Integrasi pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis Masyarakat

12 Mar 2018 05:05 3573 Hits 0 Comments
Sistem otonomi daerah, dan pengembangan wilayah pedesaan dengan disalurkannya dana desa, dan berbagai program pendampingan desa dan keluarga harapan seyogyanya harus mampu disinergikan dengan program pengawasan berbasis masyarakat di wilayah desa pesisir. Tujuan utamanya adalah terintegrasinya sistem pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, menumbuhkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, pemberdayaan masyarakat pesisir serta mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat pesisir.

Sebagai negara kepulauan (archipelago state) dengan luas wilayah mencapai 7,7 juta km2 yang dihubungkan oleh garis pantai sepanjang 104.000 km2 dan 17.504 pulau yang ada di dalamnya (Bakosurtanal, 2006) Indonesia menjadi salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Kita juga patut bersyukur dianugerahi sebagai bangsa yang memiliki kekayaan sumber daya alam hayati yang sedemikian melimpah, beraneka hasil tambang terpendam sebagai kekayaan alam yang tak terhingga, lautan kita dengan  mega biodiversitas biota laut di dalamnya juga menjadi penasbihan betapa bukan sebuah hal yang berlebihan jika melalui lirik lagu yang dipopulerkan pada dekade 70-an Koes Plus berujar, “Bukan lautan tapi kolam susu…”. Semua itu adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang sudah sepatutnya untuk kita syukuri.

Namun dibalik itu semua sesungguhnya tantangan besar juga membentang di depan mata. Bentangan pulau yang terhampar dari Sabang sampai Merauke dengan kekayaan alam yang ada, laut, ikan dan segenap isinya adalah aset yang harus dijaga dan dikelola demi kesejahteraan rakyat. Bukan tugas yang mudah tentu, selain karena wilayah yang begitu luas bahkan mencapai 2/3 dari luas wilayah teritorial, sumber daya manusia dan teknologi yang kita miliki juga masih cukup terbatas. Oleh sebab itu pengawasan di bidang kelautan dan perikanan menghadapi tantangan yang cukup besar. Keterbatasan jumlah personil pengawas perikanan, keterbatasan sarana pengawasan acap kali berbanding terbalik dengan jumlah pelanggar dan pelaku perikanan illegal dan destructive baik dari luar ataupun dalam negeri.

Sumber daya kelautan dan perikanan adalah segala unsur kelautan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, mencakup sumber daya energi kelautan, sumber daya hayati kelautan, dan sumber daya non hayati lainnya, serta jasa-jasa di bidang kelautan. Pemanfaatan di bidang sumberdaya ini diantaranya adalah untuk: (1) Pariwisata berbasis kelautan, (2) Usaha dan Industri Perikanan Tangkap dan Budidaya, (3) Usaha dan industry non perikanan seperti Budidaya rumput laut, (4) Industri pengolahan sumberdaya kelautan dan perikanan, (5)Pemanfaatan Sumberdaya kelautan sebagai bahan baku obat-obatan, (6) Pemanfaatan hutan mangrove untuk memperoleh bahan bakar kayu, bahan bangunan, (7) Pengambilan karang untuk bahan bangunan, bahan baku industri dan perhiasan, (8) Perlindungan Spesies yang dilindungi di kawasan konservasi.

Undang-undang  nomor 27 Tahun 2007 yang telah diubah dengan Undang-undang nomor 1 Tahun 2014 Mengamanatkan tentang berbagai hal yang tidak boleh dilakukan dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan, adalah seperti menambang terumbu karang, mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain yang merusak Ekosistem terumbu karang, menggunakan peralatan, cara, dan metode lain yang merusak ekosistem terumbu karang, menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, menebang mangrove di Kawasan konservasi,menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun, melakukan penambangan pasir yang dapat merusak lingkungan, melakukan penambangan minyak dan gas yang dapat merusak/ mencemari lingkungan/ merugikan masyarakat, melakukan penambangan mineral yang dapat merusak/ mencemari lingkungan/ merugikan masyarakat, melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya.

Undang-undang nomor 45 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan menyebutkan bahwa pengawasan dibidang perikanan adalah kegiatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, dalam rangka pemberantasan praktek Illegal, Unre[orted, Unregulated (IUU) Fishing dan Destructive Fishing. Produktivitas perikanan tangkap tak akan bisa tercapai bila ikan dan laut kita terus menerus dijarah dan diendus oleh para pelaku illegal, Unreported dan unregulated (IUU) fishing. Hal ini tentu semakin diperparah dengan berkembangnya pola-pola destructive fishing yang dapat mengancam kelestarian sumber daya hayati perikanan  di masa depan, tak pelak itu semua menjadi perhatian serius bagi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan.

Sumberdaya kelautan yang begitu melimpah adalah semangat yang harus terus digelorakan dalam menjaga dan melestarikannya, pengawasan sumberdaya tersebut harus dilakukan secara terintegrasi oleh berbagai elemen masyarakat pemerintah selaku pemangku kebijakan dengan segala potensi armada yang dimiliki tentunya pemberdayaan masyarakat juga harus digalakkan. Sistem pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat adalah program yang harus terus ditumbuh kembangkan.

Keberadaan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) dapat menjadi salah satu alternatif pemecahan masalah yang diharapkan mampu membantu pelaksanaan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan. Pembentukan Pokmaswas bukan tanpa dasar yang jelas. Dalam Undang-undang Nomor 45 tahun 2009 yang merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, tersirat amanah untuk membentuk pokmaswas. Dalam pasal 67 dari regulasi tersebut secara eksplisit disebutkan bahwa masyarakat dapat diikutsertakan dalam pengawasan perikanan. Adapun Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, memberikan rambu-rambu teknis dalam pembentukan POKMASWAS sebagai bagian dari sistem pengawasan. Tujuan pengikutsertaan masyarakat itu adalah untuk melakukan pengawasan terhadap pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan secara optimal, bertanggungjawab dan lestari.

Lahirnya Kelompok masyarakat pengawas berangkat dari kesadaran kolektif bahwa tingkat partisipasi aktif masyarakat adalah kunci bagi keberhasilan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Sejalan dengan visi Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menujudkan Indonesia sebagai Penghasil Produk kelautan dan Perikanan Terbesar, maka peran pengawasan menjadi hal yang sangat vital.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.58/MEN/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, sasaran dibentuknya POKMASWAS adalah :

  1. Terbentuknya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat, yang secara integratif dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah serta dunia usaha dengan tetap mengacu kepada peraturan dan perundangan yang ada/ berlaku.
  2. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan.
  3. Terlaksananya kerjasama pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh aparat keamanan dan penegak hukum serta masyarakat.

Adapun pembentukan POKMASWAS adalah :

  1. Kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) merupakan pelaksana pengawasan di tingkat lapangan yang terdiri dari unsur tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, LSM, nelayan, petani ikan serta masyarakat maritim lainnya.
  2. POKMASWAS dibentuk atas inisiatif masyarakat yang difasilitasi oleh unsur pemerintah daerah, dan dikoordinir oleh seorang anggota masyarakat dalam POKMASWAS, yang berfungsi sekaligus sebagai mediator antara masyarakat dengan pemerintah/ petugas.
  3. Para nelayan yang menjadi ABK kapal-kapal penangkap ikan dan nelayan-nelayan kecil serta masyarakat maritim lainnya, dapat merupakan anggota kelompok masyarakat pengawas.
  4. Kepengurusan POKMASWAS dipilih oleh masyarakat dan terdaftar sebagai anggota.

Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman adat dan budaya, POKMASWAS juga tumbuh dan berkembang di dalamnya. Sejalan dengan itu proses cerdas pun terjadi, POKMASWAS mampu menerjemahkan diri dan posisinya sebagai kekuatan lokal yang mengedepankan pendekatan adat dan kearifan lokal. Ini tentu perkembangan yang baik bagi hukum positif, sebab sebagai bagian dari tradisi lokal hukum adat lebih melekat pada masyarakat.

Di sabang, Aceh yang merupakan pulau paling ujung barat Indonesia terdapat istilah Panglima Laut yang dianggap sebagai pemimpin adat bagi kaum nelayan. Panglima laut adalah tokoh adat yang memiliki pengaruh dalam menentukan aturan adat bagi nelayan, selain panglima laut terdapat Panglima Lhok yang membawahi beberapa desa atau kampung. Sebagai pemimpin adat Panglima Laut mendelegasikan kewenangan adat di tingkat bawah kepada Panglima Lhok. Di Sabang sendiri terdapat aturan-aturan adat yang mengharuskan para nelayan dan warganya tidak boleh menangkap dengan alat tangkap yang merusak karang, tidak boleh melakukan penangkapan dengan alat tangkap yang merusak, racun, dan tidak boleh melakukan penangkapan pada hari-hari adat tertentu yang semuanya bermuara pada kearifan lokal setempat. Sanksi secara adat pun diberikan bagi yang melanggar seperti : tidak boleh melaut selama seminggu, denda dalam jumlah tertentu.

Di Nusa Tenggara Barat POKMASWAS bersinergi dengan pemerintah daerah dalam usaha menjaga ketertiban kampung dan kebersihan pantai. Para anggota POMASWAS juga diberikan pelatihan oleh Pemerintah Daerah tentang pelestarian mangrove, terumbu karang dan masalah alat tangkap. Pembinaan memang menjadi kunci agar POKMASWAS dapat berjalan secara maksimal sebagaimana harapan. Sinergi ini tentu akan mempermudah jalannya pembangunan di daerah sebab jarak antara penyelenggara pemerintah daerah dan masyarakat di level terbawah bisa dipangkas.

Di beberapa daerah POKMASWAS malah mampu menjadi kekuatan ekonomi BERDIKARI yang menghidupkan roda ekonomi masyarakat sekitar. Di derah Batubara, Sumatera Utara POKMASWAS mampu melaksanakan kegiatan penangkapan secara berkelompok dengan membeli kapal melalui kredit kepada Bank. Ini tentu hal yang harus diapresiasi sebab sejalan dengan waktu POKMASWAS telah mampu metransformasikan diri sebagai kekuatan ekonomi kerakyatan yang mampu menopang perekonomian setempat.

Gambaran peran serta masyarakat dalam kegiatan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan diatas menunjukan bahwa POKMASWAS melalui berbagai peran yang telah dilakukan saat ini telah membuktikan diri sebagai lembaga non pemerintah yang mampu mengemban amanat UU Perikanan dalam membantu kegiatan pengawasan perikanan di perairan Nusantara. Lebih dari itu POKMASWAS telah mampu melakukan transformasi secara cerdas dengan sistem adat, pemerintah daerah dan menjadi kekuatan ekonomi BERDIKARI. Ini tentu merupakan modal yang sangat berharga bagi pembangunan di daerah pesisir dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan sebagaimana misi Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dalam rangka pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan secara teknis Apabila anggota Pokmaswas menemukan pelanggaran di lapangan maka kelompok tersebut dapat melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang yakni koordinator pengawas perikanan (PPNS), kepala pelabuhan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, petugas pengawas perikanan, TNI AL, Polisi terdekat, dan petugas karantina di pelabuhan.

Dengan adanya kelembagaan Pokmaswas di masyarakat diharapkan terbentuk tiga hal utama yakni pertama, adanya mekanisme pengawasan berbasis masyarakat yang secara integratif dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, dan organisasi non pemerintah serta dunia usaha dengan tetap mengacu kepada peraturan dan perundangan yang ada/berlaku, Kedua meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, dan Ketiga terlaksananya kerjasama pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan oleh aparat keamanan dan penegak hukum serta masyarakat.

Pembentukan kelompok masyarakat dalam rangka pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan berbasis masyarakat harus terus di tumbuhkan di daerah-daerah pesisir di Indonesia, pengawasan secara terintegrasi dipadukan dengan pemberdayaan masyarakat pesisir adalah langkah konkrit yang harus terus dikembangkan. Pemerintah harus menjembatani dengan melahirkan kebijakan-kebijakan mendukung program tersebut, baik dalam aspek tugas dan fungsi pengawasan berbasis masyarakat, kelembagaan, dan sinkronisasi dengan sistem pemerintahan masyarakat diwilayah perdesaan termasuk dalam rangka pendanaan program.

Sistem otonomi daerah, dan pengembangan wilayah pedesaan dengan disalurkannya dana desa, dan berbagai program pendampingan desa dan keluarga harapan seyogyanya harus mampu disinergikan dengan program pengawasan berbasis masyarakat di wilayah desa pesisir. Tujuan utamanya adalah terintegrasinya sistem pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, menumbuhkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan, pemberdayaan masyarakat pesisir serta mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan sosial ekonomi masyarakat pesisir.

Sumber Pustaka:

-------------- (2010) “sistem pengawasan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat” (online) https://ekoper.wordpress.com

Suwarno, Didik (2012) “Strategi pem,berdayaan pokwasmas dalam menunjang pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan” (online) http://mukhtar-api.blogspot.co.id

Muhammad Ramdan, La Ode (2017) “Peran pokwasmas terhadap kelestarian sumberdaya pesisir dan kelautan di kab. Muna” (online) https://formuna.wordpress.com

Tags

About The Author

MOH NUR NAWAWI 21
Novice

MOH NUR NAWAWI

Penulis, Pengabdi Masyarakat
Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel