Menelusuri Jalan Panjang iPhone, Apa Benar Produk Amerika?

29 Sep 2017 15:01 5997 Hits 0 Comments
Apa benar iPhone produk Amerika?

Tanggal debut Apple iPhone terbaru telah diumumkan. Tinggal menghitung waktu saja hingga akhirnya tiba di Indonesia. Media daring pun seakan-akan “menuangkan minyak tanah ke dalam api” melalui ulasan dan berita yang semakin menggelorakan antusiasme warganet. Semua orang agaknya ingin memiliki ponsel ini.

Betapa tidak, teknologi advance yang dihadirkan Apple pada seri iPhone 8, iPhone 8 Plus dan terlebih iPhone X menipiskan garis pembeda kelompok masyarakat. Contohnya antara kaum sosialita dengan tech addict. Kini, kecanggihan bukan hanya untuk mereka yang menggilai teknologi. Kemewahan tidak lagi eksklusif pada mereka yang borjuis. Atau, apakah di zaman sekarang para tech addict telah menjelma jadi sosialita?

Suka tidak suka, Apple nyatanya cukup brilian dalam mengembangkan iPhone. Perusahaan asal California, Amerika Serikat itu mampu merawat hype konsumennya dari gempuran ponsel berbasis Android yang mayoritas datang dari Asia Timur. Apple juga konsisten menjaga marwah yang cutting edge sejak seri iPhone 1. Eksistensi selama sepuluh tahun ini jadi buktinya. Terlebih, siapa sih yang tidak bangga punya ponsel mahal buatan Amerika ketimbang produk China?

Jalan panjang Apple dalam membesarkan iPhone selama sepuluh tahun ini menarik ditelusuri. Ada sejumlah hal yang terkadang “tak kasatmata”. Mulai dari kebiaasan Apple yang tidak merinci spek jeroan ponsel (seperti kapasitas baterai dan RAM), hingga asal supplier komponen rakitannya. Bila digali lebih dalam, faktanya iPhone bukanlah sebuah produk yang murni “berdarah” Amerika. Coba lihat bagian belakang bodi iPhone Anda, jangan heran ada tulisan “Designed by Apple in California. Assembled in China.”

Menilik Otentisitas iPhone dan Makna Terselubung Di Dalamnya

Otentisitas produk Amerika dalam setiap komponen smartphone berlogo apel kegigit itu boleh jadi semakin kabur seiring hadirnya iPhone 8, iPhone 8 Plus dan iPhone X. Dilansir dari situs The Verge, Apple terang-terangan mendatangkan suplai layar OLED Super Retina dari Samsung demi display yang menawan dalam bingkai bezel-less. Samsung disebut membanderol teknologi OLED itu hingga US$130 per unitnya pada Apple, sekitar 13% dari harga jual iPhone X.

Partisipasi pihak luar Amerika sebenarnya telah lama ada dalam proses pembuatan produk Apple, khususnya iPhone. Mundur sedikit ke seri belakang, seperti seri iPhone 6s. Business Insider mencatat ada sebelas komponen yang berasal dari sembilan perusahaan di lima negara berbeda untuk menghasilkan satu seri Apple iPhone 6s. Tiga perusahaan asal Jepang, tiga perusahaan China, satu perusahaan Taiwan, satu perusahaan Korea Selatan dan tentunya satu perusahaan Apple di Amerika Serikat.

Jangan pusing memikirkan porsinya. Pembagiannya seperti berikut ini. Apple di California fokus pada bagian desain dan bahan mentah untuk detil warna dan rincian kecil lainnya. Toshiba mengambil peran untuk bagian storage. Sony bertanggungjawab pada komponen kamera. Bagian display dipercayakan pada Asahi. Kebutuhan RAM dipenuhi oleh Samsung. Prosesor didatangkan dari Samsung dan TSMC. Bagian modem LTE dan receiver radio dipasok dari Qualcomm. Modul WiFi menggunakan rancangan Universal Scientific Industrial Shanghai. Baterai didapat dari Huapu Technology. Lalu semuanya dirakit di China.

Selain iPhone 6S, Apple turut memusatkan produksi seri iPhone SE di luar Amerika. Pertengahan tahun 2017 ini iPhone SE diproduksi secara masal di Bengalore. Didesain di California, dirakit di India. Sungguh diverse, ya! Barangkali diversity dalam bisnis adalah sesuatu yang menyejukkan, tapi sebetulnya bukan hal itu yang mendorong Apple untuk menempuh langkah ini.

Pada tahun 2012 lalu, Barack Obama dalam kapasitasnya sebagai Presiden Amerika Serikat pernah bertanya langsung pada Steve Jobs perihal hal ini. “Mengapa Apple tidak memproduksi iPhone di dalam negeri saja?” tanya Obama ketika berkunjung ke kantor Apple di Calfornia. Pada tahun itu, menurut catatan New York Times, ada sektar 70 juta unit iPhone diproduksi di luar Amerika Serikat.

Sejatinya, ada sejumlah faktor yang membuat iPhone dan produk Apple lainnya tidak lagi “murni” diproduksi di Amerika. Jajaran petinggi perusahaan itu mengisyaratkan bahwa faktor infrastruktur dan sumber daya manusia di dalamnya memberi pengaruh paling krusial. Butuh pekerja yang jumlahnya luar biasa banyak untuk menjalankan roda produksi Apple.

Masih dalam laporan New York Times tahun itu, perakit iPhone di China berjumlah sekitar 230.000 orang. Jumlah ini tidak sepadan dengan populasi pekerja produktif yang ada di Amerika Serikat. Di negeranya sendiri, Apple hanya mampu mendapatkan sekitar 43.000 pekerja untuk menjalankan produksi perusahaan. Jika bergantung pada jumlah pekerja lokal Amerika semata, barangkali Apple tidak akan mampu menghadirkan ponsel pintarnya ke seluruh penjuru dunia.

Usaha untuk melokalkan proses produksi Apple tidak cuma dilakukan semasa Barack Obama. Presiden Amerika Serikat saat ini, Donald Trump, juga ikut nyinyir pada kebijakan produksi overseas yang dipilih para petinggi Apple. Trump berpikir bahwa dengan membawa kembali core kegiatan produksi ke dalam Amerika, maka lapangan pekerjaan akan semakin terbuka banyak di negara itu.

Namun, Tim Cook yang kini menggantikan almarhum Steve Jobs sebagai CEO masih tak bergeming dengan kebijakan perusahaannya itu. Selain karena alasan infrastruktur dan kebutuhan tenaga kerja yang teramat besar, beban biaya suplai komponen yang datang dari berbagai negara akan jauh lebih besar jika impor langsung ke California. Malah, ada candaan bahwa justru robotlah yang nantinya mengambil alih proses labor kerja Apple alih-alih membuka kesempatan kerja untuk orang-orang Amerika.

“Menaruh sarang” di Asia, khususnya China, dirasa lebih ideal karena dapat mereduksi ongkos kirim. Kerjasama third party dengan sejumlah perusahaan yang verified demi memenuhi suplai komponen masih lebih efisien dibanding menghabiskan waktu dan tenaga untuk observasi sendiri. Lagian, ada pepatah lama mengatakan, “jika Anda ingin melangkah cepat, maka berjalanlah sendiri. Tapi jika Anda ingin melangkah jauh, maka berjalanlah bersama-sama.”

Half-blood Apple

Bila pernah membaca cerita novel Harry Potter, maka Anda tentulah mafhum tentang kedigdayaan karakter Lord Voldemort di dunia sihir. Alih-alih berasal dari keluarga penyihir tulen yang silsilahnya terpandang, Voldemort justru berasal dari keluarga berdarah campuran. Ayahnya, Riddle Senior hanyalah manusia biasa tanpa kemampuan sihir apa-apa.

Ponsel pintar iPhone pun digdaya di dunia smartphone. Perangkat tersebut menghadirkan banyak fungsi yang bisa digenggam dalam satu tangan. Tapi di balik itu, kedigdayaan ponsel ini lahir dari campur tangan pihak lain di luar trah Apple. Bila di dunia sihir ada istilah half-blood wizard, barangkali tidak ada salahnya menyematkan half-blood Apple pada generasi iPhone terkini.

Tags iPhone

About The Author

Plimbi adalah tempat menulis untuk semua orang.
Yuk kirim juga tulisanmu sekarang
Submit Artikel