Indonesia terkenal akan kaya suku dan seni budaya. Jawa Timur yang berada di ujung timur pulau Jawa ternyata memiliki suku yang unik dan khas yang dikenal Suku Tengger. Nama suku yang sebagian besar tinggal di kawasan gunung Semeru dan gunung Bromo ini terdengar unik mengingat suku bernama suku Tengger tersebut diduga kuat berasal dari keturunan para pengungsi kerajaan Majapahit. Suku Tengger atau disebut wong Tengger atau sering disebut wong Bromo adalah penduduk asli yang tinggal dikawasan pegunungan Bromo 2392 M dan Gunung Semeru Jawa Timur. Sebagian besar penduduk Suku Tengger menempati sebagian wilayah Kabupaten Pasuruan, lumajang, Probolinggo dan Kabupaten Malang, Jawa Timur ini memiliki bahasa, kepercayaan, kebudayaan yang unik dan berbeda dari kebanyakan masyarakat Jawa Timur pada umumnya.
Â
Berbeda dengan peradapan Jawa lainnya yang menganut mayoritas ajaran Islam, namun masyarakat suku Tengger masih percaya serta menganut aliran kepercayaan Siwa Budha yang kemudian berkembang menjadi agama Hindu masyarakat suku Tengger sampai kini. Penduduk suku Tengger yang sebagian besar beragama Hindu mengaku sebagai keturunan para pengungsi Majapahit yang dipimpin Rara Enteng dan Jaka Segeger yang diduga berasal Kerajaan Majapahit abad 16. Mereka mengungsi akibat serangan kerajaan Islam menyebabkan keturunan Rara Anteng & Tengger tidak menerapkan kasta dalam kehidupan sehari hari.
Â
Pada masa itu Majapahit melemah akibat serangan kerajaan Islam pimpinan raden Patah. Sebagian dari mereka mengungsi ke pulau Lombok didaerah pegunungan mengisolasi dari dunia luar yang kemudian dinamakan suku Tengger. Dari pengungsi majapahit yang tinggal tengger tersebutlah Rara Anteng dan Joko Tengger keturunan pembesar majapait kemudian menjadi pemimpin Purbawisesa Mangkurat Ing Tengger kelak menjadi suku Tengger ini terisolasi dari dunia luar dan tidak tersentuh peradapan selama bertahun-tahun Bahasa yang dipakai suku Tengger berbeda dengan Bahasa Jawa yang berkembang diera modern. Mereka masih memakai bahasa Kawi dan beberapa kosakata jawa kuno yang tidak lagi digunakan oleh penutur bahasa jawa lainnya.
Â
Hal ini yang menyebabkan orang suku jawa terkadang mengalami kesulitan memahami bahasa Tengger. Suku Tengger memiliki sistem penanggalan tersendiri disamping penanggalan Masehi. Mereka memakai sistem penanggalan Tahun saka yang mengadopsi sistem penanggalan Hindu. Sistem penanggalan suku Tengger mirip dengan penanggalan tradisional jawa maupun Bali.Dalam setahun terdapat 12 bulan seperti Kasa, karo, katiga, kapat, kasanga, kasadha, dhesta. Sisi lain dari kehidupan Suku Tengger yang unik dan khas adalah upacara Yadnya Kasada. Dari ritual Yadnya Kasada tersebut dapat diduga keberadaan Gunung Bromo bagi suku Tengger begitu berarti bagi kehidupan mereka.
Â
Ada pandangan dari sebagian besar masyarakat suku Tengger yang menyebut Gunung Bromo adalah Gunung suci. Tak heran bila kemudian setiap setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan dan menggelar tradisi upacara Yadnya Kasada yang bertempat di sebuah pura yang berafa dikaki lereng gunung Bromo sebelah utara bernama Pura Luhur Poten yang digelar setiap bulan purnama 14- 15 Kasada. Dalam upacara Yadnya Kasada tersebut masyarakat Tengger berdoa serta menyerahkan berupa sesajen seperti: kurban hewan ternak, hasil tani sayuran dan buah-buahan dikirab menuju gunung Browo bertujuan memohon keselamatan dan berkah. Ritual Upacara Yadnya Kasada tempat ajang suku Tengger memperingati pengorbanan Raden kusuma putra bungsu Rara Anteng dan Joko Tengger.
Â
Cerita legenda menyebut pengorbanan putra Raden Kusuma membuat Gunung Bromo tak lagi murka menjadikan peristiwa ini begitu melegenda di kalangan masyarakat suku Tengger hingga kemudian upacara Yadnya Kasada perlu digelar setiap tahun. Moment ritual upacara Yadnya Kasada yang digelar masyarakat suku Tengger setiap tahun menjadi peristiwa yang menarik bagi wisatawan. Dibalik cerita kehidupan masyarakat suku Tengger yang melegenda mampu menawarkan keindahan alam dan seni budaya yang khas suku Tengger.
Â