor kelautan dan perikanan yang kaya namun belum juga di kelola secara serius.