Â
Penyakit menular berpindah dari satu orang ke orang lain, baik melalui udara (flu), melalui air dan makanan yang terkontaminasi (kolera), atau melalui arthropoda seperti nyamuk (malaria). Yang lainnya menjangkit hewan tapi bisa ditularkan ke manusia dalam kondisi tertentu. Misalnya, orang bisa mendapatkan hantavirus (yang menyebabkan penyakit pernafasan parah) saat mereka menghirup partikel dari kotoran hewan yang terkontaminasi, dan kutu menularkan penyakit Lyme dari rusa ke orang. Faktor iklim dapat mempengaruhi skala penyakit pada tahap apapun.
Studi terbaru hubungan perubahan iklim dan Penyakit
Penelitian yang dilakuakan Jessica Metcalf dari Princenton Universeity mengatakan perubahan iklim dapat meningkatkan atau menurunkan jangkauan geografis nyamuk Anopheles yang menularkan penyakit; itu juga bisa mempengaruhi pola hidup nyamuk dan pola berkembang biak. Selain itu, siklus hidup nyamuk dapat berinteraksi secara kompleks dengan tindakan manusia seperti migrasi. Dan fluktuasi iklim selama bertahun-tahun seperti El Niño Southern Oscillation, yang mempengaruhi suhu dan curah hujan di sebagian besar permukaan planet, dapat menutupi atau memperkuat efek perubahan iklim. Sebuah model untuk memprediksi bagaimana perubahan iklim akan mempengaruhi kejadian malaria mungkin perlu memperhitungkan semua faktor ini.
Metcalf dan rekan penulisnya meninjau sejumlah teknik statistik canggih yang dapat digunakan untuk memodelkan hubungan antara iklim dan penyakit, dan mereka merekomendasikan cara dengan menggabungkan, menguji, dan memperbaiki metode tersebut. Salah satu pendekatan yang sangat berguna adalah pengujian retrospektif - yaitu menguji prediksi model dengan memasukkan data iklim dan penyakit masa lalu untuk melihat seberapa baik mereka sesuai dengan apa yang kita ketahui terjadi dalam kehidupan nyata.
"Epidemiologists dapat mengambil data dari komunitas pemodelan iklim dengan berusaha untuk lebih memahami dan menggabungkan sifat dasar yang mempengaruhi perilaku sistem iklim yang diamati, dan dengan secara rutin menguji model dengan membandingkan dan memvalidasi model secara retrospektif terhadap data," kata Metcalf.
Rencana Aksi Kesehatan Indonesia
Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Prof. Dr. Nila F. Moeloek, SpM(K) menegaskan Indonesia penting serukan rencana aksi kesehatan dalam menghadapi perubahan iklim. Hal tersebut disampaikan dalam Diskusi Roundtable seluruh Menteri Kesehatan anggota South East Asia Regional Organization (SEARO) terkait Upaya Membangun Sistem Ketahanan Kesehatan terhadap Perubahan Iklim, Kamis (7/9) di Maldives.
Para Menkes SEARO menyampaikan pandangan serupa mengenai pentingnya kerja sama kawasan dalam penanganan kesehatan dampak perubahan iklim. Para Menkes menyepakati Male Declaration on Building Health Systems Resilience to Climate Change sebagai landasan komitmen dan kerja sama.
Deklarasi Male berisikan pokok-pokok sebagai berikut :
1. Melanjutkan peningkatan public and policy awareness terhadap dampak kesehatan akibat perubahan iklim di masyarakat dan memastikan leading role di sektor kesehatan pada dampak perubahan iklim, termasuk menjadi role model greening initiatives.
2. Advokasi dan kerja sama dengan sektor kesehatan determinan guna memastikan sensitifitas iklim yang terintegrasi dalam kebijakan dan program masing-masing.
3. Mengembangkan Health National Adaptation Plans (HNAPs), memastikan resiko perubahan iklim terintegrasi kedalam kebijakan kesehatan serta lintas kesehatan yang relevan dan Climate Sensitive Diseases (CSD) programme.
4. Memperkuat kapasitas nasional dalam pembangunan sistem ketahanan kesehatan terhadap perubahan iklim, termasuk penguatan di institusi nasional dengan mengadakan pelatihan untuk para tenaga kesehatan untuk saat ini dan masa mendatang.
5. Meningkatkan kesiapsiagaan sektor kesehatan terhadap perubahan iklim, khususnya pada promosi climate-resilient health-care facilities untuk memastikan kesiapan dalam menghadapi terjadinya perubahan iklim dan pelayanannya air, sanitasi, pengelolaan limbah dan listrik saat terjadi peristiwa perubahan iklim.
6. Menginisiasi penghijauan di sektor kesehatan dengan mengadopsi teknologi yang bersahabat dengan lingkungan serta menggunakan pelayanan energi secara efisien.
7. Mendirikan dan memperkuat sistem informasi dan penelitian kesehatan, mempromosikan diseminasi evidence termasuk implementasi IHR.
8. Mengintensifkan kerterlibatan dalam penanganan dampak perubahan iklim yang komprehensif termasuk 3 pilar utama kehidupan, yaitu: air, udara dan pangan.
9. Memastikan resiko perubahan iklim terintegrasi pada pengelolaan resiko bencana alam, termasuk pada emergency risk reduction and response.
10. Memobilisasi sumber keuangan domestik dan eksternal melalui advokasi pembagian yang lebih baik pada mekanisme funding perubahan iklim yang dialokasikan ke sektor kesehatan.
Kebijakan dan program telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan dalam kesiapan menghadapi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan. Kebijakan dan program tersebut yakni adanya Permenkes Nomor 1018 Tahun 2011 tentang Strategi Adaptasi Sektor Kesehatan terhadap Dampak Perubahan Iklim, dan Kepmenkes Nomor 035 Tahun 2012 tentang Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan akibat Perubahan Iklim. Selain itu, program lain yang dilakukan oleh Kemenkes RI adalah sosialisasi dan advokasi strategi adaptasi perubahan iklim, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan untuk adaptasi perubahan iklim, serta kajian pemetaan kerentanan untuk penyakit malaria dan demam berdarah di lima provinsi di Indonesia.
Â