Pemberdayaan nelayan kecil dengan manajemen subsidi yang efektif

15 Mar 2018 06:05 2723 Hits 0 Comments
Pemberian subsidi bagi nelayan masih sangat diperlukan oleh karena itu diharapkan pemerintah bisa menetapkan kebijakan subsidi perikanan lebih tepat sasaran dan tepat guna. Subsidi untuk nelayan adalah amanat Konstitusi. Karena faktanya, hingga saat ini nelayan Indonesia masih sangat membutuhkan dukungan pemerintah terkait berbagai persoalan yang dihadapi nelayan.

Sebagai negara kepulauan yang menjadi negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia sudah sepatutnya menjaga sumber daya laut dan bagaimana bekerja untuk menciptakan kedaulatan pangan laut di Negeri sendiri. Pemerintah Indonesia harus menjadikan nelayan sebagai pilar utama yang wajib dilibatkan dalam upaya mewujudkan dua hal tersebut. Presiden Joko Widodo sendiri menyebut profesi nelayan dalam Poros Maritim sebagai pilar utama menjaga kedaulatan di laut dan kedaulatan pangan laut.

Indonesia memiliki 2.7 juta jiwa nelayan, baik mereka yang beroperasi di laut maupun perairan umum. Dari jumlah tersebut, sekitar 556.349 unit kapal sedang beroperasi dan 95,6 persen di antaranya adalah kapal skala kecil yang beroperasi di sekitar pesisir pantai atau beberapa mil dari pantai. Kapal-kapal tersebut memiliki spesifikasi perahu tanpa motor sebanyak 170.938 unit, kapal motor tempel sebanyak 225.786 unit, kapal motor di bawah 5 GT sebanyak 123.748 unit, dan kapal motor ukuran 5GT s.d 10 GT mencapai 35.877 unit ( KIARA, 2017).

Badan Pusat Statistik (BPS) Menyebutkan ada 63,47 persen dari jumlah nelayan tersebut  tercatat sebagai penduduk miskin dan hidup di kawasan pesisir dan pedesaan. Mereka yang disebut miskin yaitu berpenghasilan Rp1,2 juta per bulan.

Kebijakan Subsidi untuk Nelayan

Persoalan yang selalu dihadapi nelayan adalah alat dan kapal penangkapan, biaya operasional untuk melaut, seperti: subsidi BBM, skema permodalan dan asuransi untuk nelayan, serta Pembebasan pajak dan retribusi; sarana dan prasana pendukung hasil tangkapan; Informasi yang tepat terkait daerah peangkapan dan cuaca sehingga memudahkan nelayan dalam melakukan operasi penangkapan sehingga lebih efektif dan efisien, dan bantuan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan perikanan.

Berdasarkan data tersebut maka pemberian subsidi bagi nelayan masih sangat diperlukan oleh karena itu diharapkan pemerintah bisa menetapkan kebijakan subsidi perikanan lebih tepat sasaran dan tepat guna. Subsidi untuk nelayan adalah amanat Konstitusi. Karena faktanya, hingga saat ini nelayan Indonesia masih sangat membutuhkan dukungan pemerintah terkait berbagai persoalan yang dihadapi nelayan.

Tiga kebijakan nasional yaitu Undang-Undang Perikanan, UU Kelautan dan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam, terdapat sedikitnya 24 bentuk tindakan kebijakan subsidi yang diamanatkan. Kebijakan undang-undang tersebut mewajibkan Negara hadir untuk memenuhi kebutuhan dasar pelaku kegiatan perikanan nelayan tradisional skala kecil. Hal itu, sesuai dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk melindungi perikanan skala kecil sesuai Pedoman FAO Mengenai Perlindungan Perikanan Skala Kecil dalam Konteks Mengurangi Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Tahun 2014.

Problematika Subsidi untuk Nelayan

Menurut Kiara (2017), permasalahan terkait subsidi yang masih menjadi dilema dan polemik adalah fakta dilapangan, hanya sekitar 16 persen dari total subsidi perikanan dari Pemerintah Indonesia yang sampai pada nelayan tradisional skala kecil. Sebaliknya, sekitar 90 persen subsidi perikanan diberikan secara eksklusif pada industri perikanan skala besar yang berkontribusi pada penangkapan ikan berlebih.

Fenomena terkait subsidi diatas memiliki dampak pada stock ikan nasional, hal ini senada dengan data badan pangan dunia (FAO) menyebutkan bahwa subsidi perikanan dunia diperkirakan mencapai USD35 miliar, dimana sekitar USD20 miliar di antaranya adalah subsidi yang berkontribusi secara langsung terhadap aktivitas penangkapan ikan yang berlebih dan berdampak langsung pada keberlanjutan sumber daya perikanan. Hal ini berdampak terhadap pangsa stok ikan yang terus menurun sepanjang tahun. FAO mencatat adanya penurunan stok ikan yang yang cukup signifikan, dari sekitar adanya 90 persen stok ikan di tahun 1974 dan menurun hingga 69 persen di tahun 2013.

Menurut Koalisi nasional nelayan dan tani Indonesia (KNTI) permasalahan terus berlangsungnya praktik penangkapan berlebih (overfishing) dan penangkapan illegal (IUU Fishing), di seluruh perairan dunia salah satunya disebabkan oleh adanya pemberian subsidi di bidang perikanan berlebih pada industri penangkapan ikan berskala besar, dan secara khusus subsidi di negara-negara industri. Subsidi perikanan perlu dievaluasi dan jika memang banyak diserap oleh pengusaha skala besar perlu segera dihentikan, kebijakan tersebut bisa membantu untuk memerangi praktek Illegal fishing. Praktik IUU Fishing di Indonesia adalah praktik yang melibatkan banyak korporasi besar, baik dalam maupun luar negeri.

Penindakan illegal fishing oleh Pemerintah Indonesia tidak cukup hanya dengan melakukan penenggelaman kapal saja. Akan tetapi, bagaimana dilaksanakan penegakan hukum terhadap perusahaan pemilik kapal yang menjadi kunci utamanya. Dengan mengejar perusahaan pemilik kapal, dinilai pelacakan akan lebih mudah dilakukan dan penindakan IUU Fishing bisa lebih tepat karena tertuju pada kuncinya. Jika itu terjadi, maka efek jera bisa dirasakan pelaku. Karena penindakan hukum hanya sebatas pada Nakhoda kapal tidaklah cukup membuat efek jera perusahaan pemilik kapal. Selain itu, penegakan hukum terhadap illegal fishing harus menyentuh pada praktik-praktik pencurian ikan di perbatasan seperti double flagging, mematikan alat VMS, dan transshipment di tengah laut.

Wacana pencabutan Subsidi untuk Nelayan

Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-11 yang berlangsung di Buenos Aires, Argentina, Januari 2018,  disepakati tentang berbagai permasalahan di bidang perikanan termasuk isu peninjauan nelayan kecil dan artisanal yang selama ini menjadi isu utama di Indonesia. Dengan kesepakatan tersebut, ada peninjauan kembali untuk penerapan subsidi perikanan di seluruh negara.

Sebagai negara yang memperjuangkan pemberantasan praktik IUUF, pemerintah menilai subsidi perikanan masih diperlukan untuk menopang kehidupan nelayan kecil dan artisanal. Untuk itu, perlu ada fleksibilitas dalam penyaluran subsidi perikanan di negara berkembang seperti Indonesia. Jangan sampai, nelayan kecil dan artisanal terkena imbas. Indonesia mendukung adanya pelarangan subsidi yang menyebabkan overcapacity dan overfishing, serta penghapusan subsidi yang berkontribusi terhadap IUUF. Untuk transparansi, Indonesia mendukung penguatan pelaksanaan notifikasi subsidi agar pemberian subsidi oleh negara maju kepada industri perikanan besar dapat dipantau.

Armada penangkapan ikan di Indonesia hingga saat ini masih didominasi oleh kapal berukuran kecil berukuran di bawah 10 gros ton (GT). Fakta tersebut dinilai bisa menjadi celah bagi pelaku IUUF untuk melancarkan aksinya di perairan laut Indonesia. Untuk itu, Pemerintah harus segera membenahi tata kelola dan manjemen perikanan dalam negeri. Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia menyebutkan Praktik tersebut bisa terjadi karena kapal berukuran maksimal 10 GT tidak memiliki kewajiban untuk melakukan registrasi dan perizinan. Kondisi tersebut, secara tidak langsung akan memberi kesempatan kepada pemilik kapal berukuran tersebut untuk melakukan IUUF. Tanpa pengaturan, hal ini berpotensi merusak upaya mewujudkan praktik perikanan berkelanjutan yang dikampanyekan sendiri oleh pemerintah Indonesia.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, Abdi Suhufan menjelaskan, kapal berukuran kecil di bawah 10 GT dikategorikan sebagai kapal nelayan kecil. Dengan status tersebut, pemilik kapal berukuran tersebut kemudian mendapatkan beragam kemudahan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seperti subsidi dan kebijakan bantuan lainnya. Tetapi agar tidak terjadi praktik IUU Fishing yang sedang gencar dikampanyekan sekarang, Pemerintah Indonesia harus segera menyiapkan langkah antisipasi dengan kemudahan yang didapat kapal berukuran kecil di bawah 10 GT. Antisipasi harus ada, karena selain potensi IUUF, dia menilai ada potensi negatif lainnya yang bisa dilakukan pemilik kapal kecil tersebut. Ketiadaan izin bagi kapal kecil akan berkonsekuensi pada sulitnya melakukan traceabilty (penelusuran) hasil dan lokasi tangkapan serta berpotensi berkontribusi pada terjadinya overfishing.

Di antara bentuk subsidi yang diberikan Pemerintah Indonesia untuk sektor perikanan dan kelautan, adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM) sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2014. Di dalam Permen tersebut, kapal berukuran 30 gros ton (GT) dibolehkan untuk mendapatkan subsidi solar. Kebijakan tersebut dinilai tidak tepat sasaran, karena masih ada kapal berukuran kecil yang lebih berhak menerima subsidi.

Indonesia for Global Justice (IGJ) menyebutkan , 90 persen rumah tangga nelayan yang ada di Indonesia, selalu menghabiskan 60 persen pengeluaran ongkos produksi hanya untuk membeli BBM. Kondisi itu berbanding terbalik dengan subsidi yang diterima kapal besar berukuran 30 GT. Terjadinya ketimpangan ekonomi dapat terlihat dengan jelas antara nelayan skala kecil dan industri perikanan skala besar ini akibat dari distribusi subsidi perikanan yang tidak adil tersebut. Penghapusan subsidi perikanan tidak seharusnya dilakukan secara menyeluruh, bukan ditujukan bagi nelayan- nelayan tradisional skala kecil, tetapi harus difokuskan pada pelaku usaha perikanan tangkap skala besar. Akurasi data tentang nelayan ketegori nelayan kecil harus benar-benar valid agar subsidi benar-benar tepat sasaran.

Solusi pengelolaan subsidi untuk Nelayan

Permasalahan yang selalu muncul berkaitan dengan BBM bersubsidi, adalah sulitnya melaksanakan distribusi hingga menjangkau kepada nelayan yang tepat sasaran di seluruh Indonesia. Terutama, mereka yang tinggal di kawasan terdepan dan pulau-pulau kecil. Dan masih banyak subsidi BBM yang diserap oleh pengusaha skala besar, untuk mengantisipasi hal-hal tersebut pemerintah diharapkan bisa mengambil langkah-langkah sebagi berikut:

  1. Melakukan pelibatan organisasi nelayan dan secara bertahap memfasilitasi pembentukan koperasi nelayan untuk memperbaiki masalah distribusi BBM;
  2. Memfasilitasi pembangunan Solar Pack Dealer Nelayan (SPDN) mini untuk nelayan dengan armada tidak lebih besar dari atau kurang dari 10 GT di kampung-kampung nelayan dan tempat pelelangan ikan (TPI). Upaya ini untuk menjawab masalah penggunaan BBM bersubsidi yang dinikmati oleh kapal perikanan skala besar;
  3. Penentuan lokasi pembangunan SPDN untuk nelayan harus dilakukan secara partisipatif, termasuk kelembagaan pengelolaannya; dan
  4. Melakukan pengawasan penggunaan BBM bersubsidi terhadap kapal-kapal perikanan skala besar diatas atau kurang dari 10 GT untuk tepat sasaran sesuai dengan skala usaha penangkapan.
  5. Untuk memecahkan persoalan adanya kapal berskala besar menggunakan solar bersubsidi, maka Pemerintah juga harus mengkaji ulang Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 6 Tahun 2014. Dalam aturan tersebut, kapal berbobot 30 gros ton (GT) diperbolehkan membeli solar bersubsidi. Adanya Permen ini kerap dijadikan celah bagi pengusaha perikanan untuk menggunakan solar bersubsidi.
  6. Pemerintah diharapkan menerbitkan peraturan tentang peruntukkan solar subdisi bagi nelayan kecil atau maksimal kapal berbobot 10 GT.

 

Sumber Pustaka:

Sarjono, (2017). Peralihan subsidi BBM nelayan ke subsidi LPG. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).

Herawati, susan (2017), data terkait subsidi pemerintah untuk nelayan. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)

Suhufan, abdi (2017), data nelayan kecil di Indoensia penerima subsidi. Destructive Fishing Watch (DFW)

Hartanti, rahmi (2017), data kebutuhan rumah tangga nelayan. Indonesia for Global Justice (IGJ).

Hadiwinata, martin (2018), Menyikapi polemic subsidi dan rencana pemerintah mencabut subsidi nelayan. Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

Ambari, M (2018) Artikel tentang subsidi untuk nelayan ( Online). http://www.mongabay.co.id

Tags

About The Author

MOH NUR NAWAWI 21
Novice

MOH NUR NAWAWI

Penulis, Pengabdi Masyarakat
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel