Hari demi hari, keributan-keributan kecil mulai melanda bahtera rumah tangga mereka. Judulnya macam-macam. Tapi intinya karena mereka belum mendapat buah hati. Belum lagi ikut campur keluarga sekeliling makin menjadi-jadi. Akhirnya, membuat hubungan mereka menjadi kurang harmonis lagi.Â
Puncaknya, rumah tangga Deni dan Asti berada di ujung tanduk. Konflik seperti makin tak berujung. Di sisi lain, berbagai cara telah dicoba mulai dari medis hingga alternatif, demi sang istri hamil. Tapi hasilnya nol. Pernikahan di ujung perceraian. Keduanya mulai dilanda keputus-asaan.Â
Keluarga kedua belah pihak makin berani ikut campur urusan rumah tangga Deni dan Asti. Bahkan, mereka mendukung penuh kalau Deni dan Asti berniat cerai. Daripada mempertahankan rumah tangga tanpa anak. Begitu alasan keluarga.Â
Lama-lama, Deni-Asti tersulut juga. Untuk apa mempertahankan rumah tangga kalau buah hati yang jadi idaman mereka tak kunjung hadir. Agaknya, perceraian tak terhindarkan lagi! Saat itulah, Deni sudah bersiap menggugat cerai istrinya ke Pengadilan Agama.Â
Belum lagi satu masalah selesai, kerumitan lain datang. Isna, adik Asti yang dari kampung datang. menceritakan masalah yang dihadapi. Sekaligus minta dicarikan solusi. Isna yang masih sekolah ternyata hamil. Ayah calon bayi yang dikandung Isna adalah teman satu sekolahnya.Â
Sebagai kakak tertua, Asti memang menjadi tempat bergantung adik-adiknya. Apalagi setelah kedua orang tuanya meninggal dunia, praktis Asti lah yang menjadi tempat curhat adik-adiknya. Masalahnya pun kini bertambah satu. Yang juga tak kalah rumitnya dengan persoalan yang ia dan suaminya alami.Â