Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi topik hangat beberapa hari belakangan. Terlebih bagi peserta pemilu 2019. Nama Munir Said Thalib pun kembali mencuat. Meski aktivis HAM ini telah dibunuh pada September 2004 lalu. Hingga kini otak pelaku pembunuhan belum jua terungkap.
Masing-masing kubu pasangan calon Presiden dan cawapres saling lempar kesalahan untuk menumbangkan lawan.
Tak hanya itu, kasus pelanggaran HAM lainya hingga kini masih banyak yang belum tuntas. Kasus ini terus menjadi ‘ngambang’ tanpa penyelesaian di era Joko Widodo. Partai Demokrat pun terus menyoroti kasus pelanggaran HAM ini ke kubu Jokowi.
Berbagai cara pun dilakukan sang Ketua Umum untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu untuk diungkit kembali agar tidak terjadi kesimpang siuran atas permasalahan ini.
Kematian Munir disebut-sebut terjadi di zaman Susilo Bambang Yudhoyono menjabat sebagai Presiden ke 6. Namun terbantahkan, karena waktu dan rekam jejak pemberitaan media online masih tersimpan rapi di situs pencarian mbah google.
Penulis pun mencoba berselancar di internet. Saya menemukan beberapa artikel berita yang menyebutkan pegiat hak asasi manusia (HAM) ini dibunuh pada tanggal 7 September 2004. Tentu kejadian ini sebelum SBY terpilih dan dilantik menjadi Presiden.
Dan, ketua Demokrat tersebut sudah tidak menjabat sebagai menkopolkam di era Megawati Soekarno Putri.
Jika dihitung lamanya, tahun ini merupakan tahun ke-14 setelah kejadian pembunuhan tersebut. Hingga sekarang kasus ini belum terungkap siapa otak perencana pembunuh Munir.
Hanya saja, di era SBY, melalui Tim Pencari Fakta (TPF), berhasil mengungkap nama tersangka Pollycarpus Budihari Priyanto yang disebut sebagai pelaku pembunuhan setelah melalui serangkaian pemeriksaan TPF.
Selain Pollycarpus, Direktur Utama PT Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan, ikut terseret. Dimana Indra disaat itu penanggung jawab menempatkan pelaku satu pesawat bersama korban. Dan Indra pun dikenai  hukuman 1 tahun penjara.
PDIP disebut-sebut sebagai partai yang memiliki andil besar soal pelanggaran HAM. Mulai kasus serangan 1998 ke kampus Trisakti, hingga otak pembunuhan Munir. Munir dianggap berbahaya karena kelantangan almarhum memperjuangkan nasib korban penculikan dan pembunuhan aktifis.
Sangat berbeda dengan era kekuasaan partai Demokrat. Kasus pelanggaran bisa dikatakan tidak terdengar. Bahkan, SBY berhasil mengusut pelaku pembunuhan Munir. Hal demikian tidak tampak di era Jokowi. Sebagai pemimpin begitu lambat menangani berbagai permasalah pelanggaran HAM. Terbaru soal kasus penyiraman air keras Novel Baswedan setahun lalu.
Hingga kini, kasus ini masih belum tuntas. Bahkan, menurut pengamat politik Rocky Gerung Jokowi bertanggung Jawab untuk menyelidiki Wiranto, yang kini bergabung di Kabinet Kerja dan Kabinet Indonesia Bersatu sebagai Menkopolhukam. Â
Dilansir dari beberbagai sumber menyebutkan penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia (HAM) era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih baik daripada era Joko Widodo.
Salah satunya sumbernya berasal dari Indonesia Legal Roundtable (ILR). Lembaga ini melihat aspek HAM dalam Indeks Negara Hukum 2012-2017 buatan ILR, pada 2013, segmen jaminan hak atas hidup mencapai 5,23.
Angka itu menurun drastis kemudian naik kembali meski tak signifikan di tahun-tahun berikutnya. Berturut-turut indeks jaminan hak atas hidup yakni 3,80 (2014), 3,51 (2015), 3,70 (2016), dan 4,76 pada (2017).
Hal serupa nampak dalam segmen jaminan terhadap kebebasan berpikir, beragama, dan berkeyakinan. Angka tersebut menurun sejak memasuki era kepemimpinan Jokowi. Berturut-turut indeks segmen itu antara lain: 5,31 (2014), 3,99 (2014), 4,22 (2015), 3,96 (2016), dan 3,98 (2017).
Angka-angka yang dipaparkan ILR diperoleh dari beberapa metodologi riset. Pada 2013 hingga 2017, ILR menggunakan metode survei ahli dan dokumen. Survei dilakukan di 20 provinsi.
ILR melibatkan enam ahli di setiap provinsi. Maka ada 120 ahli yang dilibatkan. Ratusan ahli itu berlatar belakang akademisi, aktivis dan praktisi hukum dan diminta mengisi 10 jenis kuesioner.
Di pemilu 2019 mendatang partai Demokrat begitu all out untuk bergabung bersama Prabowo-Sandi. Tidak menutup kemungkinan, kasus pelanggaran HAM berat yang hingga kini tidak tuntas di era Jokowi, akan dilanjutkan oleh Partai Demokrat bersama partai pengusung lainya. Hal ini sudah menjadi salah satu poin penting dalam visi dan misi dari kebijakan capres nomor urut 02 Prabowo-Sandi jika memenangkan Pilpres April 2019 mendatang.Â
Sebagai mitra tentu Demokrat akan membantu hal legislasi jika partai berlambang mercy ini lolos memenuhi persentasi ambang batas menuju Gedung Senayan. Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk memberikan suara terbanyak di pemilihan Legislatif yang jadwalnya serentak bersama pemilu presiden.Â
Â