Jika benar berita tujuh kontainer pembawa surat suara rusak atau tercoblos disebut-sebut sebagai berita bohong. Lalu kenapa Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkesan panik seperti kebakaran jenggot?
Sehingga, saya pun berpikir ada keganjilan dari peristiwa Rabu (2/1/2019) malam tersebut sudah terencana namun sudah terbongkar duluan via media sosial.
Oke, untuk lebih mudahnya penulis mencoba mengurut kronologis kejadian yang dihimpun dari Kompas.com sebagai berikut:
1. Informasi tentang adanya 7 kontainer berisi surat suara pemilu tercoblos itu sebenarnya sudah mulai beredar sejak Rabu (2/1/2019) sore.
2. Pada Rabu malam, melalui akun Twitter-nya, @AndiArief_, Andi menuliskan, "Mohon dicek kabarnya ada 7 kontainer surat suara yg sudah dicoblos di Tanjung Priok. Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya karena ini kabar sudah beredar".
3. Namun, twit ini tak lagi ditemukan. Andi belum memberikan jawaban ketika ditanya soal twit yang dihapus ini. Menindaklanjuti informasi yang menyebar di media sosial, pada Rabu malam, Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) langsung mengecek berkas bersama Bawaslu dan Bea dan Cukai di Pelabuhan Tanjung Priok.
Penulis mencoba menganalogikan uraian peristiwa tersebut secara singkat.
Pertama, untuk mengelabui masyarakat, dalam hal ini para awak media yang ikut bersama pihak KPU dan bawaslu. Kenapa media dibawa malam hari itu? apa untuk membuktikan jika informasi yang sudah beredar sejak Rabu siang itu hoax? terus kenapa siang hari itu KPU tidak langsung mengecek ke kantor Bea Cukai Tanjung Priok.
Kedua, dengan sudah menyebarnya berita yang bersumber dari akun twiter Andi arief ini baru KPU seperti tersentak dan gelisah? katanya siang hari sudah dapat info ada tujuh kontainer membawa surat suara yang dicoblos.
Ketiga, jarak antara kicauan Andi Arief dengan datangnya KPU bersama Bawaslu jaraknya sangat dekat. Jadwalnya hampir tengah malam. Terus bagaimana dengan informasi di siang hari gak digubris?
Keempat, hemat penulis, bisa saja pihak Bea Cukai sudah berkordinasi dengan pihak kontainer untuk tidak parkir di Tanjung Priok. Dengan berpura-pura seolah olah tidak ada berkas yang dimaksud.
Hal ini bisa dilihat dari jangka waktu cuitan Wasekjen Demokrat Andi Arif melalui akun Twitter miliknya dengan kedatangan Komisi independen penyelanggara pemilu ini mendatangi Kantor Pelayanan Utama Ditjen Bea dan Cukai di Pelabuhan Tanjung Priok.
Dari pengakuan Arief Budiman sebagai Ketua KPU, dirinya datang untuk melakukan pengecekan di kantor Ditjen Bea dan Cukai tersebut bukan karena cuitan Andi Arief. Tetapi sebelum melakukan pengecekan ke lapangan, pihaknya sudah berkordinasi dengan cyber crime Polri.Â
Kata pihak KPU sih tujuannya agar memperoleh data yang konkret lalu disampaikan kepada masyarakat agar tidak risau. Saat itu KPU diberi tahu soal akun-akun yang sebelumnya menyebarkan kabar surat suara tercoblos tersebut hilang.
Kemudian, pihak KPU juga menyebutkan apabila isu tersebut tidak memiliki dampak, KPU tidak akan melakukan tindakan. Yang berarti, skenario ini sudah gagal dilaksanakan karena keburu diketahui masyarakat, dalam hal ini Andi Arif.
Kedua, jika memang bukan karena cuitan Wasekjen Demokrat Andi Arief melalui akun twiter nya di malam Kamis (3/1/2019), lalu kenapa KPU langsung menelusuri tempat yang disebut Andi yaitu Tanjung Priok? Apa hanya Tanjung priok saja tempat kendaraan kontainer parkir?
Masyarakat pun diminta KPU untuk tidak perlu koar-koar menemukan informasi hoax melalui media sosial. Namun langsung bertemu dengan pihak penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu.
Bukannya informasi ini sebelumnya sudah diketahui oleh komisi independent penyelenggara Pemilu tersebut? Katanya siang hari Rabu (2/1) sudah mendapatkan informasi rekaman via Whatsapp?
Entahlah, yang pasti penulis hanya menduga-duga menurut logika saja. Logika simple yang semua orang merasakan. Karena pemerintah selaku penguasa bisa saja berbuat apa saja untuk mengelabui masyarakat. Sekali perintah semua akan tunduk, termasuk pegawai Ditjen Bea Cukai Tanjung Priok.
Â