Ayo lupakan dulu persaingan antara Cebong vs Kampret. Sadar gak sih bahwa selama ini kita mulai terpecah karena beda pilihan politik. Yakali yang dulu teman jadi musuhan karena beda pilihan capres.
Padahal beliau-beliau yang selama ini kita bela-bela untuk menjadi presiden, tidaklah bermusuhan. Lalu mengapa kita harus musuhan?
Cerita membanggakan sekaligus bikin adem ini datang dari arena Asian Games 2018. Seperti tagline ajang olahraga terbesar Asia ini, Energy of Asia. Berarti memancarkan energi baik keseluruh Asia, atau bila perlu dunia.
Tokoh utama dibalik ini semua ialah Hanifan Yudani Kusumah. Hanifan merupakan salah satu atlet berbakat dalam olahraga pencak silat. Talentanya dalam bela diri menurun dari kedua orang tuanya yang juga atlet pencak silat.
Dani Wisnu, ayah Hanifan merupakan pesilat tingkat dunia sempat menjadi pelatih di pelatnas sebagai persiapan Indonesia Bangkit 2005.
Sedangkan ibunya, Dewi Yanti Kosasih (40) adalah mantan pesilat putri Jawa Barat. Sang ibu juga sering mengharumkan dunia persilatan dengan sederet prestasi. Di antaranya Kejuaraan Dunia Kuala Lumpur 1989, Kejuaraan Dunia Belanda 1991, SEA Games Singapura 1993, dan Thailand Open 1992.
Dimata orang dekatnya, Hanifan dikenal sebagai pribadi yang menyenangkan. Seorang yang supel, ceria dan pokoknya asyiklah anaknya.
Inisiatif Hanifan memeluk dua tokoh yang dijagokan akan maju sebagai capres banyak menuai pujian dari banyak pihak. Karena momen pelukan Jokowi dan Prabowo dianggap sebagai pesan yang mendamaikan ditengah suhu politik yang sedang hangat.
Kini pendekar silat asal Bandung itu dikenal sebagai "orang ketiga" diantara Jokowi dan Prabowo ketika berpelukan. Jelas bukan orang ketiga seperti yang kita bayangkan dalam kasus pelakor pada umumnya.
Disebut orang ketiga, ya karena Hanifan, Jokowi dan Prabowo pelukannya bertiga. Dan Hanifan berada ditengah kedua tokoh tersebut dengan posisi menenggelamkan kepala. Seolah terlihat dalam gambar, hanya Jokowi dan Prabowo saja yang berpelukan.
Aksi tersebut dilakukan Hanifan seusai dirinya menyabet medali emas cabor pencak silat. Ia melangkah ke tribun kehormatan. Menyalami Jokowi selaku Presiden Indonesia, memeluk Prabowo selaku ketua IPSI (ikatan pencak silat Indonesia) dan lalu mengajak Presiden Jokowi untuk berpelukan bareng Prabowo.
Dari sisi politik, momen berpelukkan bertiga itu dipandang sebagai pesan damai dan mempersatukan. Secara Jokowi dan Prabowo saat ini juga berstatus sebagai bakal capres 2019 nanti.
Dengan begitu, maka mematahkan persepsi bahwa perbedaan politik bukan berarti bermasalah pada hubungan personal.
Faktanya memang momen berpelukan Jokowi dan  Prabowo bukanlah momen langka. Keduanya memang selama ini memiliki hubungan yang baik, baik Jokowi maupun Prabowo saling mengunjungi satu sama lain.
Meskipun, di dunia politik mereka berdua adalah rival. Namun bukan berarti bermusuhan disegala urusan. Hanya saja sebagian masyarakat kita sudah terlanjur memiliki persepsi bahwa sebagai rival politik, Jokowi-Prabowo memiliki hubungan yang buruk diantara keduanya. Kenyataannya kita harap persepsi itu salah.
Dari Hanifan kita tahu, bahwa olahraga merupakan sarana yang baik dalam mempersatukan perbedaan. Tidak hanya ada momen pelukan Jokowi-Prabowo. Namun di Asian Games 2018 ini kita bisa lihat dua Korea yaitu Korea Selatan dan Korea Utara datang dibawa bendera kontingen bersama.
Barangkali seperti inilah realisasi dari tagline Asian Games ke-18 ini "Energy of Asia". Energy yang membawa kebaikan. Sejalan dengan spirit olahraga, yaitu sportifitas. Bahwa di arena pertandingan kita menjadi lawan. Namun diluar itu kita teman. Juga sebaliknya jika diluar kita musuhan, jangan bawah permusuhan itu kedalam pertandingan olahraga.