Zalim! Hanya itu yang tebersit di benak saya saat membaca kabar itu. Ribuan bendera Partai Demokrat dirusak di sepanjang jalan Pekanbaru, Riau, Sabtu (15/12/2018). Baliho selamat datang disayat bahkan hingga ke wajah SBY dan Ibu Ani Yudhoyono. Hingga detik ini, tidak ada yang mengaku bertanggungjawab. Tapi kita sudah tahu-sama-tahu pelaku: mereka yang iri dan dengki.
Bagi SBY, Riau yang banyak didominasi suku Melayu itu adalah negeri yang elok permai. Masyarakatnya cinta damai, sopan-santu dan taat beragama. Makanya, setiap kali berkunjung ke Riau selalu jadi kenangan yang tidak terlupakan bagi SBY. Terlebih, masyarakat Riau sudah mengangkat SBY dan Ibu Ani sebagai saudara. LAM Riau menganugerahi SBY gelar adat Seri Indra Setia Amanah Wangsa Negara.
Sejak kemarin, SBY ingin melepas rindu di negeri yang ia cintai itu. Sayangnya ada pihak-pihak yang iri dan dengki dengan kedatangan SBY ini. Sampai-sampai secara massif mereka menghancurkan ribuan bendera Partai Demokrat dan baliho ucapan selamat datang untuk SBY dan Ibu Ani Yudhoyono.
Sungguh tak layak SBY dan Ibu Ani Yudhoyono dizalami begitu rupa. Sekadar informasi, tahun depan SBY genap berusia 70 tahun. Sepanjang 50 tahun usianya, sudah diabdikan untuk rakyat Indonesia. SBY berbakti sebagai prajurit TNI selama 30 tahun. Lalu ia menjadi menteri di era kepemimpinan K.H. Abdurrahman Wahid dan Megawati selama 4 tahun. Akhirnya, SBY didapuk rakyat untuk memimpin Indonesia selama 10 tahun.
Meski sudah pensiun dari pemerintahan, bukan berarti pengabdian SBY berhenti. Empat tahun terakhir, SBY berada di tengah-tengah rakyat. Bersama AHY, dan kader-kader Demokrat lainya, SBY menyambangi ratusan kota/kabupaten di seluruh Indonesia untuk mendengar aspirasi rakyat. Aspirasi itu yang lantas diperjuangkan oleh kader-kader Demokrat di tanah air. Aspirasi itu pula yang menginspirasi 14 Prioritas Demokrat Untuk Rakyat sebagai janji politik Partai Demokrat jika kelak dipercaya rakyat.
Atas jasa-jasanya itu, SBY selalu disambut hangat di seantero tanah air. Tidak terkecuali di bumi Riau, tanah bertuah.
Tapi hari ini berbeda. Bendera-bendera dan baliho-baliho yang robek-robek, bahkan teronggok di selokan itu jadi bukti ada pihak-pihak yang iri dan dengki dengan kedatangan SBY di tanah Riau.
Dan SBY hanya bisa mengurut dada menyaksikan kezaliman ini. Betapa ini bukan Riau yang selama ini ia kenal.
"Ini…menyayat hati ya. Ini ulah pihak-pihak...tertentu, atau Saudara-saudara kami, masyarakat Riau sudah berubah?" demikian kata SBY dengan suara bergetar.
Hari ini, kebetulan Presiden Jokowi bertandang ke Riau. Tapi apa pula urusannya? SBY bukan capres 2019. Ia bukan pesaing Jokowi. Bahkan kita sama-sama paham, SBY tidak ikut-ikutan perang kata-kata sensasional yang dilontarkan Kubu Jokowi dan Kubu Prabowo. SBY selalu berada di tengah, bersama-sama rakyat Indonesia.
Jadi siapa sebenarnya pelakunya? Aksi ini jelas bukan bikinan preman mabok. Untuk menghancurkan ribuan bendera, baliho dan spanduk dalam semalam pasti butuh orang banyak. Butuh massa yang terorganisir, dan massif.
Dan inilah yang saya sebut kezaliman. Inilah yang merusak demokrasi Indonesia.
Kita patut bersyukur SBY adalah seorang negarawan, seorang Bapak Bangsa. Meski dizalami, ia tetap bersabar. Saya yakin, tidak sulit baginya untuk menemukan pelaku vandalisme ini. Tidak sulit pula bagi SBY untuk mengerahkan ribuan Satgas Rajawali Riau untuk bikin perhitungan dengan “pendekar-pendekat†berwatak jahat itu. Main gebuk!
Tapi semua itu tidak dilakukan. Sebab melawan kekerasan dengan kekerasan bukanlah jalan seorang SBY. Tinju balas tinju bukan cara seorang Demokrat. SBY memilih untuk meremas dada, dan menyerahkan persoalan ini ke aparat hukum.
Inilah contoh kepemimpinan sejati. Kapanpun dan di manapun SBY tetap berdiri di jalannya: jalan nasionalis-religius, jalan seorang demokrat.