Agak muak juga sebenarnya bahas politik. Muaknya begini, saat ini hampir diseluruh ruang publik terutama di medsos. Uda gitu gaduh terus.
Saya tetap ingin berpikir positif, bahwa hal demikian merupakan hal wajar dalam proses demokrasi. Juga saya tetap ber-huznudzon bahwa yang terlihat orang-orang pada gaduh karena politik di media sosial, sesungguhnya bukan gaduh beneran. Memang tidak semuanya, namun saya yakin ini semua terlihat ramai karena kerjaan buzzer dari tim sukses.
Buzzer itu ialah seorang atau kelompok yang memiliki akun media sosial dan berpengaruh dalam menyampaikan sebuah isu ke publik. Dalam beberapa kejadian, peran buzzer dinilai ampuh untuk kepentingan kampanye politik maupun non-politik.
Inilah kenapa tulisan ini diberi judul "Jadilah pemilih yang cerdas". Tujuannya agar semakin kita banyak yang tahu, apa yang dipertontonkan di depan publik nyatanya tidak selalu sama dengan dibalik layar.
Seperti buzzer ini, meskipun tidak semuanya. Buzzer biasanya bertugas melempar berbagai isu berupa narasi dalam berbagai medium entah itu tulisan, foto maupun video yang untuk menggiring opini publik. Selama tidak melanggar aturan, praktek demikian tidak salah.
Masalah terjadi pada masyarakat yang tentunya melihat berbagai isu yang berkembang dengan berbagai asumsi. Alih-alih menambah kedewasaan dalam berpolitik, masyarakat justru cepat baperan dan ikut larut dalam persaingan politik tanpa kendali.
Jadilah pemilih yang cerdas. Kita boleh saja menyampaikan pandangan politik diruang publik termasuk di medsos. Tapi jangan racuni diri kita dengan kebencian, hasutan dan fitnah.
Biarnya mereka tim-tim sukses paslon maupun parpol yang berdebat. Mereka itu sudah ada sistem yang mengatur, juga dibekali data, strategi dan penasihat hukum. Mereka itu tim, ada masalah satu orang yang bantu banyak.
Nah, kita-kita ini masyarakat awam yang biasanya ikut-ikutan. Jangan sampai bertindak diluar batas, sekalinya melanggar hukum maka tanggung jawab sendiri akibatnya.
Ini poin pertama mengapa kita perlu jadi pemilih yang cerdas, jangan mau termakan hasutan, hoaks, fitnah dan ujaran fitnah. Mending makan nasi aja, kenyang. *Eh pakai lauk juga, jangan lupa.
Selanjutnya untuk menjadi pemilih yang cerdas. Kita meski kritis dan rasional menilai calon pemimpin. Jangan menjadi alasan kebencian untuk menentukkan pilihan kita. Jangan memilih paslon, karena ketidaksukaan pada paslon presiden lainnya.
Ataupun karena alasan pribadi digunakan untuk menentukan pilihan politik. Entah itu politik uang, kepentingan pribadi atau kelompok dan agenda-agenda lainnya yang bukan kepentingan umum.
Karena nantinya yang rugi kita-kita juga. Ketika nantinya pilihan yang kita pilih gak sesuai harapan. Carilah informasi seluas-seluasnya dan berpikiran terbukalah untuk menentukan pandangan politik. Lihatlah rekam jejak calon pemilih. Bukan karena kata-katanya saja. Ini jadi poin yang kedua.
Maka Kesimpulannya, jadilah pemilih yang cerdas. Jangan mau ditipu dua kali. Ini bukan muatan politis. Hanya anjuran agar kita semua menjadi pemilih yang cerdas.
Merangkum keterangan diatas. Ditipu pertama, dengan mengikuti berbagai narasi politik yang gak baik. Kita jadi terikut dalam debat politik yang gak baik juga. Takutnya kita yang baper, bisa kehilangan kontrol. Kita yang rugi sendiri jadinya.
Kedua, karena cinta ataupun benci yang membabi buta terhadap paslon, bahkan karena uang. Kita jadi gak peduli lagi dengan program, visi dan misi yang dibawakan paslon presiden ataupun di legislatif juga. Ruginya di kita juga, kualitas pemimpin yang kita pilih jadi kurang.
Yuk jadilah pemilih yang cerdas. Bukan hanya suka ribut-ribut aja. Tetap optimis, jangan apatis. Tetap memilih, jangan golput ya.