Hari santri baru saja dirayakan di Indonesia pada tanggal 22 Oktober 2018 di Garut, Jawa Barat. Pada peringatan tersebut yang diharapkan adalah tumbuhnya rasa nasionalisme dan solidaritas yang tinggi dari para santri. Namun, yang terjadi malah di luar ekspektasi. Kerusuhan terjadi karena adanya peristiwa pembakaran bemdera tauhid saat peringatan hari santri tersebut. Pembakaran bendera tauhid tersebut dilakukan oleh BANSER. Ada dua persepsi dalam setiap peristiwa. Begitu pula dengan peristiwa pembakaran bendera tauhid tersebut. Muncul golongan yang membela aksi BANSER tersebut dan ada pula yang menghujat aksi BANSER tersebut. Golongan yang membela aksi BANSER tersebut berpendapat bahwa apa yang dilakukan sudah benar. Bendera tauhid yang dibawa oleh kelompok HTI tersebut sudah tepat dibakar karena untuk menyelamatkan bendera tauhid tersebut yang mana bendera tersebut adalah bendera umat Islam. Pembakaran dilakukan supaya bendera tauhid tidak menjadi hak milik kelompok HTI yang mana HTI adalah kelompok terlarang dan sudah dibubarkan. Sedangkan, di satu sisi ada golongan yang menghujat aksi BANSER tersebut karena dianggap tidak etis dan tidak pantas dilakukan. Aksi pembakaran bendera tersebut dianggap telah melecehkan bendera tauhid yang di dalamnya tertulis kalimat tauhid. Sebenarnya, adanya pro dan kontra yang muncul tidak bisa disalahkan. Setiap peristiwa yang terjadi pasti mempunyai dua sisi pandangan yang berbeda. Terlepas dari dua persepsi di atas, Indonesia adalah negara yang majemuk. Negara dengan berbagai suku, ras, dan agama. Banyaknya perbedaan tersebut secara otomatis membuat Indonesia sangat akrab dengan konflik antar agama, antar ras, maupun antar suku. Jangankan konflik antar agama, konflik seagama saja bisa terjadi di Indonesia. Hal tersebut sebenarnya wajar saja terjadi, tetapi jika terus berlanjut dan tidak ada ujungnya juga tidak baik. Di sini, saya ingin berbicara sebagai pihak yang netral, tidak memihak pada golongan apapun. Semua yang terjadi pada peringatan hari santri seharusnya bisa dicegah. Tapi memang karena kejadiannya sangat tiba-tiba, maka timbullah kerusuhan tersebut. Para petugas pengamanan harusnya bisa mengkondisikan kejadian tersebut sehingga tidak sampai terjadi kerusuhan dan berakibat pada timbulnya berbagai persepsi. Kejadian ini justru membuat Indonesia semakin darurat hoax. Kenapa hoax? Karena dari kejadian inj banyak para oknum tidak bertanggung jawab yang menyebar hoax dan membuat suasana semakin panas. Terlepas daru segala macam polemik yang muncul, menurut saya, dari kejadian ini tidak ada yang bisa disalahkan. Karena BANSER memutuskan untuk membakar bendera tersebut hanya untuk melindungi kesucian bendera dan lafadz tauhid di dalamnya serta agar para HTI bisa pergi dari daerah di mana diadakannya peringatan hari santri tersebut. Sedangkan para petugas keamanan yang dianggap tidak bisa bertindak juga tidak bisa disalahkan karena mereka juga tidak mengetahui jika ada kelompok HTI yang menyusup. Sekarang, bukan soal siap yang membakar dan siapa yang membawa bendera tersebut. Ini soal Indonesia yang memang mayoritas memeluk agama Islam dan rasa fanatisme berlebihan. Boleh saja mencintai agama dan berjuang demi kehormatan agama, tetapi jika terlalu fanatik dan akhirnya menyebabkan konflik juga tidak baik. Jadi, marilah kita jaga persatuan di antara umat beragama, baik yang berbeda agama maupun sesama agama. Indonesia tidak akan bisa maju dan damai jika terus saja dicekoki dengan konflik berkelanjutan yang tiada akhir. Kita sebagai umat beragama yang punya pegangan agama yang kuat serta sebagai warga negara yang baik harus bisa membuat Indonesia kaya akan rasa toleransi dan miskin akan sikap fanatisme berlebihan.
Polemik Pembakaran Bendera Tauhid
Siapa sebenarnya yang salah?