Keadilan Sosial Itu yang Bagaimana sih?

11 Jul 2019 10:39 1689 Hits 0 Comments Approved by Plimbi
Banyak orang yang berbicara soal keadilan. Namun boleh jadi pemahaman soal adil yang dimaksud keliru.

Pancasila barangkali sebagian kita mengenalnya sejak bersekolah dasar. Dimana setiap upacara hari senin dibacakan. Umumnya anak-anak sekolah hampir rata-rata mampu menghafalnya. Mungkin karena sering dibacakan dan tepajang teks Pancasila di dinding sekolah.

Namun bagaimana selanjutnya? Apa bentuk pengamalannya? Sama seperti kalau kita membaca kitab suci. Tentu saja tidak cukup dibaca saja, namun pengamalannya pada hidup sehari-hari.

Tanpa mengesampingkan sila yang lainnya. Sila ke lima yakni, "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" saya pikir menarik untuk dibahas.

Banyak orang yang berbicara soal keadilan. Namun boleh jadi pemahaman soal adil yang dimaksud keliru.

Presiden kita membumikan Pancasila terkhusus bagian keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan salah satu langkahnya meratakan pembangunan di Indonesia, tidak lagi terpusat di pulau Jawa.

Jujur saya merasa mulai menyadari makna Pancasila secara nyata. Dimana jalan-jalan pelosok pedesaan sudah merasakan "panasnya" aspal. Meski tetap saja belum merata ke seluruh negara.

Sementara sebagian masyarakat perkotaan merasa keberatan dengan beberapa subsidi dicabut. Dicabutnya sejumlah subsidi karena tidak tepat sasaran. Dimana anggaran negara lebih banyak dialokasikan ke daerah.

Pada titik ini tentu sebagian kita keberatan. Padahal saudara kita lainnya lebih membutuhkan. Keadilan sosial menjadi rancu bila kita hanya mendefinisikan sebagai bantuan sosial dari pemerintah dan mengganggap diri "orang kecil" yang pantas menerima bantuan tersebut.

 

Keadilan rejeki orang kecil

Kasusnya sama seperti isu pembajakan karya musik yang disuarakan musisi sekaligus vokalis Band Noah, Ariel. Lewat akun Instagram miliknya @ariel_inst menyampaikan keluh kesah terkait pembajakan karya musik dan sekaligus mengajak kita semua memerangi pembajakan album musik.

"Udh gak jaman sih memang dengerin CD, tapi tetep aja nyebelin. Gausah pakai alibi rejeki orang kecil dagang cd bajakan pinggir jalan. Puluhan pegawai musica di bagian gudang CD yg kena PHK gara2 penurunan penjualan cd asli juga orang kecil, supir2 bagian distribusi yg kena PHK juga orang kecil.

Kalau melihat Musik Noah/ band lain dibajak, jangan hanya membandingkan dgn kesejahteraan si pemusik tersebut, ada banyak orang ikut kerja disitu.

CATATAN: yg produksi CD bajakan GAK MUNGKIN orang kecil!! modalnya pasti besar. Dengan kondisi tidak banyak perubahan situasi pembajakan di indonesia, sepertinya hanya satu jalan keluar, Pembeli nya yg harus Sadar! Klo ga ada yg beli kan ntar bangkrut juga yg bajak, klo yg bajak gak bangkrut2, Berarti? Masih banyak yg beli. 

Jadi males ini nyelesaiin satu lagu lagi, lo gak tau brp dus itu kopi torabika gw abisin buat begadang bikin lagu, Ah sudahlah saya mau tidur."

Dari postingan Ariel Noah tersebut membuat kita sedikit banyak sadar. Bahwa menciptakan karya itu sulit. Jangan beralibi seolah menjadi orang susah sehingga membenarkan perbuatan mengambil keuntungan dari kesulitan orang.

Antara rejeki dagang CD bajakan dan rejeki pekerja di label produksi musik. Mana yang diutamakan? terpenting ialah yang tidak mengambil bagian rejeki orang lain.

Itulah yang saya pikir salah satu inti dari bentuk keadilan. Terserah kamu ingin menuntut keadilan kepada siapapun untuk kesempatan mendapatkan uang. Selama tidak menyerobot hak orang lain.

 

Keadilan di jalanan

Konsep keadilan di jalan raya sebenarnya sama dengan keadilan pada kasus yang disuarakan Ariel Noah. Dimana diharamkan menyerobot hak orang lain. Plus tambahan harus tahu malu.

Maksudnya gini, selama ini sebagian kita tahunya jalan itu gratis. Tapi sesungguhnya gak gitu juga. Bangun jalan tetap pakai duit buat daun. Dan duitnya juga dari pajak kita yang dibayarkan ke negara.

Kamu gak perlu beralibi malas bayar pajak karena takut dikorupsi. Gak usah berpikir terlalu jauh. Kewajiban kita ada bagiannya masing-masing. Salah satunya sebagai warga bernegara ialah membayar pajak.

Kalau mau bicara adil dan gak adil. Mereka yang membayar pajak itu bisa saja menuntut bahwa yang berhak melintas jalan hanya untuk mereka yang bayar pajak saja. Sementara yang ogah bayar pajak, gak diizinkan melintas.

Namun negara tidak menerapkan aturan sekejam itu. Nyatanya jalan-jalan (kecuali jalan tol/berbabayar) boleh dilintasi siapapun tanpa memandang siapa yang bayar dan tidak bayar pajak. 

Akan tetapi, sayangnya diantara kita masih tidak tahu. Seharusnya bersukur jalan umum itu gratis. Sekalipun biaya pembangunannya dari pajak, tapi bagi yang tidak bayar pajak (walaupun mampu) tetap boleh melintas.

Seharusnya kita tahu itu. Meski nyatanya banyak yang gak peduli. Sudah tidak ikut urun bayar pajak, namun kok saat pakai jalan seolah jalan punya nenek moyangnya sendiri.

Kita tahulah atau sering melihatnya. Gimana sih rasanya kamu sebagai pembayar pajak melihat kendaraan "bodong" tidak ada plat nomornya ugal-ugal di jalan?

Memang sebagian besar pengguna jalan tidak akan menghiraukan siapa yang tidak dan bayar pajak.

Justru kita sendiri yang mesti sadar. Namanya juga jalan umum, sudah pasti miliki orang banyak. Mesti sama-sama dijaga.

Jangan uda tidak bayar pajak, namun prilaku berkendara dijalan yang membahayakan pengendara lain. Keadilannya dimana coba?

Jadi keadilan itu berat. Siapapun bisa diadili bila bersalah. Apalagi bagi yang suka mengambil hak orang lain.

Saya pikir ini soal mindset. Seperti apasih keadilan sosial yang sesungguhnya? Ya kalau kita berpikiran keadilan sosial hanya soal bantuan sosial dan bantuan lainnya saja. Itu salah.

Keadilan itu bukan soal menerima hak tanpa ada tanggung jawab. Jangan hanya berharap diperlakukan adil sama orang lain. Sedangkan kita seolah gak peduli dengan keadilan orang lain.

Tags

About The Author

Rianda Prayoga 48
Ordinary

Rianda Prayoga

Gak banyak bicara, sedikit cuek tapi lumayan ramah
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel