Cinta adalah suatu kebebasan yang sulit terdefinisikan. Kalaupun bisa, subjektifitasnya begitu tinggi. Mari kita pelajari hal ini.Â
Seperti halnya kamu, yang masih terlampau abu bagiku. Kepastian tentangmu masih melayang di ambang. Apakah aku yang ragu? Atau memang benar, kamu begitu abu? Sebenarnya, semua jawaban ada di sekitar kita; saat malam tiba, saat pertemuan tiba-tiba, dan kita ada berdua. Aku rindu momen-momen itu, karena sebenarnya aku cinta kamu. Aku mencintaimu dengan pertanyaanku.
Â
Di sebuah bar di sudut kota, Dav dan Ed duduk berhadapan dengan dua botol bir di meja.
"Jadi, setelah lima tahun kamu berjuang untuk Anna, akhirnya kamu menyerah juga?" tanya Dav kepada Ed.
"Setelah lima tahun aku baru sadar, sekeras apapun aku berjuang, Anna bukan untuk aku."
"Waktu yang lama untuk melakukan hal yang sia-sia ya? Haha," ucap Dav sambil tertawa getir.
"Ya. Kamu sendiri juga menyerah dari Tania setelah beberapa tahun berjuang kan, Dav?" balas Ed dengan tawa yang tidak kalah getir.
"Setidaknya aku melakukan itu jauh sebelum kamu melakukannya."
"Kamu beruntung bisa melakukannya."
"Aku melepaskan Tania karena aku punya banyak alasan untuk melepaskan. Sementara aku hanya punya sedikit alasan tidak masuk akal untuk mempertahankan."
"Jadi, karena itu kamu bisa melakukannya?"
"Ya, jelas," jawab Dav singkat sambil mengambil botol di meja dan meneguknya.
Dav dan Ed bersahabat sudah sangat lama. Mereka adalah dua orang yang sama-sama idealis, dan kadang-kadang bertolak belakang. Dav adalah seorang musisi, dan Ed seorang penulis.
"Terus gimana, Dav, wanita yang sering kamu ceritakan itu? Siapa sih namanya? Varva, ya?"
"Masih berjuang, Ed."
"Memangnya seberapa pantas dia untuk kamu perjuangkan?"
Dav hanya merespon dengan mengangkat satu alisnya dan membuang pandangan matanya. Ed tahu, jika Dav sudah seperti itu, artinya tidak perlu banyak tanya lagi.
"Varva... She is my kind of perfect," ucap Dav lirih.
"Oh, oke... Kita pernah sama-sama berjuang untuk orang yang salah. Jangan sampai kamu salah lagi."
"Iya, Ed. Aku tidak ingin terlalu terburu-buru. Aku masih belum sepenuhnya yakin. Rasa yang dimiliki antara aku dan Varva ada di level yang berbeda, sepertinya."
"Itu hal yang biasa. Masih terlalu dini juga, sih."
"Ini terasa rumit... Cinta mungkin mudah diucapkan saat berumur belasan. Makin dewasa, cinta makin butuh alasan dan pembenaran," ucap Dav sambil menghela nafas.
Makin malam suasana bar itu makin sepi. Hanya terdapat beberapa gerombolan anak muda di sudut-sudut bar. Obrolan Dav dan Ed makin intim. Hingga akhirnya, Dav menceritakan siapa Varva sebenarnya. Sosok Varva yang tidak pernah diketahui Ed sebelumnya.
Â
Terima Kasih.