Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keturunan kedua, manusia yang masih kecil. Anak adalah amanah yang di titipkan Tuhan kepada orang tua melalui perkawinan untuk dijaga, dinafkahi, dan dibesarkan.
Menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan), Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Namun tidak semua pernikahan berjalan mulus, banyak pasangan menikah yang berpisah atau bercerai ditengah jalan. Perceraian sebenarnya sesuatu yang sangat dihindari, dan menjadi pilihan terakhir ketika sudah tidak adanya jalan keluar. Karena perceraian pada akhirnya tetap meninggalkan luka, baik untuk anak maupun orangtua itu sendiri. Tapi anak tetaplah menjadi pihak yang paling dirugikan. Karena anak merasa kehidupan sudah tidak sama lagi, dan perhatian juga tidak sama lagi.
Karena perceraian dapat berdampak pada kehidupan sosialisasi anak, pendidikan, dan ikatan batin antara anak dan orang tua. Banyak anak berpikiran mereka tidak akan mendapatkan keluarga yang utuh lagi, maka orang tua harus tetap memberikan perhatian penuh kepada anaknya, dan mengesampingkan masalah lain ketika berada bersama anak. Agar anak merasa nyaman dan tidak berfikiran demikian.
Menurut Pasal 41 huruf a UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan.
Dalam Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyatakan bahwa anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah tanggung jawab ibunya, pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan, semua biaya ditanggung oleh ayahnya. Jadi bagi mereka pemeluk agama Islam maka hak asuh anak berada ditangan Ibu, dan Bapak berkewajiban untuk menanggung semua biaya.
Seperti menurut Pasal 41 huruf b UU Perkawinan: Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
Namun hak asuh anak bisa saja jatuh ke tangan bapak, apabila hakim melihat ibu tidak berprilaku baik dan anak tidak memiliki kedekatan dengan ibu, tetapi dengan bapak. Maka hak asuh akan jatuh ketangan bapak. karena hakim harus memilih pemegang hak asuh anak kepada orang yang tepat. Jadi pengadilan memiliki tanggung jawab yang besar agar dapat memberikan keputusan yang seadil – adilnya.