Selamat bekerja kepada Presiden Jokowi dan Wapres Wa'ruf Amin untuk masa jabatan 5 tahun kedepan. Setelah sebelum sudah melewati masa periode jabatan pertama 2014-2019. Dan untuk Pak Jokowi, semoga gak nyalon presiden lagi.
Jangan salah paham dulu. Tokh memang aturannya tidak mengizinkan Jokowi untuk dipilih kembali sebagai Presiden pada Pilpres 2024. Dan yang terpenting, Presiden Jokowi jangan merasa dirinya bisa dipilih lagi jadi Presiden. Agar kerjanya lebih gaspol.
Setelah dinyatakan terpilih sebagai Presiden kembali. Presiden Jokowi mengatakan dirinya tidak ada beban dan akan melakukan yang terbaik untuk negara.
"Lima tahun kedepan, mohon maaf, saya sudah enggak ada beban. Saya sudah enggak bisa nyalon lagi. Jadi apapun yang terbaik untuk negara akan saya lakukan," kata Jokowi saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Hotel Shangri-la, Jakarta, Kamis (9/5/2019).
Kini Jokowi sudah dilantik pada 20 Oktober 2019. Semoga beliau ingat apa yang dikatakannya sebagai "tanpa beban". Artinya tidak perlu lagi ada pencitraan, elektabilitas dan takut tidak dipilih lagi.
2019-2024 seharusnya dipergunakan sepenuhnya untuk kerja, kerja kerja. Seperti Jargon khas Jokowi. Kerja sepenuhnya untuk bangsa dan negara. Tidak lagi untuk kontestasi politik.
Begitupun dengan Wapres Ma'ruf Amin yang diharapkan tidak lagi memiliki ambisi kekuasaan kedepannya. Meskipun tidak masalah juga menurut undang-undang. Namun alangkah baiknya di periode kedua ini, Jokowi-Ma'ruf benar-benar seutuhnya bekerja untuk kepentingan rakyat. Tidak lagi mikiri soal elektabilitas.
Keadaan seperti ini sama ketika periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Wapresnya kala itu Boediono juga gak memiliki kepentingan politik. Jadi konsentrasinya sepenuhnya sebagai pemimpin negara.
Hanya saja saat itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono masih jabat sebagai ketua partai politik. Dan kini kita berharap dengan Jokowi yang bukan berasal dari latar belakang elit politik. Maka dengan itu dapat lebih fokus kerja sebagai Presiden.
Â
Bodoamat dikatain PKI, Anti Islam, Antek Asing dan Antek Aseng
Selama masa jabatan di periode pertamanya sebagai Presiden, tentu kita sudah sering mendengar Presiden Jokowi dituding macam-macam. Mulai dari PKI sampai Antek Cina.
Tudingan seperti itu mungkin sebagai "serangan" politik yang selalu diterima Presiden Jokowi. Dan beliau tentunya merasa terusik. Jelas saja terusik karena mempengaruhi tingkat elektabilitasnya.
Tapi barangkali keadaanya menjadi berubah di periode kedua Presiden Jokowi. Dengan ketentuan yang membuat Jokowi tidak bisa maju kembali di Pilpres 2024. Maka olok-olokan yang menyerang diri pribadi Jokowi menjadi sia-sia.
Dalam beberapa kesempatan memang Presiden Jokowi mengaku sudah biasa dihina, terlebih sejak menjabat sebagai Presiden. Hanya saja ketika menjelang Pilpres 2019 kemarin, Presiden Jokowi mau tidak mau harus bereaksi. Menjadi rajin menepis tudingan miring kepada dirinya.
Tapi sekarang Presiden Jokowi bisa bersikap "bodoamat" terhadap tudingan miring pada diri pribadinya. Lagipun buat apalagi menyerang menyerang pribadi seorang Presiden Jokowi ?
Tapi kita semua perlu tetap berpikir kritis. Satu-satunya yang perlu "diserang" dari Presiden Jokowi ialah kinerjanya. Bukan pribadinya.
Sudah saatnya kita belajar demokrasi yang baik dan benar. Gairah politik di Indonesia memang betul makin meningkat beberapa tahun belakang ini. Tapi ada satu yang salah kaprah. Kita terlalu sibuk pada politik olok-olok dan gimmick saja. Tanpa peduli program dan kebijakan.
Kini pasca kontestasi politik 2019. Kita dilihatkan bahwa rahasia umum dunia politik kembali terungkap. Bahwa dalam politik, tidak ada lawan dan kawan yang abadi.
Politik itu jangan baper. Dulunya lawan, kini bisa jadi kawan. Maka itu jangan terlalu membenci, karena siapa tahu besoknya berkawan.
Kalau kritik-kritik itu hal biasa dan perlu. Maka kritik itu membangun. Bukan kritik pada kehidupan pribadinya, tapi kritik hasil kerjanya.
Presiden Jokowi pun diharapkan tidak perlu lagi memusingkan fitnah yang datang pada dirinya. Pada saat pemilu, mungkin fitnah seperti itu bisa mempengaruhi opini masyarakat awam.
Namun ketika keadaannya sudah tidak bisa dipilih lagi dalam pemilu. Hal-hal demikian tidak lagi berpengaruh. Fokus utamanya ialah legacy atau warisan yang ditinggalkan nanti diakhir masa pemerintahan.