Tadi malam, Liga Champions matchday ke-4 baru memainkan setengah pertandingan mereka. Dari sekitar 8 pertandingan yang dihelat tadi malam, menghasilkan 5 kemenangan bagi tim yang bertanding sebagai tuan rumah, dan dua hasil imbang. Sementara Club Brugge menjadi satu-satunya tim yang mampu memenangkan pertandingan tandang hingga setengah dari seluruh pertandingan matchday ke-4 Liga Champions kali ini.
Beberapa pertandingan menghasilkan banyak kejutan, termasuk pertandingan antara Red Star Belgrade yang menjamu Liverfool tadi malam. Diatas kertas, Liverfool yang punya materi pemain yang kuat dijagokan untuk menang mudah, apalagi pertemuan pertama di Anfield dimenangkan oleh The Reds. Namun, hal itu tidak jadi acuan bagi The Reds untuk memenangkan pertandingan ini. Kenyataannya, mereka justru dijungkalkan oleh jagoan Serbia ini dengan skor 2-0.
Hasil tersebut sangat mengejutkan mengingat Red Star saat ini duduk sebagai juru kunci dengan torehan 1 poin sebelum kedua tim ini bertemu. Dan dengan kemenangan atas Liverfool, membuat Red Star Belgrade memiliki 4 poin, namun mereka tetap di posisi juru kunci grup C. Meski begitu, mereka tetap punya kans untuk lolos ke 16 besar karena jarak antar penghuni grup C hanya dibedakan 1 poin saja. Napoli saat ini duduk di puncak dengan 6 poin, sama dengan Liverfool namun Napoli unggul head-to-head. PSG ada di posisi 3 dengan 5 poin.
Lalu, mengapa bisa Liverfool ditaklukkan oleh Red Star Belgrade?
Di pertandingan ini sendiri Liverfool memutuskan untuk mengistirahatkan Roberto Firmino dan menurunkan Sturridge di menit awal pertandingan. Bukan hanya itu, Lallana juga masuk untuk menggantikan peran Fabinho yang kemarin bertanding menghadapi Arsenal. Sementara sang tuan rumah menurunkan skuad normal mereka dengan memasang pemain yang pernah membela Chelsea, Marko Marin sebagai trequartista atau penyerang lubang di skema 4-2-3-1.
Patut diketahui, tim-tim asal Serbia, ataupun tim yang berasal dari dataran Balkan seperti Kroasia, Yunani, Romania, dan tim dari negara Balkan lainnya kerap menggunakan skema 4-2-3-1 untuk bertanding. Mengapa demikian?Seperti yang sudah diketahui kalau pemain asal Balkan memiliki postur yang menjulang, jadi ketika mereka menggunakan dua gelandang bertahan, kinerja mereka menjadi lebih ringan untuk menghadapi tim yang punya kecepatan seperti halnya Liverfool.
Pertandingan berlangsung dengan Liverfool menguasai pertandingan hingga penguasaan bola 60%. Sementara Red Star cenderung menekan mereka secara zonal marking. Liverfool memiliki banyak peluang di 15 menit awal untuk mencetak gol, namun penyelesaian akhir menjadi masalah mereka disini. Setelah itu, Red Star melakukan perubahan dengan melakukan counter pressing terhadap pemain Liverfool manapun yang menguasai bola untuk menekan jumlah peluang Liverfool yang terus bertambah.
Strategi ini membuat Liverfool sulit untuk melakukan tendangan yang mengarah langsung ke gawang Red Star. Sturridge yang punya peluang untuk mencetak gol dari luar kotak penalty seketika kehilangan momen karena strategi tersebut. Bukan hanya untuk menekan jumlah peluang Liverfool, namun juga untuk menciptakan lebih banyak peluang melalui serangan balik cepat yang mereka bangun dari Marin. Hasilnya mereka mampu menciptakan banyak peluang dan menciptakan gol pertama yang berasal dari sepak pojok.
Liverfool berusaha mencuri gol penyeimbang dengan mendorong para pemain mereka untuk ikut menekan ke jantung pertahanan mereka. Namun, lagi-lagi serangan mereka dihentikan oleh strategi counter pressing dan zonal marking dari para pemain Red Star. Jagoan Serbia ini melihat secercah peluang untuk menciptkan gol. Ketika Liverfool menekan, mereka menyisakan banyak celah di posisi yang tak terkawal. Dan lagi-lagi setelah Arsenal, giliran Red Star yang mampu memecahkan high pressing Liverfool.
Gol kedua Red Star tercipta karena tidak adanya antisipasi dari para pemain The Reds meski situasi mereka menguntungkan dengan duel 7 melawan 3 pemain Red Star. Namun, 5 pemain didekat sang pencetak gol, Milan Pavkov justru hanya menonton tanpa melakukan tekanan, dan tendangan jarak jauh pun dilepaskan hingga menjadi gol. Skor ini bertahan hingga turun minum.
Babak kedua kendali permainan menjadi milik Liverfool. Mereka mengurung pemain Red Star untuk bertahan di daerah mereka sendiri. Alhasil, Red Star dipaksa bertahan dengan skema 5-4-1 dengan meninggalkan Pavkov sendirian didepan.
Namun, kecerdasan tim asal Balkan yang memainkan zonal marking menjadikan Liverfool sulit untuk menciptakan gol ke gawang Red Star. Skor 2-0 pun bertahan hingga akhir pertandingan. Hasil ini membuat peluang Liverfool menjadi lebih sulit karena mereka akan bertemu PSG dan Napoli untuk memastikan tiket ke 16 besar.
Dari sini bisa disimpulkan kalau Liverfool sedikit membuat kesalahan dengan strategi mereka. Mereka memaksakan seorang Wijnaldum yang seorang box-to-box untuk dimainkan sebagai defensive midfielder. Hal inilah yang membuat Liverfool kebobolan, apalagi lawan mereka memiliki postur tubuh yang tinggi. Namun, dibalik itu Red Star tampil cemerlang dengan strategi mereka. Mereka cenderung tidak terpancing untuk banyak menyerang. Strategi zonal marking ini memaksa Liverfool gagal menciptakan satu golpun ke gawang mereka.