Seperti yang kita tahu, Paris Saint Germain adalah tim terbaik Perancis saat ini. Skuad mereka yang bertabur bintang seperti halnya Neymar dan Mbappe yang menjadi pemain termahal dunia saat ini menjadikan tim ini sebagai kandidat utama dalam perebutan gelar juara Liga Perancis. Bukan hanya Neymar dan Mbappe, banyak juga nama-nama hebat yang berada di PSG ini seperti halnya Angel Di Maria, Thiago Silva, Edinson Cavani dan Marco Verratti. Hal itu menjadikan mereka sebagai tim yang paling sulit ditaklukkan di Liga Perancis saat ini.
Statistik mencatat, Neymar dkk. selalu meraih kemenangan di 10 partai perdana Liga Perancis musim ini dibawah asuhan pelatih anyat Thomas Tuchel. Belum lagi, produktivitas Neymar dan Mbappe menjadi senjata andalan PSG dalam mengobrak abrik pertahanan lawan dari PSG sendiri. Dengan kedalaman skuat seperti itu, PSG digadang-gadang bakal mampu mendominasi Eropa, khususnya Liga Champions yang sudah digadang-gadangkan PSG sejak lama.
Namun, kedalaman skuat seperti itu ternyata tidak sebanding dengan performa mereka di Liga Champions saat ini. Tergabung di Grup C yang ditempati oleh Liverfool menjadi Napoli menjadi tantangan tersendiri bagi raksasa Perancis ini. Mereka pun diunggulkan untuk menjadi juara grup, namun justru sebaliknya mereka menunjukkan performa yang tidak stabil.
Dibawah arahan Thomas Tuchel di ajang Eropa saat ini, PSG harus terpaku di posisi ke-3 dibawah Liverfool dan Napoli yang tampil luar biasa saat ini. Kekalahan dari Liverfool dan hasil imbang atas Napoli menjadi bukti mengapa PSG sulit menang di Eropa. Lalu, apa sih yang jadi penyebab mereka tampil inkonsisten di Liga Champions?
Dibawah asuhan Thomas Tuchel, PSG sendiri banyak melakukan transformasi. Dimana mereka kadang menerapkan skema 4-3-3 dengan trio MCN(Mbappe, Cavani, Neymar) di lini depan, dan skema 4-2-3-1 dengan menaruh Neymar dibelakang Cavani. Di ajang domestic, skema ini bisa berjalan karena kedalaman skuat mereka terlalu tinggi bagi tim Perancis lainnya. Namun, skema-skema tersebut seakan sudah terbaca oleh para pesaing utama mereka di Liga Champions, yaitu Liverfool dan Napoli.
Seperti yang kita tahu, Jurgen Klopp adalah pelatih yang kerap menerapkan strategi high pressing untuk merebut bola dari para pemain lawan. Dan, hal itu berlaku juga ketika melawan PSG. PSG yang menerapkan skema 4-3-3 dibuat kewalahan dalam meladeni strategi Jurgen Klopp tersebut. Liverfool sendiri kerap menekan sejak pemain belakang PSG menguasai bola. Dimana lini depan mereka, Mohamed Salah dan Mane sama-sama melakukan tekanan terhadap masing-masing 2 pemain belakang PSG. Sehingga PSG hanya memiliki opsi passing langsung kearah penyerang mereka.
Tidak hanya lini depan, lini tengah Liverfool juga sering melakukan tight marking, dengan tidak membiarkan pemain tengah PSG melakukan umpan terhadap pemain manapun ketika menguasai bola. High pressing menjadi kelemahan PSG saat ini di ajang Liga Champions. Ketika pemain belakang kesulitan pun, tidak ada pemain lain yang mau mensupport pergerakan mereka atau membuat ruang untuk pemain lain yang bergerak bebas. Maka dari itu, PSG perlu melakukan koordinasi ulang terhadap setiap lini permainan mereka.
Tidak hanya melawan Liverfool, PSG juga kesulitan dalam membangun serangan ketika menghadapi Napoli. Lagi-lagi high pressing menjadi penyebab kesulitan tersebut. Belum lagi, pelatih Napoli, Carlo Ancelotti pernah menukangi PSG selama 2 musim pada 2011-2013 lalu, sehingga dirinya tahu cara menghentikan PSG. Meski kali ini sedikit lebih baik karena para pemain tengah PSG juga kerap memberikan bantuan terhadap lini belakang mereka, namun itu juga tidak membantu karena hal itu memancing para pemain Napoli untuk melakukan tekanan langsung terhadap siapapun pemain PSG yang menguasai bola.
Tidak hanya itu, pemain belakang Napoli juga bisa dibilang sangat luar biasa, karena mereka juga ikut dalam melakukan tekanan tersebut demi mencegah para pemain PSG melakukan transisi serangan balik. Namun, kali ini PSG lebih beruntung karena mereka bisa mencuri 1 poin dari Napoli untuk menjaga peluang ke babak 16 besar.
Itulah pembahasan mengenai apa yang terjadi pada PSG. Bisa disimpulkan kalau PSG memiliki titik lemah ketika mereka dihadapkan dengan situasi high pressing lawan. Tidak hanya itu, koordinasi antar lini menjadi hal yang harus diperbaiki PSG bila mereka ingin membuktikan kepada dunia kalau mereka bisa menjadi raja Eropa. Bagaimana prediksi kalian terhadap PSG di Liga Champions?