Tapi dibalik itu, para orang tua—termasuk saya pada hari itu juga punya harapan sama; anaknya menang lomba. Namun banyak diantaranya yang kelihatan terlalu berambisi. Hingga akhirnya, tujuan awal mengikutkan sang anak lomba agar mereka punya keberanian dan kreativitas tergilas oleh ambisi orang tua yang semata-mata hanya ingin anaknya menang.
Bagaimana anak bisa keluar ide kreatifnya, jika mau memberi warna pada obyek tertentu saja, mereka diteriaki “jangaannn! warna ini saja yang dipakai.†“jangaannn! warna itu saja yang dipakai.†Akibatnya, anak cenderung saja menuruti perintah si ortu. Anak pun akhirnya berlomba di bawah tekanan ortu.
Padahal, lomba mewarnai seperti ini begitu banyak manfaat. Tidak sekadar melatih kreatifitas, tapi juga menumbuhkan jiwa seni sang anak. Dan buat saya, yang paling penting anak jadi punya rasa percaya diri. Ini juga sarana mereka bersosialisasi.
Tibalah saatnya pengumuman lomba. Dipilih lah juara 1,2 dan 3. Juga harapan 1, 2 dan 3. Suasana seru. Yang diumumkan menang langsung bersorak-sorai. Tapi yang tidak menang, ada yang menggerutu. Bukan anaknya, tapi orang tuanya. “Jurinya nggak fair…â€
Ada salah satu orang tua yang protes, “kenapa panitia tidak bertindak tegas melihat ada orang tua mengarahkan anaknya untuk memilih warna tertentu saat mewarnai? Wah, juri payah, nih…â€
Padahal, selama lomba, saya melihat sendiri, si ibu yang protes ini justru orang yang kelihatan paling sibuk mengarahkan anaknya. Nah, lho…!Â