Selamat kepada teman-teman dan adik-adik semua yang sudah mulai memasuki tahun ajaran baru, sekolah baru, dan teman baru pastinya. Bersyukur telah berhasil duduk sebagai siswa disekolah yang diinginkan atau minimal sekolah yang layak.
Karena seperti kita tahu, rasanya tahun 2018 ini mendaftarkan peserta didik baru terasa sulit. Setidaknya begitulah menurut pemberitaan akhir-akhir ini.
Entahlah hal apa yang membuat proses penerimaan siswa baru menjadi begitu njlimet. Apa karena sistemnya, syaratnya atau dari orang tua siswanya. Ah, kalau soal masalah teknis, terua terang saya gak berhak banyak bicara.
Jikapun boleh berpendapat, Â saya pikir mengapa begitu ribetnya penerimaan peserta didik baru karena ada aturan baru. Makanya tidak heran masih banyak yang belum paham.
Salah satunya masih melekatnya paham sekolah 'favorit' dikalangan siswa maupun orang tua siswa. Sedangkan di aturan penerimaan peserta didik baru (PPDB) sekarang tujuannya pemerataan kualitas pendidikan dan tidak ada lagi istilah sekolah 'favorit'
Sistem penerimaan siswa baru sekarang dengan waktu saya sekolah memang cukup berbeda. Dulu waktu saya SMP-SMA, paham sekolah 'favorit' masih cukup melekat.
Bersekolah di sekolah negeri apalagi dengan embel-embel negeri 1, merupakan kebanggaan bagi siswa maupun orang tua siswa.
Entah sejak kapan paham seperti itu mulai ada. Sampai saat ini aturan zonasi telah meniadakan istilah 'sekolah favorit'. Namun tetap saja banyak pihak yang berburu 'sekolah favorit'.
Bahkan banyak mereka yang rela mendadak miskin demi bisa diterima disekolah yang dianggap bergengsi. Entah darimana juga ukuran sekolah dianggap bergengsi atau tidaknya.
Apa karena sekolah tersebut sekolah negeri maka dianggap sekolah 'favorit'. Secara sebelum ini syarat untuk masuk sekolah negeri salah satunya menggunakan nilai dari siswanya tersebut.
Dengan kata lain, bersekolah di sekolah negeri dianggap pencapaian bergengsi karena berarti menunjukkan tingkat kepintaran diatas rata-rata.
Oke, sampai disini paham sekolah 'favorit' masih bisa diterima meski sedikit maksa. Artinya tujuan dari sekolah sudah jelas, ialah supaya pintar. Tidak masalah.
Namun dikemudian hari sistem lawas dianggap membuat kelompok-kelompok tertentu. Dimana sekolah tertentu dianggap kumpulan siswa pintar, sekolah yang lainnya dianggap sekolah orang kaya dan sisanya dianggap sekolah 'buangan' tempat para siswa bandal dan (maaf) miskin.
Mungkin jika status sekolah tadi swasta ya tidak masalah, selama peserta didik mampu bayar uang sekolah maka dapat diterima. Nah, lalu bagaimana jika sekolah tersebut sekolah negeri?
Secara sekolah negeri biaya operasional dari negara, maka sudah sepantasnya tidak ada pembedaan dalam penerimaan siswa baru.
Dan sekarang dengan sistem zonasi dalam PPDB, sekolah wajib menerima calon siswa di radius tertentu. Tidak melihat seberapa pintar siswa tersebut atau 'isi kantong' orang tua siswa.
Jika ditanya sekolah itu untuk apa? Sudah jelas supaya menjadi pintar. Bukan menjadi 'mendadak miskin' agar bisa bersekolah disekolah yang dianggap sekolah 'favorit' dan 'pintar' dengan bermodal Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Serba salah juga sih melepaskan aturan lama dan menerima aturan baru. Karena yang jelas siswa sudah jauh-jauh hari menyiapkan diri belajar mengejar nilai tertinggi demi sekolah impian yang dikira 'favorit'.
Paham seperti ini mengacuh pada anggapan jika bersekolah dengan siswa pintar lainnya, sedikit banyak akan menular kepintarannya. Ya gak tahu juga apa itu mitos atau fakta.
Namun yang jelas, disekolah manapun kita bersekolah. Jika masih malas belajar, tetap saja ya begitu-begitu aja.
Kalau sekolah demi gengsi, ya mending di sekolah swasta. Dengan syarat berkantong tebal, carilah sekolah yang bermutu dan mahal aja sekalian. Tokh, sekolah swasta kini kualitasnya juga tidak kalah sama negeri.
Kebetulan saya SMK-nya SMK swasta. Meski untuk masuk sekolah tersebut tidak ada persyaratan tertentu seperti nilai yang tinggi. Namun sekolah saya tersebut sering berprestasi di tingkat provinsi maupun nasional.
Bukan niat ingin promosi sekolah swasta. Hanya saja agar kita semua tahu bahwa masih ada sekolah swasta sebagai alternatif. Jadi jika ditolak di sekolah negeri bukan berarti 'kiamat'. Masih banyak jalan dan tempat untuk menuntut ilmu.
Maka bersyukurlah buat kamu yang sudah diterima di sekolah yang kamu impikan. Bersekolah dan tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh. Karena selain masih banyak diluaran sana mereka yang tidak mampu sekolah. Perjuangan mendaftar sekolah baru juga tidak semudah mendaftar menjadi member minimarket. Maka jangan sia-sia kan kesempatan untuk menuntut ilmu ini.