Mendengar ada kasus korupsi dana rehabilitasi gempa Lombok, perasaan siapa yang tidak prihatin bahkan geram dibuatnya.
Entah kebutuhan mendesak apa yang mendorong beliau-beliau para Anggota Dewan di Lombok tega mengkorupsi dana hak mereka yang lagi kesusahan.
Namun apapun alasannya, rasanya tidak ada kata maaf untuk perbuatan sekeji itu. Sampai ada tuh wacana hukuman mati bagi para koruptor.
Rasanya lebih kembalikan saja para koruptor ke pencipta-Nya segera, agar Yang Maha Kuasa saja yang menghukumnya.
Meski nyatanya hukuman mati masih menyisakan kontroversi dimana-mana. Namun rasanya masyarakat juga merasa sanksi bila napi koruptor jera bila hanya dihukum penjara. Takut-takut nanti bilik penjaranya di sulap bak kamar hotel bintang 5.
Dan ditambah lagi, sekarang mantan napi koruptor sudah mendapat lampu hijau untuk ikutan nyaleg. Setelah sempat sebelumnya napi koruptor tidak boleh ikut kontestasi pemilihan legislatif meski sudah menjalani hukumannya.
Jika sudah begini, peran rakyatlah yang bermain. Tandai caleg yang diketahui bekas napi koruptor. Dan pastikan jangan dipilih. Selesaikan?
Namun apa hal itu menjadi jaminan untuk memberantas korupsi?
Hey, tidak ada jaminan korupsi hilang dari muka Bumi untuk saat ini. Saya pikir begitu dan semoga saya salah.
Kita mungkin sepakat bahwa tindak pidana korupsi memang sangat merugikan, bahkan setingkat dengan terorisme dan narkoba.
Pertanyaannya sederhana, setelah dampak yang ditimbulkan selama ini akibat korupsi. Apa ada celah bagi koruptor untuk diampuni?
Korupsi kerap bersinggungan dengan HAM. Melucuti hak politik bagi para napi koruptor dinilai melanggar hak warga negara dalam memilih dan dipilih di pemilu.
Menghukum mati napi koruptor juga apalagi? Pasti akan dituding melanggar HAM.
Namun melihat kasus korupsi baru-baru ini, seperti korupsi berjamaah DPRD Malang dan korupsi dana gempa Lombok.
Hmm.. Kembali ke hati nurani masing-masing saja deh.
Masih bisakah memaafkan koruptor?
Memaafkan seseorang adalah hak semua orang bahkan terkadang menjadi kewajiban. Karena saling memaafkan merupakan perbuatan mulia.
Termasuk ke koruptor. Saya coba untuk objektif. Meski nyatanya korupsi itu buruk. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa tidak semua koruptor itu orang jahat semua.
Pembelaan populer dari para koruptor yang tercyduk, yaitu karena kesalahan administrasi. Sama halnya kalau kita kerja menjadi kasir swalayan, salah hitung dan kita harus bertanggung jawab.
Pembelaan seperti itu masih bisa ditolerin, saya pikir. Ketimbang koruptor yang mengaku "dizholimi".
Meski kita sebagai rakyat biasa tidak ada yang tahu, siapa yang benar dan siapa yang benar-benar salah.
Dan terakhir, hukuman yang pantas dan efektif bagi para koruptor ialah rakyat. Lebih tepatnya rakyat yang memiliki hak pilih. Seperti yang sudah saya bilang, tandai orangnya (koruptor) dan jangan dipilih lagi sebagai wakil rakyat.
Saya pikir dengan tidak memilih wakil rakyat eks napi koruptor, negara ini tidak akan kekurangan calon wakil rakyat yang lebih baik atau setidaknya yang lebih buruk