Dunia maya seminggu ini dijejali oleh kabar peluncuran smartphone yang sangat inovatif. Apalagi kalau bukan Samsung Galaxy Fold. Perangkat ini hadir di saat industri smartphone sudah mulai jenuh dengan produk yang begitu-gitu saja. Minim inovasi. Kalaupun ada, tidak signifikan.
Layar melebar, bezel yang menipis, notch yang kemudian makin menyempit dan bahkan kini kamera depan sudah menjadi bagaikan tompel di permukaan bagian depan smartphone, merupakan “inovasi†yang dihadirkan beberapa bulan sampai setahun dua tahun belakangan. Tapi tentunya, tidak signifikan.
Semua berubah saat produsen smartphone terbesar asal Korea Selatan mengungkapkan inovasi mutakhirnya. Kali ini benar-benar mutakhir, yakni smartphone yang layarnya bisa dilipat.
Sebagai gambaran, sejumlah produsen memang sudah mengumbar rencana mereka untuk menghadirkan smartphone layar lipat. Sebut saja Apple, Huawei, LG, Oppo, Xiaomi dan ZTE. Tapi baru Samsung Galaxy Fold saja yang benar-benar menjadi smartphone lipat yang sebenarnya.
Meski begitu, tentunya Galaxy Fold belum tentu menjadi jawaban atas dahaga inovasi di industri perangkat seluler. Smartphone tersebut belum terbukti praktis, dapat berfungsi sepenuhnya, bebas masalah dan apakah ia punya kemampuan serta daya tahan yang baik.
Di atas kertas, ia boleh jadi merupakan smartphone yang punya performa mumpuni. Kurang apa, prosesor Qualcomm Snapdragon 855 terbaru, layar 7,3 inci dengan resolusi tinggi 2.152 x 1.536 pixel jenis AMOLED, belum lagi layar 4,6 inci resolusi HD+ jenis Super AMOLED di bagian depan. RAM-nya? 12GB. Storage-nya? 512GB. Bahkan lebih besar dari RAM dan storage milik laptop terbaru.
Untuk dijadikan smartphone atau tablet (saat layar lipatnya dibuka), belum dapat diketahui seberapa lama baterai 4.380mAh yang tersedia di dalamnya mampu memasok daya. Demikian pula kita juga belum mengetahui seberapa lama engsel lipat smartphone ini mampu bertahan jika sehari bisa dibuka-tutup hingga puluhan kali, atau jika ia disimpan di saku celana yang sempit.
Tak hanya itu, belum dapat diketahui pula apakah layarnya, karena sering dilipat, bisa mengalami kerusakan. Tertekuk? Mungkin tidak. Tapi sama seperti layar perangkat elektronik lainnya, mulai dari laptop sampai smartphone biasa, layar tersebut ada potensi untuk tergores benda-benda lain yang dimiliki penggunanya. Pasang tempered glass memang jadi solusi buat smartphone atau tablet. Tapi untuk smartphone lipat? Sejauh ini belum ada tempered glass yang bisa dilipat.
Lalu, apakah smartphone lipat akan menjadi mainstream? Rasanya tidak. Sebagai gambaran, Samsung Galaxy Fold akan dijual di harga kurang lebih 2.000 dolar AS atau sekitar Rp28 jutaan. Mahal? Tentu tidak. Teknologi dan inovasi membutuhkan biaya riset dan development yang tidak murah, dan sebuah smartphone dengan inovasi dan terobosan mutakhir memang layak dihargai sangat tinggi.
Namun untuk menjadi mainstream, rasanya masih butuh waktu minimal 2-3 tahun ke depan sampai smartphone lipat berada di kisaran harga mainstream yakni 3-4 jutaan. Itupun kalau sistem operasi, software pendukung dan penggunanya bisa memanfaatkan fungsi layar lipat dengan maksimal. Kalau tidak, rasanya smartphone lipat akan hanya jadi gaya-gayaan saja. Tidak benar-benar berfaedah.
Bagaimana menurut Anda?
Â